Rabu, 18 April 2012

Agnes Monika: “Puji Tuhan”


Agnes Monica Muljoto

Menjadi artis Internasional merupakan dambaan sebagian besar artis Indonesia, tak terkecuali bagi wanita secantik Agnes Monica Muljoto. Tahun 2011 dan 2012 menjadi permulaan penting melonjaknya karir wanita kelahiran Jakarta, 1 Juli 1986 tersebut untuk go International. Dengan mengusung motto “Dream, believe, and make it happen” Agnes Monika menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan yang setara dengan artis-artis internasional. Hal ini dibuktikan Agnes dengan beberapa bulan lalu ketika ia memenangkan Shorty Awards yang diselenggarakan di Time Center, New York, Amerika Serikat, dimana ia dikabarkan telah menyingkirkan posisi Justin Bieber dan Lady GaGa. Bukan hanya itu saja, tetapi juga berbagai penghargaan Internasional diraih pelantun tembang “Matahariku” tersebut. Agnes Monika meraih gelar penghargaan dalam kategori Singer and Fashion.
Ketika tiba di bandara Internasional, Agnes mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan Yesus, Penyelamat, yang telah membimbing Agnes menggapai impiannya selama ini. Itulah kebiasaan Agnes setiap kali meraih prestasi nama Jesus Christ selalu pertama disebutnya. “Mengalahkan Justin Bieber, yah gimana ya…Puji Tuhan saja.. bersyukur punya fans yang sangat mendukung  dan bisa punya kesempatan masuk nominasi itu saja juga bersyukur sekali. Banyak hal yang mesti disyukuri aja” ujar Agnes Monika. Kebanggaan ini tentu saja tidak serta-merta membuat artis yang juga salah satu juri Indonesian Idol ini puas. Sebab ia masih memiliki impian yang besar yakni dapat masuk dalam nominasi Gramy Award, sebuah ajang bergengsi di Amerika Serikat.  
“popularitas dan uang itu akan datang dengan sendirinya, jadi kalau misalkan kita mau dikasi berkat yang sepuluh kali lipat jadi kita harus bekerja lebih keras 20 atau 30 kali lipat lebih daripada orang lain. Istilahnya kita jangan mengeluh, ih aduh…kok dia bisa, gue engga ya? Cari tau kenapa orang lain bisa dan aku ngga. Untuk  mencapai target yang aku pingin belum. Karena target aku tu pingin menang Gramy. Jadi belum, cuman menuju ke sana sudah” seru Agnes yakin akan kesempatannya untuk masuk dalam nominasi Gramy.
Alumni Universitas Pelita Harapan, Jurusan Hukum ini berjanji akan terus berprestasi untuk menghasilkan yang terbaik dari setiap penampilannya sebagaimana yang dipesankan oleh Ibundanya kepadanya. "Ibu saya selalu bilang, jangan fokus sama award-nya. Itu hanya salah satu indikator prestasi. Banyak yang nggak menang award tapi prestasinya baik," kata Agnes menirukan pesan Ibunya ketika diwawancarai salah satu media.
                “Aku bilang itu semua berasal dari mimpi. Aku bisa sampai di sini juga karena dream gitu” pungkas Agnes menapik anggapan orang-orang yang pesimis dengan kiprahnya untuk go Internasional. Bagi pemeran sinetron “Pernikahan Dini” ini, yang terpenting ialah usaha dan kerja keras yang terus-menerus.  
                Awal mula karir Agnes di dunia entertaintment ditekuninya sejak kecil dengan menjadi presenter dan penyanyi cilik. Ketika itu Agnes kecil melantunkan single seperti Si Meong, Bala-Bala, Yess, dan Tralala-Trilili. Momen yang paling berkesan dan mengantarnya mulai terkenal ketika ia terpilih untuk membintangi sinetron “Pernikahan Dini” dengan membawakan lagu soundtracknya sendiri yang berjudul “Pernikahan Dini” dan “Seputih Hati”. Putri kedua dari dua bersaudara ini semakin mengembangkan karirnya dengan merilis album pertamanya yang bertajuk “And The Story Goes…” Hadirnya album ini mendorong Agnes untuk berani bermimpi untuk berprestasi dalam dunia musik internasional. Ia pun memproduksi beberapa album hitsnya antara lain ”Tanpa Kekasihku”, ”Tak Ada Logika”, dan ”Cinta Di Ujung Jalan”. Menarik bahwa dalam album kedua Agnes telah menggandeng Keith Martin, Artis Amerika yang populer dengan lagu “Because of You”. Salah satu lagu populernya  yang menjadi Soundtrack di sinetronnya yang berjudul “Jelita” adalah “Matahariku” yang akhirnya berhasil mengantar Agnes meraih “The Most Favourite Female” MTV INDONESIA AWARDS 2008. Beberapa prestasi lain juga diraihnya antara lain masuk dalam nominasi MTV Europe Music Award, yang menjadi kesempatan bagi Agnes berduet dengan musisi kelas dunia,  Michael Bolton.
Sejak terpilih menjadi salah satu host red carped AMA (American Music Awards) 2010 lalu, artis dengan segudang prestasi ini menjadi sering bolak-balik Indonesia – Amerika. Di ajang bergengsi di Amerika tersebut, Agnes mendapat kesempatan untuk berduet dengan artis asal Meksiko yang juga seorang pemeran telenovela, Christian Chavez. Mereka menyanyikan lagu berjudul En Donde Estas. Agnes sendiri menyanyikan lagu tersebut dalam tiga bahasa sekaligus, yakni Spanyol, Indonesia, dan Inggris, sedangkan Christian tentu menyanyikan lagu tersebut dalam bahasa Spanyol dan Inggris. Ini merupakan penampilan yang tak kalah spektakuler, karena mendapat antusias yang tinggi dari para pencinta musik internasional. Kiprah Agnes yang pantang putus asa tersebut mendapat perhatian berbagai kalangan untuk menyampaikan penghargaan bagi wanita multitalent tersebut. Di antaranya pemilik album SACRREDLY AGNEZIOUS ini mendulang penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia 2011 dari  Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dan Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia  (PAPPRI), karena kontribusinya bagi perkembangan musik di Indonesia. Dalam ajang musik Asia, Agnes turut bersaing di JpopAsia International Music Awards 2010 dan bersaing dengan bintang-bintang Top Asia. Dalam ajang ini, Agnes menjadi satu-satunya artis Indonesia yang masuk dalam nominasi untuk kategori
·         Favourite Artist
·         Best Female Solo
·         Best Musical Ability
·         Sexiest Female Singer dan
·         Most Want-to-be Girlfriend
                Semua penghargaan yang diterima Agnes Monika menjadi pemicu semangatnya untuk terus menjadi yang terbaik. Baginya penghargaan ini perlu ia pertanggung jawabkan dengan karya-karya monumentalnya baik di ajang nasional maupun internasional. Tentunya segala upaya tersebut tidak menjadikan agnes berbangga dengan dirinya sendiri, sebab ia yakin akan keajaiban Tuhan Yesus yang tetap menjadi sosok istimewa dalam setiap kehidupannya. Itulah sebabnya, Agnes tergolong artis pendatang baru yang kuat bertahan di tengah arus gosip yang melanda sejumlah artis Indonesia. Di samping itu, peran keluarga sangat tinggi mendampingi kiprah Agnes terutama mewujudkan impiannya “go International”. Dukungan keluarga tampak nyata dalam diri kakaknya, Steve, yang sekaligus menjadi managernya sendiri.
                Selain dukungan keluarga, tidak kalah penting juga dukungan para fans yang t5idak pernah merasa bosan dengan penampilan Agnes Monika. Di antaranya seperti yang dialaminya ketika mengadakan Live In Concert pada 15 April lalu di Medan. “Dari berbagai kota yang pernah saya singgahi, tipikal dan karakter fans di Kota Medan ini sangat berbeda sehingga saya sangat senang sekali bila hadir ke sini. Dan bukan yang pertama, sebelumnya saya hadir untuk perkenalan album pun sambutan fans luar biasa, wow. Apalagi saat di bandara luar biasa gila,” ucap Agnes yang melanjutkan pendidikannya di OSU Amerika Serikat dengan Program Distance Education Jurusan Political Science,  dalam suatu temu pers sebelum mulai konser di Convention Centre Santika Hotel Medan. Dukungan para fans diakui Agnes menjadi penguat langkah karirnya dan Putri pasangan Jenny Siswono dan Ricky Suprapto ini tidak pernah berhenti mengucapkan terima kasihnya kepada masyarakat yang telah menerimanya dengan gembira melalui karya-karya spektakulernya. (Anthoni)


Sekularisme Tantangan Iman Umat


Mgr. Suharyo

Dalam seminar tentang Ekaristi bersama para pengikut St. Fransiskus dari Asisi di Jakarta bulan lalu, Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo, Pr mengungkapkan peran Ekaristi sebagai sumber iman dalam dunia modern menemukan tantangan sekularisme. ”Sekularisme berawal dari sekularisasi yakni pengakuan akan otonomi manusia yang disertai sikap menyingkirkan Allah. Bila dahulu, segala persoalan selalu dikaitkan atau dilihat dalam hubungannya dengan Allah, maka sekarang semua dianggap sebagai urusan manusia,” jelas Uskup yang juga adalah seorang Profesor Kitab Suci Perjanjian Baru tersebut.
”Sadar atau tidak sadar orang beragama pun sudah menganggap Allah tidak ada, sehingga keputusan-keputusan yang diambil dalam hidup tidak lagi mencermikan pengakuannya akan  adanya Allah,” pungkas Mgr. Suaharyo menambahkan. Beliau menekankan puncak dari sekularisme ialah hancurnya kehidupan manusia.  Kehancuran itu tidak lain karena manusia telah kehilangan fondasi dasar hidupnya, yakni iman. Untuk itu, Mgr. Suharyo mengajak umat untuk kembali kepada sumber hidupnya, yakni Ekaristi.
”Di dalam ekaristi, kita mampu menemukan siapa diri kita, yakni sebagai ciptaan. Karena itu, Ekaristi mesti selalu membarui hidup kita,” ungkapnya penuh keyakinan. Di dalam Ekaristi, manusia dapat menemukan hakikat hidupnya yang bersumber dari Allah.
”Untuk itulah maka upaya memaknai kembali Ekaristi sebagai sumber dan puncak iman kita menjadi perhatian Gereja, termasuk Gereja Keuskupan Agung Jakarta yang menjadikan tahun ini sebagai Tahun Ekaristi,” ujar Uskup.
”Kehidupan bersama akan menjadi harmonis bila setiap pribadi mampu mengalahkan sekularisme yang tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk menganggap diri berkuasa dan mampu melakukan segalanya” pungkas Uskup lagi.
 “Dalam Ekaristi kita merayakan Allah, Allah yang sungguh terlibat dalam hidup kita, Allah yang berkuasa atas kita. Jadi, bukan kita yang berkuasa atas hidup dan dunia ini, sebagaimana menjadi ciri sekularisme,” tegas Mgr. Suharyo menekankan. (Grantes)

14 Frater Ditahbiskan Menjadi Diakon


Sebanyak 14 Frater ditahbiskan menjadi diakon oleh Uskup Ruteng Mgr. Hubert Leteng, Pr yang bertempat di Aula Seminari Tinggi Ritapiret Maumere Flores Minggu 15 April lalu. Ke-14 Frater yang ditahbiskan adalah: Fr. Albertus Polikarpus Dedon (Keuskupan Agung Ende), Fr. Anicetus Rahmat Hami (Keuskupan Agung Ende), Fr. Antonius Sanor (Keuskupan Ruteng), Fr. Benediktus Rizaldo Baeng (Keuskupan Ruteng), Fr. Damianus Doweng (Keuskupan Larantuka), Fr. Dionisius Tasman Ware (Keuskupan Maumere), Fr. Fridus Masut (Keuskupan Ruteng), Fr. Hendrikus Nong (Keuskupan Maumere), Fr. Thomas Paulus Parera (Keuskupan Agung Ende), Fr. Silvester Gonzaga (Keuskupan Ruteng), Fr. Rick Jame Ruiz Domangan SDV (Kongregasi Vocationis), Fr. Donatus Pale Gare OCSO (Ordo Terapis) dan Fr. Andreas Era, O.Carm (Ordo Karmel).
Uskup Leteng pada kesempatan itu antara lain mengingatkan para diakon dalam tugasnya selalu bersikap netral dan berpihak pada semua golongan.”Para diakon harus netral dan janganlah terjebak dengan kepentingan kelompok tertentu,”tandas mantan Praeses Seminari Tinggi Ritapiret ini. (Yuven Fernandez)

Mgr Soegijapranata, Teladan Katolik Sejati:


‘menjadi seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia’
Mgr Soegijapranata

“Soegija menjadi tokoh penting baik bagi Gereja maupun negara. Semboyannya yang terkenal ‘menjadi seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia’ menginspirasi kita untuk menghayati agama sekaligus berperan serta dalam membangun bangsa,” ungkap Rm. Antonius Benny Susetyo, Sekertaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia dalam sebuah dialog baru-baru ini di Gedung KWI, Jakarta, menyongsong peluncuran Film Mgr. Soegija”. Film yang mengisahkan kehidupan dan karya seorang Katolik sejati, Mgr. Soegija ini disutradarai oleh seorang sutradara terkenal, Garin Nugroho dengan melibatkan beberapa artis nasional Indonesia. ”Untuk konteks sekarang pun orang Katolik tidak bisa tidak mesti terlibat dalam persoalan bangsa. Jangan lagi menganggap diri sebagai minoritas. Mari kita bersama-sama membangun bangsa ini,” Tambah Rm. Benny yang juga seorang alumni STFT Widya Sasana Malang ini. Dialog yang dihadiri oleh sejumlah seniman seperti para artis papan atas dan para produser film serta sejarahwan tersebut menjadi momen penting menggapai suatu dialog keberagaman dalam konteks Indonesia.
Garin Nugroho, dalam komentarnya memuji sosok Uskup Pribumi Pertama Indonesia tersebut sebagai seorang yang sangat humanis dan memiliki jiwa pluralis. “Film itu tidak hanya berbicara tentang agama Katolik melainkan lebih banyak tentang pesan universal dan kemanusiaan,” jelas Garin. Sementara itu, salah satu pemeran film ini, Olga Lidya, menyampaikan harapannya agar film ini dapat menghidupkan kembali semangat cinta akan kedamaian. “Opsi Soegija untuk menghentikan kekerasan perlu dihidupkan lagi,” ujar Olga. Dalam kesempatan yang sama, Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ign. Suharyo mengemukakan bahwa tindakan Mgr. Soegija merupakan wujudnyata dari kehendak Allah dalam menciptakan bonum commune. Ini menjadi panggilan khas iman Kristiani sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Film yang monumental ini rencananya akan tayang mulai 7 Juni 2012 mendatang di bioskop-bioskop XXI di Jakarta. Diharapkan Film yang mengambil setting di kota Semarang, Jawa Tengah ini dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan pluralisme di Indonesia. (Grantes)



Selasa, 17 April 2012

Megawati Soekarno Putri: “Saya akan maju menjadi presiden jika Rakyat menginginkan”


Mantan Presiden Indonesia, Megawati Soekarno Putri pada senin lalu, 16 April mengungkapkan kesiapannya untuk dicalonkan menjadi Presiden RI pada 2014 mendatang. “Saya akan maju menjadi presiden jika Rakyat menginginkan”, demikian ujar mantan Presiden wanita pertama Indonesia tersebut penuh keyakinan.

Pemimpin dan pendiri Partai Demokrat Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut begitu optimis bahwa ia akan memenangkan hati rakyat pada pemilihan presiden yang akan datang. Megawati menyampaikan bahwa optimismenya tidak sekedar optimisme pribadi tetapi berdasarkan dukungan dan permintaan masyarakat kepadanya. Putri dari Proklamator Indonesia, Soekarno tersebut mengungkapkan akan mempertimbangkan permintaan tersebut ketika mengunjungi Bali, pada Minggu 15 April lalu. Megawati menambahkan bahwa di manapun ia berada atau mengadakan kunjungan, dukungan terhadap kiprahnya selalu “mengalir”. (Anthoni Primus)

Senin, 16 April 2012

Pengelolaan Keuangan Pendidikan Katolik Melalui Investasi


Rapat Umum Anggota Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik  ke 29 Tahun 2012   12 – 15 Maret 2012 di Surabaya


Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) tahun 2012 ini melaksanakan Rapat Umum Anggota (RUA)  ke 29 di Surabaya yang berlangsung dari tangal 12 – 15 Maret 2012 bertempat di Hotel Mercure-Grand Mirama Surabaya. Tuan rumah dan panitia penyelenggara adalah Yayasan Widya Mandala dan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
Sebanyak 113 peserta mengikuti pertemuan rapat umum anggota yang setiap tahun diadakan, RUA ini bertemakan: “Meningkatkan Kualitas Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Melalui Manajemen dan Tata Kelola Keuangan” dihadiri Duta Besar Tahta Suci Vatikan untuk Indonesia Mgr. Antonio Guido Fillipazzi, Ketua Komisi Pendidikan KWI Mgr. Aloysius Sudarso SCJ dan Uskup Surabaya Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono. Tampak hadir juga badan pengurus APTIK, Sekretariat APTIK, Pemenang APTIK Award ke 2 tahun 2012, para Koordinator Program, Asisten Koordinator Program, Pimpinan Yayasan dan Perguruan Tinggi di lingkungan APTIK, para peninjau dan undangan khusus.
Kehadiran Dubes Tahta Suci ke Surabaya ini diundang APTIK kapasitasnya bukan sebagai kunjungan Pejabat Negara tapi kunjungannya sebagai Pejabat Gereja yang membuka secara resmi RUA APTIK ke-29 tahun 2012 ini. Acara pembukaannya berlansung di Auditorium Benedictus Unika Widya Mandala Surabaya.
Kehadiran Dubes Tahta Suci Vatikan ini di Surabaya sebagai Wakil Bapa Suci pada kesempatan ini menggarisbawahi bagaiman Bapa Suci sungguh memperhatikan karya pendidikan terutama pada pendidikan perguruan tinggi dalam konteks gereja Indonesia. Perhatian dari Bapa Suci ini terhadap karya pendidikan di Indonesia ditengah masyarakat telah digarisbawahi melalui berbagai pernyataan dari Bapa Paus yang dilanjutkan kepada pejabat negara dan komunitas Katolik Indonesia.
Seperti amanat yang telah disampaikan oleh Beato Yohanes Paulus II ketika Beliau bertemu dengan para cendikiawan di Unika Atma Jaya Jakarta pada tanggal 12 Oktober 1989 yang lalu. Bapa Suci senantiasa menggarisbawahi bahwa karya pendidikan merupakan salah satu kontribusi yang terpenting dapat diberikan oleh gereja kepada bangsa Indonesia sekaligus Bapa Suci meminta kepada pejabat negara agar senantiasa menghormati dan mendukung kebebasan gereja untuk berkarya dalam bidang ini. Paus Pius ke XII juga ketika menerima wakil diplomatik dari negara Indonesia di tahta suci untuk pertama kalinya sesudah merdeka, mengingatkan bahwa Presiden Soekarno berhak menyatakan bahwa karya umat Katolik dalam bidang pendidikan ini perlu dibawah wewenang Pancasila sendiri.

Pesan Nuntius
Dalam sambutannya sebelum membuka secara resmi RUA APTIK ini Nuntius mengatakan, rapat umum ini merupakan kesempatan untuk melanjutkan dan meningkatkan mutu dan tugas luhur dalam bidang pendidikan yang dipercayakan gereja kepada kita sekalian. Tujuan cita-cita pernah tercapai karena tuntutan dari gereja dan masyarakat serta tuntutan dilihat dari tugas dalam bidang pendidikan itu sendiri, terus-menerus membawa pembaharuan berkelanjutan. Tuntutan-tuntutan terus bermunculan dan demikian juga tantangan dalam masalah yang mempersulit tugas pendidikan-pendidikan anda sekalian, diantara tantangan-tantangan ini ada juga yang berkaitan dengan pengelolaan universitas dan lembaga lain yang diwakili di sini. Inilah fokus perhatian dalam pendalaman dan diskusi yang akan berlangsung selama beberapa hari di pertemuan ini.  
“Saya tidak bermaksud dan tentu saja ini bukan kapasitas saya untuk memberi nasihat yang bersifat teknik, lagipula kita semua menyadari betapa menyakini semua saudara-saudari kita yang bertugas dalam tata pengelolaan karya pendidikan di universitas. Saya ingin mengingatkan bahwa sambil mendalami tema dan persoalan-persoalan ini kita tidak boleh mencari solusi hanya dari sudut pandang pragmatis belaka. Kita tidak boleh menghemat dan berinvestasi secara cermat ataupun mencari subsidi tanpa memperhatikan cara untuk memenuhinya. Kita mesti mengingat bahwa setiap upaya untuk memperbaharui tata kelolaan tidak boleh lepas dan beberapa masukan yang tidak dapat ditawar-menawar oleh universitas Katolik,” ucap Nuntius.
Poin pertama ialah bahwa kita mungkin selalu mengenang tujuan yang sebenarnya dari universitas Katolik, misinya ialah misi seluruh gereja yang  dipanggil untuk mewartakan Injil yakni meneruskan misi Yesus Kristus sendiri. Mereka yang berkarya dan bekerja di universitas Katolik tidak bertujuan untuk studi dan penelitian belaka seperti di universitas yang lain. Lebih lagi, kita tidak boleh bertujuan untuk mencari untung kepentingan pribadi, sukses dan pindah politik atau sosial untuk memenuhi karya pendidikan. Jika gereja ini dan memiliki universitas Katolik, tujuannya ialah agar universitas-universitas ini memberi kontribusi sesuai dengan ciri khasnya masing-masing demi kedatangan kerajaan Allah. Kita semua tahu bahwa tidak sedikitlah jumlahnya orang non-Kristiani yang mengenal Kristus dan iman Katolik, justru melalui kemuliaan di lembaga-lembaga perguruan tinggi Katolik. Pada awal karya penelitian, Yesus mengutip kata-kata nabi “Tuhan tengah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin. Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa kaum miskinlah yang musti kita prioritaskan seperti pada zaman Yesus sendiri. Oleh karena itu tidak bisa disetuju jika lembaga-lembaga Katolik hanya menerima pemuda-pemudi yang kaya, hanya karena krisis kesulitan dari segi finansial. Sejarah gereja memberi contoh yang banyak mengenai orang-orang suci yang mempersembahkan hidupnya dan mendirikan lembaga-lembaga untuk memberikan akses bahwa pendidikan kepada mereka yang tidak mampu.
Satu poin lainnya, menurut Nuntius, tidak boleh kita lupakan itikad kita membicarakan soal-soal yang menyangkut tata pengelolaan. Kita cukup jelas bertujuan baik, tujuan itu mesti kita capai melalui sarana-sarana yang baik juga. Tentu saja kita semua sadar, bahwa manajemen lembaga-lembaga kita meski memadai agar universitas dapat hidup dan berkarya tanpa hambatan finansial. Namun, dengan mengingat harus mengurus prinsip kebenaran, keyakinan, transparansi, hormat pada manusia, dan hukum serta ketulusan moral. Kita mengingat kata-kata Yesus yang mengatakan bahwa kita ada di dunia namun bukan dari tudingan yakni kita tidak bisa memakai pola pikir duniawi yang sedemikian selebihnya dipakai untuk berurusan dalam bidang sosial dan ekonomi, memakai pola pikir duniawi dalam mengelola universitas Katolik merupakan kesaksian yang bertentangan dengan Injil. Injil, kaum miskin dan keadilan, ketiga kata ini merangkul semua idealisme yang tidak dapat ditawar ketika kita berbicara soal pengelolaan universitas agar tetap terjaga ciri khas universitas Katolik. Tentu saja, hal tersebut tidak berarti menyangkal ataupun merendahkan pentingnya kompetensi dan profesionalitas. Dua-duanya merupakan visi dan kor yang sama, kita tidak boleh memisahkannya jika sungguh mau berkomitmen demi pendidikan melalui karya perguruan tinggi. Tema yang akan dibahas dalam pertemuan ini agak kompleks, baik karena sulitnya topik sendiri maupun pembahasannya mesti tetap berkenaan dengan arti dan budi baik kita Katolik yang sebenarnya.
Meskipun demikian kita tidak boleh melupakan bahwa kita sangat terbantu oleh kerjasama kita sebagai anggota dari lembaga ini harus menjadi ruangan untuk menemukan formasi, membagi-bagi, memberi nasihat, dan merencanakan bersama. Dalam pertemuan anda sekalian diajak untuk membagi pengalaman masing-masing serta jalan dan solusi terbaik untuk masa depan. Kita mensyukuri apa adanya lembaga seperti ini serta menyadari bahwa organisasi harus difungsikan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, selama berlangsungnya pertemuan semua anggota dengan rela membagi pengetahuan dan pengalaman yang dia miliki. Dan juga rela menerima dorongan, nasihat, usul, saran dan koreksi dari anggota-anggota lain. Kadangkala sikap kurang rendah hati dan kedangkalan dalam relasi antara kita mengalami kerelaan yang bersisi dua berseteru. Dengan demikian kita tidak memperhatikan orang lain,  hendak mendalami rasa yang mereka dapatkan jika bersifat depresif dan agresif terhadap orang lain. Kita tidak rela lebih jauh kembali, karena dalam perbuatan kita dan sebagainya. Oleh karena itu kita tidak akan memanfaatkan kekayaan dan hal-hal berguna yang diutarakan dalam assembling ini.
Sehingga pertemuan ini akan menjadi kegiatan sia-sia, sesuatu yang dijalankan sebagai kewajiban diantara kegiatan lain yang mengisi agenda kita semata. Saya percaya bahwa saudara sekalian menyadari betapa besar manfaatnya dari pertemuan ini guna menghadapi persoalan-persoalan yang menjadi keprihatinan kita bersama dengan seluruh gereja Indonesia. Saya juga yakin bahwa saudara sekalian berkomitmen untuk menjadikan pertemuan ini, berkesempatan memperoleh wacana dan gagasan, penghiburan dan semangat baru guna kembali ke tugas anda di perguruan tinggi masing-masing dalam menghadapi kesulitan baik kecil maupun besar yang dialami dalam pengelolaan dan administrasi sehari-hari.

Peningkatan kualitas perguruan tinggi
Ketua Komisi Pendidikan KWI Mgr Aloysius Sudarso SCJ dalam sambutannya memberikan apresiasi kepada APTIK yang mendorong anggotanya melakukan berbagai pengembangan bagi pimpinan yayasan dan perguruan tinggi, dosen maupun karyawan melalui berbagai pelatihan kepemimpinan, manajemen dan bahkan dalam dua periode terakhir memfasilitasi pemberian hadiah kepada para peneliti yang berprestasi. Meningkatkan dedikasi dan kompetensi dosen di Indonesia merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena diperlukan langkah strategis untuk memetakan, menjaring kualitas dosen dalam meningkatkan keterampilan mengajar dan membangkitkan keprofesionalisme mereka.
Berbekal pengetahuan yang cukup dan pengalaman yang teruji, Komisi Pendidikan KWI berharap APTIK dapat menyebarluaskan tata kelola penyelenggaraan pendidikan yang baik dikalangan lembaga-lembaga pendidikan Katolik di Indonesia yang sedang menghadapi berbagai ancaman budaya konsumerisme, intoleransi dan radikalisme agama yang didukung hilangnya draft kepercayaan akhir-akhir ini yang membahayakan hidup bernegara dan berbangsa. Kepercayaan satu sama lain juga terhadap pemerintah dan sebagainya sangat juga mempengaruhi situasi kita.

“Kami berharap agar keunggulan tata kelola pendidikan di zaman ini akan terwujud juga ditengah-tengah perguruan tinggi Katolik dibawah APTIK ini. Dengan kepemimpinan yang visioner learning centre organiz system dengan ketetapan berfokus ke masa depan dan mempunyai tanggung jawab sosial sebagaimana yang sangat diharapkan dan diperjuangkan serta memperjuangkan nilai-nilai yang luhur,” ucap Mgr Aloysius yang juga Uskup Agung Palembang.
APTIK yang terdiri dari 17 Anggota Yayasan pengelola bagi 19 Perguruan Tinggi Katolik memiliki sekitar 79.000 mahasiswa. Beberapa diantara perguruan tinggi Katolik berada diantara 50 perguruan tinggi terbaik di Indonesia yang diumumkan Dirjen Pendidikan Tinggi setiap tahunnya, walaupun harus diakui masih terdapat anggota APTIK yang harus mengejar ketinggalan untuk itu.
Sementara itu Ketua APTIK  Richardus Djokopranoto pada sambutannya berharap dari hasil pertemuan dan pendalaman ini akan memungkinkan para anggota APTIK untuk lebih mampu lagi menata dan mengembangkan kekayaan yang dipercayakan masyarakat untuk kinerja dan kualitas perguruan tinggi masing-masing.
Sebagaimana telah diketahui bersama tema RUA APTIK sama dengan tema Hari Studi APTIK di bulan Oktober 2011. Yaitu: “Meningkatkan Kualitas Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Melalui Manajemen dan Tata Kelola keuangan”. Tema ini sama dengan hari studi, karena memang ingin melanjutkan pembicaraan dan diskusi, sebagai kelanjutan dari pembicaraan dan pendalaman di hari studi yang lalu dibicarakan tentang manajemen perguruan tinggi, tata kelola keuangan perguruan tinggi dan wealth manajement penyelenggaraan perguruan tinggi dari para narasumber di dalam kalangan sendiri. kali ini pendalaman akan dilengkapi dengan menerima penjelasan narasumber dari lembaga pengelola keuangan dan lembaga manajer investasi pengelola reksadana terbesar di Indonesia.

Pengelolaan keuangan yang transparansi
Sebelumnya bertempat di Bangkok Room, Hotel Mercore-Grand Mirama Surabaya, Ketua APTIK Richardus Djokopranoto dan Sekretaris APTIK Prof. Bernadette Setiadi serta Ketua Panitia Penyelenggara Kuncoro Foe mengadakan Press Conference kepada para media cetak dan elektronik. Pada press conference itu disampaikan bahwa kebijakan pemerintah yang mendorong manajemen perguruan tinggi untuk terus mengupayakan pengelolaan perguruan tinggi secara otonom, akuntabel, dan transparan telah membuka peluang bagi penyelenggara perguruan tinggi untuk dapat melakukan berbagai langkah terobosan yang inovatif dan kreatif. Hal ini pada gilirannya diyakini mampu menghasilkan produk pendidikan yang bermutu, dalam hal lulusan, hasil riset dan publikasi, karya inovasi, dan pada akhirnya memperbesar kontribusinya bagi pembangunan bangsa.
Press conference ini hanya berlangsung 30 menit, para awak media ada bertanya mulai soal dosen asing yang mengajar di perguruan tinggi di Indonesia, lalu bertanya bagaimana manajemen tata kelola keuangan secara terbuka di sebuah perguruan tinggi hingga standarisasi bagi keanggotaan APTIK itu sendiri. “Menjadi pemikiran yang serius bagi penyelenggara pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarkat untuk mencari sumber pendanaan alternatif selain uang sumbangan pembinaan pendidikan dari mahasiswa. APTIK sebagai suatu asosiasi berskala nasional yang beranggotakan Yayasan Pendidikan Tinggi Katolik, serius menyikapi hal tersebut,” ucap Djokopranoto kepada media yang hadir.

Pada kesempatan itu Ketua APTIK Menyampaikan sejarah APTIK yang didirikan tahun 1984 di kota Surabaya (28 tahun), waktu didirikan anggotanya baru 4. Kini anggotanya ada 17 Yayasan yang menyelenggarakan perguruan tinggi Katolik, 17 yayasan ini yang mengelola 19 Perguruan Tinggi yang ada di seluruh Indonesia, mulai dari Pontianak, Medan, Palembang, Jakarta, Jogyakarta, Semarang, Madiun, Surabaya, Makassar, Kupang dan Menado.
Kegiatan APTIK hanya sebagai asosiasi bersama-sama secara sinergis saling bertukar pengalaman, bekerjasama, saling memajukan untuk mempelajari hal-hal yang sama, yang berpengalaman banyak membantu yang muda – yang kuat membantu yang lemah sehingga bisa maju bersama. Secara konkrit setiap tahun mempunyai 2 pertemuan secara nasional yang diikuti anggota. Seperti diadakan setiap minggu pertama atau kedua di bulan Maret yang dinamakan RUA APTIK, badan tertinggi adalah rapat umum anggota untuk membicarakan sesuatu topik dan juga membicarakan program kerja serta menilai dan menganalisis program kerja tahun yang lalu kemudian membuat anggaran dan sebagainya. Secara rutin diadakan dengan tempat yang berpindah-pindah dimana anggota APTIK berada.
Pertemuan nasional kedua yang adakan tiap bulan Oktober merupakan hari studi, selama 2 hari melakukan studi bersama tentang suatu topik tertentu. Studi pada Oktober yang lalu (2011) dan RUA sekarang ini (2012) yang sekarang ini menjadi tema, yaitu: “Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi melalui manajemen dan tata kelola keuangan”. Setiap tahun berganti topiknya. Sebetulnya ada tiga hal krusial yang menentukan kemajuan dari perguruan tinggi. Pertama, peraturan dan perundang-undangan yang ada mengenai pendidikan tinggi. Kedua, mengenai peningkatan mutu dosen dan Ketiga, mengenai kemampuan keuangan. Kali dibicarakan mengenai bagaimana mengatur keuangan, bagaimana mengelola secara tata kelola yang baik dan bagaimana menginvestasikan keuangan ini sebaik-baiknya sehingga apa keuangan yang terbatas ini bisa digunakan seoptimal mungkin dan sebagainya. Untuk ini mengundang narasumber dari dalam maupun dari luar.

Perencanaan keuangan yang baik
Ketua panitia Kuncoro Foe menuturkan Perguruan tinggi maupun sekolah tinggi yang tersebar dari paling barat Medan hingga paling timur Kupang, bagaimana caranya pengelolaan manajemen dan sumber daya terbatas ini bisa tetap menyediakan pendidikan tinggi yang berkualitas, memperluas akses terutama untuk daerah-daerah yang tertinggal sehingga itulah mungkin bisa menjadi bahan diskusi kita sebagai bentuk keprihatinan dan komitmen kita bersama untuk mendukung kualitas perguruan tinggi yang baik di Indonesia.
Ketua APTIK menjawab di dalam UU Yayasan yaitu UU No. 16 tahun 2001 yunto No. 28 tahun 2004  di sini sudah diatur Yayasan termasuk yayasan penyelenggara perguruan tinggi atau yayasan penyelenggara sekolah, jika kekayaannya itu melebihi 20 milyar, dia harus menyampaikan laporan keuangannya itu harus diaudit  dan harus disampaikan kepada publik. Juga kalau menerima donasi lebih dari 50 juta satu tahun juga harus menyampaikan itu kepada publik, itu bentuk keterbukaan transparansi tata kelola yang baik. Tapi mungkin ini belum mulai dijalankan, sebetulnya karena relasi UU Yayasan ini masih baru dan masih belum semuanya melaksanakan itu. Tapi semuanya itu sudah diatur seperti itu suatu cara  supaya ada transparansi. Akuntan publik yang sudah mempunyai izin dari pemerintah untuk  mengaudit.
Dalam RUA APTIK ini tidak mengeluarkan rekomendasi apapun, RUA ini hanya memperkuat keuangan bagi para anggota APTIK sendiri, seperti ada anggota yang belum bisa laporan keuangannya diaudit, perlu perencanaan agar bisa diaudit oleh akuntan publik. Itulah tata kelola keuangan yang baik. Anggota APTIK itu sangat bervariasi, APTIK sebagai asosiasi tidak menentukan ini dan itu kepada anggotanya. Masing-masing anggota itu bebas menentukan sendiri, jadi bermacam-macam anggota APTIK itu dibagi menjadi tiga bagian, yakni: Besar, yang mana anggota APTIK yang memiliki mahasiswa lebih dari 5000 orang. Sedang, yang mahasiswanya antara 1000 – 5000 orang. Kecil, mahasiswanya yang memiliki dibawah 1000 orang. Kira-kira sepertiga jumlahnya ada yang besar, sedang dan kecil. Masing-masing anggota itu mempunyai program untuk proyek beasiswa bagi mereka yang perlu dibantu.
Bernadette menyampaikan bahwa perguruan tinggi yang dibiayai dari dana masyakat perlu mempertanggungjawabkan kembali tetapi dalam hal ini yang terutama adalah bagaimana meningkatkan efisiensi, karena dana sangat terbatas sedangkan penggantian dan sebagainya itu masih tergantung kepada dana dari mahasiswa dan dana-dana penelitian yang masih dicari, oleh karena itu efisiensi masih sangat penting. Penyikapan yang dilakukan dalam hal administrasi, seleksi kepegawaian dan sebagainya, diusahakan supaya rasionya lebih terbatas seperti kemampuannya yang baik sehingga demikian bekerja dengan baik pula. Tetapi ini semua tergantung kepada pengalaman masing-masing universitas. Kekuatan dari Asosiasi ini adalah bagaimana para anggota yang besar dan lebih tua usianya men-share pengalamannya kepada yang lebih muda sehingga tidak akan mengalami kesulitan seperti pada pengalaman-pengalaman sebelumnya. “Selama 28 tahun ini semangat solidaritas dan subsidiaritas serta sinergitas dalam setiap programnya dan saling membantu satu sama lainnya oleh setiap anggota tanpa mengurangi otoritas dari masing-masing perguruan tinggi yang menjadi anggota APTIK,” tambah Kuncoro.  
Sistem kerja yang dilakukan APTIK kepada anggotanya, menurut Djokopranoto, bahwa setiap anggota membayar iuran secara tertentu yang besar membayar lebih besar dari yang kecil, jadi tidak persis sama tapi tergantung dari jumlah mahasiswanya. Jadi perguruan tinggi yang besar membayar iuran makin lebih besar dan selama itu dibayarkan secara tepat waktu, lalu ada dana kebersamaan yang digunakan bersama-sama untuk menyekolahkan para dosen yang harus berpendidikan minimum S2 atau S3 di perguruan tinggi itu. Ini program yang sejak 25 tahun yang lalu itu dengan dana kebersamaan itu membiayai pendidikan dosen-dosen untuk mendapatkan program S2 dan S3. Perioritasnya yang lepas itu mendapatkan perioritas yang lebih besar daripada yang kuat itu, kerjasamanya itu dengan uang iuran dan sebagainya.

Mengelola keuangan dengan menginvestasi
Poin-poin yang dibicarakan selama RUA ini, dalam pembahasan tata kelola keuangan ini APTIK mengundang dua narasumber dari manajer investasi yang memberikan kita bagaimana cara supaya dana yang ada yang dipunyai masing-masing anggota itu supaya diinvestasikan supaya mendapatkan penghasilan yang lebih besar daripada sekedar deposito. Sekarang ini, tata cara managemen keuangan yang tradisional itu disimpan dalam bentuk tabungan dan deposito, ini adalah ciri dari masyarakat tradisional seperti itu. Tapi ciri masyarakat modern itu sudah ada dengan investasi-investasi antara lain diinvestasi di instrumen keuangan dan sebagainya. Kita mendengar dari nara sumber itu bagaimana dan terserah kepada anggota yang mulai berpikir juga ke arah itu. Kalau kita melihat universitas-universitas di luar neger negeri di negara yang sudah maju telah lama menggunakan cara-cara investasi yang mana bagaimana mengelola keuangan dengan menginvestasikan selain hanya tabungan dan deposito. Ini sesuatu yang baru itu, diantara anggota ini sudah ada yang melakukan tapi masih banyak yang belum. Di samping itu juga dalam RUA ini membicarakan program-program rutin dan juga membicarakan peraturan-peraturan pemerintah yang sedang jadi pembicaraan, misalnya RUU tentang Pendidikan Tinggi, lalu peraturan Dirjen Dikti mengenai keharusan mempublikasikan karya ilmiah. Semua yang dibicarakan tersebut akan diambil sikap dari APTIK dan dirumuskan sesudah RUA ini. Harapan dari RUA ini, terbuka kesempatan kepada anggota RUA untuk menata kembali mengenai manajemen keuangan dan berani mencari cara-cara yang baru, selain cara yang tradisional dalam mengelola keuangan yang dipercayakan masyarakat kepada mereka.
Menurut data APTIK, perguruan tinggi Katolik yang jumlah terbesar mahasiswanya adalah Unika Atma Jaya Jakarta yang mahasiswan hampir 13.000. Dalam APTIK sendiri tidak ada istilah pembuatan rangking kepada anggotanya. APTIK sendiri melakukan dengan memacu pengembangan standar dan sebagainya, misalnya untuk kedua kalinya mengadakan APTIK Award yang memberikan penghargaan kepada dosen-dosen terbaik bagi anggota Asosiasi ini. APTIK Award ini dilaksanakan 3 tahun sekali, kriterianya sama dengan yang di Dikti dilihat dari sisi pengajaran, penelitian dan sebagainya itu dikompetensikan.
Djokopranoto mengakui bahwa APTIK sendiri tidak melakukan pemerangkingan bagi anggotanya. Melihat rangking dibuat salah satu media cetak nasional, kota-kota yang ada anggota APTIKnya selalu ada masuk dalam rangking yang dibuat media tersebut, misalnya: Unika Atma Jaya Jakarta, Parahyangan Bandung dan Sanata Dharma Yogyakarta, Soegijopranoto Semarang, Widya Mandala Surabaya dan Atma Jaya Jogyakarta. (Parulian Tinambunan – Surabaya)

Pesan Bapa Suci Pada Peringatan Hari Orang Sakit Sedunia ke-20 (11 Februari 2012)


“Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” (Luk 17:19)
Saudara-saudari yang terkasih,
Pada kesempatan Hari Orang Sakit Sedunia, yang akan kita peringati pada tanggal 11 Februari 2012, bersamaan dengan peringatan Penampakan Santa Perawan Maria di Lourdes, saya ingin memperbaharui kedekatan saya secara rohani dengan semua orang yang sakit, yang berada di tempat-tempat perawatan, atau yang dirawat oleh keluarganya di rumah, untuk menyatakan perhatian dan kasih dari segenap warga Gereja kepada masing-masing dari mereka. Dalam menyambut kehidupan setiap manusia dengan penuh cinta dan kemurahan, terutama mereka yang hidup dalam sakit dan kelemahan, seorang Kristen mengungkapkan sebuah aspek penting dari kesaksiannya terhadap Injil, mengikuti teladan Kristus, yang menghampiri dan melawati penderitaan fisik maupun spiritual manusia untuk menyembuhkan mereka.
1. Tahun ini, yang melibatkan persiapan untuk Hari Orang Sakit Sedunia yang akan diperingati di Jerman pada tanggal 11 Februari 2013 dan akan berfokus pada figur Injil Orang Samaria Yang Baik Hati (bdk. Luk 10 : 29-37), saya ingin menekankan mengenai yang disebut sebagai “sakramen penyembuhan”, yaitu sakramen Tobat dan Pengakuan Dosa serta sakramen Pengurapan Orang Sakit, yang keduanya mencapai kepenuhannya di dalam Komuni Ekaristi.
Perjumpaan Yesus dengan sepuluh orang kusta, yang dikisahkan dalam Injil Santo Lukas (bdk. Luk 17 : 11-19), dan khususnya kata-kata yang ditujukan oleh Tuhan kepada salah seorang dari mereka, “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau” (ay.19), membantu kita untuk menyadari pentingnya iman bagi mereka yang, dalam keadaan terbeban oleh penyakit dan penderitaan, mendekat kepada Tuhan. Dalam perjumpaan mereka dengan Dia, mereka sungguh mengalami bahwa ia yang sungguh percaya, tak pernah sendirian! Sungguh, Tuhan, di dalam Putera-Nya, tidak mengabaikan kita dalam kepedihan dan penderitaan kita, tetapi Ia dekat pada kita, menolong kita untuk menanggung semua itu, dan rindu untuk menyembuhkan kita di kedalaman batin kita (bdk. Mark 2:1-12).
Iman penderita kusta yang seorang itu, setelah menyaksikan bahwa dirinya telah disembuhkan, ia dipenuhi dengan rasa takjub dan sukacita, dan tidak seperti para penderita kusta lainnya, ia segera kembali kepada Yesus untuk mengungkapkan rasa syukurnya, memampukan kita untuk meyakini bahwa kesehatan yang diperoleh kembali adalah suatu tanda dari sesuatu yang lebih berharga daripada sekedar kesembuhan fisik, hal itu adalah tanda keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita melalui Kristus; tanda itu ditemukan di dalam kata-kata Yesus: imanmu telah menyelamatkan engkau. Orang yang di dalam penderitaan dan sakitnya berdoa kepada Tuhan merasa pasti bahwa cinta Tuhan tidak akan meninggalkan dia, dan juga bahwa cinta Gereja, yang menjadi perpanjangan dari karya keselamatan Tuhan, tak akan pernah gagal. Kesembuhan fisik, sebagai sebuah tanda keselamatan yang terdalam yang nampak dari luar, menyatakan kepada kita pentingnya iman yang dimiliki orang itu, dengan segenap tubuh dan jiwanya, kepada Tuhan. Masing-masing sakramen, untuk keperluan itu, menyatakan dan menjadikan aktual kedekatan Tuhan sendiri, yang, sungguh secara cuma-cuma diberikan, “menyentuh kita melalui hal-hal material….yang Ia gunakan dalam pelayanan-Nya, membuat hal-hal itu menjadi instrumen dari perjumpaan di antara kita dan Diri-Nya” (Homily, Chrism Mass, 1 April 2010). “Kesatuan di antara ciptaan dan penebusan telah dijadikan nyata. Sakramen itu adalah suatu ekspresi fisik dari iman kita, yang menjangkau keseluruhan keberadaan orang yang sakit itu, baik badan maupun jiwanya” (Homily, Chrism Mass, 21 April 2011).
Yang pasti, tugas yang utama dari Gereja adalah mewartakan Kerajaan Allah,” Namun pewartaan ini haruslah merupakan sebuah proses penyembuhan: ‘merawat orang-orang yang remuk hati’ (Yes 61:1)” (ibid.), menurut wewenang yang dipercayakan Yesus kepada para murid-Nya (bdk. Luk 9:1-2; Mat 10:1,5-14; Mrk 6:7-13). Rangkaian dari kesehatan fisik dan pembaharuan setelah sembuh dari luka jiwa itu membantu kita untuk mengerti lebih baik mengenai “sakramen-sakramen penyembuhan.”
2. Sakramen Pengakuan Dosa telah seringkali menjadi pusat refleksi dari Para Imam Gereja, terutama karena begitu pentingnya sakramen ini dalam perjalanan hidup Kristiani, mengingat bahwa “Seluruh kukuatan Sakraman Pengakuan Dosa ialah bahwa ia memberi kembali kepada kita rahmat Allah dan menyatukan kita dengan Dia dalam persahabatan yang erat”. (Katekismus Gereja Katolik, 1468). Gereja, dalam terus menerus menyerukan pesan Yesus akan pengampunan dan rekonsiliasi, tak pernah berhenti untuk mengundang segenap umat manusia untuk bertobat dan percaya kepada Injil. Gereja menjadikan miliknya sendiri, panggilan dari Rasul Paulus: “Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah (2 Kor 5:20). Yesus, selama hidupnya di dunia, mewartakan dan menghadirkan belas kasihan Allah Bapa. Dia datang bukan untuk menghakimi melainkan untuk mengampuni dan menyelamatkan, untuk memberi harapan dalam kegelapan yang paling pekat dari dosa dan penderitaan, dan untuk memberikan hidup yang kekal; oleh karena itu dalam sakramen Tobat, di dalam “pengobatan pengakuan”, pengalaman akan dosa tidak merendahkan manusia kepada keputusasaan, namun membuatnya berjumpa dengan Sang Cinta yang selalu mengampuni dan mengubahkan (bdk. Yohanes Paulus II, Post-Synodal Apostolic Exhortation Reconciliatio et Paenitentia, 31).
Allah, “yang penuh dengan belas kasihan” (Ef 2:4), seperti figur ayah di dalam kisah perumpamaan dalam Injil (bdk. Luk 15:11-32), tidak menutup hati-Nya terhadap siapapun dari anak-anak-Nya, melainkan menunggu mereka kembali, mencari mereka, menjangkau mereka, di mana penolakan mereka terhadap persekutuan memenjarakan mereka dalam keterpisahan dan perpecahan, dan Ia memanggil mereka untuk berkumpul di sekeliling meja-Nya, dalam sukacita pesta pengampunan dan rekonsiliasi. Satu penderitaan, yang dapat membuat seseorang menjadi begitu rapuh sehingga merasa kecil hati dan tak punya pengharapan, dapat kemudian diubahkan menjadi suatu kesempatan rahmat yang memungkinkan ia kembali kepada dirinya, dan seperti si anak hilang dalam perumpamaan Injil, untuk berpikir baru tentang kehidupannya, mengenali kesalahan-kesalahan dan kegagalannya, untuk merindukan pelukan kasih Bapa, dan mengikuti jalan pulang menuju ke rumah-Nya. Dia, dalam cinta-Nya yang begitu besar, selalu dan di mana-mana Ia memelihara hidup kita dan menantikan kita, menawarkan kepada setiap anak-Nya yang kembali kepadaNya, suatu karunia rekonsiliasi dan sukacita yang penuh.
3. Dari sebuah bacaan Injil tampak dengan jelas bahwa Yesus selalu menunjukkan keprihatinan khusus kepada orang yang sakit. Ia tidak hanya mengutus para murid-Nya untuk merawati luka-luka mereka (bdk. Mat 10:8; Luk 9:2;10:9) tetapi juga memberikan kepada mereka sebuah sakramen yang khusus: Pengurapan Orang Sakit. Surat Yakobus memuat kesaksian telah hadirnya tindakan sakramental ini dalam komunitas jemaat Kristen perdana (bdk. Yak 5:14-16): melalui Pengurapan Orang Sakit, disertai doa-doa dari para penatua jemaat, segenap Gereja menyerahkan umat yang sakit kepada penderitaan Kristus dan kemuliaan-Nya, sehingga Ia dapat mengangkat penderitaan mereka dan menyelamatkan mereka; Gereja sungguh mendorong mereka untuk menyatukan diri mereka secara rohani kepada sengsara dan wafat Kristus yang pada gilirannya berperan memberikan sumbangan kebaikan kepada segenap Umat Tuhan.
Sakramen ini membawa kita untuk merenungkan dua misteri dari Bukit Zaitun, di mana Yesus menemukan diri-Nya secara dramatis dihadapkan dengan jalan yang telah ditunjukkan Bapa kepada-Nya, mengenai sengsara-Nya, sebuah tindakan kasih yang tertinggi; dan Ia menerimanya. Dalam momen-momen kepedihan itu, Dia adalah Sang pengantara, “menanggung dalam diri-Nya, mengambil baginya penderitaan dan sengsara dunia ini, mengubahnya menjadi sebuah jeritan kepada Allah, membawanya ke hadapan Allah dan ke dalam tangan Allah sehingga sungguh membawa semua itu kepada momen penebusan” (Lectio Divina, Meeting with the Parish Priests of Rome, 18 February 2010). Namun, “Taman Getsemani adalah juga suatu tempat di mana Ia naik kepada Bapa, dan maka menjadi suatu tempat penebusan…..dua buah misteri Bukit Zaitun itu juga selalu “bekerja” di dalam minyak sakramen Gereja…tanda kebaikan Tuhan yang menjangkau kita untuk menyentuh kita” (Homily, Chrism Mass, 1 April 2010).. Dalam Pengurapan Orang Sakit, materi sakramental dari minyak diberikan kepada kita, menceritakan “sebuah pengobatan dari Tuhan…yang kini menjamin kita akan kebaikan-Nya, menawarkan kepada kita kekuatan dan penghiburan, dan dalam waktu yang sama, menunjukkan melampaui saat-saat sakit penyakit kepada kesembuhan yang menetap dan nyata, yaitu kebangkitan (bdk. Jas 5:14)” (ibid)
Sakramen ini layak mendapat perhatian yang lebih besar hari ini, baik dalam refleksi teologi maupun dalam pelayanan pastoral bagi orang sakit. Lewat apresiasi yang pantas yang terkandung dalam doa-doa liturgi yang diadaptasi dalam berbagai situasi kehidupan manusia yang berkaitan dengan penyakit, dan tidak hanya ketika seseorang berada pada akhir hidupnya (bdk. Katekismus Gereja Katolik, 1514), Pengurapan Orang Sakit selayaknya tidak dianggap sebagai suatu “sakramen yang minor (kurang penting)” dibandingkan dengan sakramen-sakramen lainnya. Perhatian dan pelayanan pastoral bagi orang sakit, sementara pada satu sisi, adalah sebuah tanda dari kebaikan Tuhan kepada mereka yang menderita, di sisi lain juga membawa perkembangan rohani kepada para imam dan segenap komunitas Gereja, dalam kesadaran bahwa apa yang diperbuat kepada orang yang paling kecil, sesungguhnya diperbuat kepada Yesus sendiri (bdk. Mat 25:40)
4. Sehubungan dengan “sakramen penyembuhan”, Santo Agustinus menyatakan: “Tuhan menyembuhkan semua penyakitmu. Maka, jangan takut, semua sakit penyakitmu akan disembuhkan….Engkau hanya harus mengijinkan Dia untuk menyembuhkanmu dan engkau tidak boleh menolak tangan-Nya” (Exposition on Psalm 102, 5; PL 36, 1319-1320). Ini adalah sebuah instrumen berharga dari rahmat Tuhan yang membantu seorang yang sakit untuk menempatkan dirinya secara lebih penuh kepada misteri wafat dan kebangkitan Kristus. Bersama dengan kedua sakramen ini, saya juga ingin menekankan pentingnya Ekaristi. Diterima pada saat menderita sakit, sakramen ini memberikan dalam satu cara yang tunggal untuk mengerjakan sebuah transformasi, menghubungkan orang yang mengambil bagian dalam Tubuh dan Darah Kristus, kepada persembahan yang Ia buat sendiri kepada Allah Bapa untuk keselamatan semua manusia. Seluruh komunitas eklesial, dan komunitas paroki khususnya, harus memberikan perhatian sebagai jaminan kemungkinan menerima Komuni Kudus secara teratur, untuk mereka yang, demi alasan kesehatan atau usia lanjut, tak dapat pergi ke gereja. Dengan cara ini, saudara dan saudari ini diberikan jalan untuk memperkuat relasi mereka dengan Kristus, yang disalibkan dan bangkit, mengambil bagian, melalui hidup mereka yang dipersembahkan demi cinta kepada Kristus, di dalam misi utama Gereja. Dari sudut pandang ini, adalah penting bahwa para imam yang mempersembahkan pekerjaan mereka yang tidak menyolok di rumah sakit-rumah sakit, di rumah-rumah jompo dan rumah-rumah perawatan bagi orang sakit, merasa bahwa mereka adalah sungguh “pelayan-pelayan orang-orang sakit”, tanda dan instrumen belas kasihan dari Kristus yang harus menjangkau setiap orang yang ditandai oleh penderitaan.” (Message for the XVIII World Day of the Sick, 22 November 2009).
Selaras dengan Misteri Paskah Kristus, yang juga dapat dicapai melalui praktek Komuni secara rohani, mengambil arti yang sangat khusus ketika Ekaristi diberikan dan diterima sebagai Viaticum. Pada tahap kehidupan itu, kata-kata Tuhan bahkan terasa lebih berbunyi: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.” (Yoh 6:54). Ekaristi, khususnya sebagai Viaticum, adalah – menurut definisi Santo Ignasius dari Antiokia – “obat dari kefanaan, obat penawar untuk kematian” (Letter to the Ephesians, 20: PG 5, 661); sakramen yang menjadi jalan dari kematian kepada hidup, dari dunia ini kepada Bapa, yang senantiasa menantikan setiap orang dalam Yerusalem Baru.
5. Tema dari Pesan untuk Hari Orang Sakit Sedunia ke-20, “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau”, juga mengharapkan kedatangan Tahun Iman yang akan dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012, sebuah kesempatan berpotensi dan berharga untuk menemukan kembali kekuatan dan keindahan dari iman, untuk mengevaluasi muatannya, dan untuk menjadi saksi terhadap iman itu di dalam kehidupan sehari-hari (bdk. Apostolic Letter Porta Fidei, 11 October 2011). Saya berharap untuk dapat menyemangati semua orang yang sakit dan menderita untuk selalu menemukan pelabuhan yang aman dalam iman, yang disegarkan melalui mendengarkan Firman Tuhan, lewat doa pribadi dan lewat sakramen-sakramen, dan sementara itu saya juga mengundang para pastor untuk semakin selalu siap sedia untuk merayakan sakramen-sakramen itu bagi para penderita. Mengikuti teladan sang Gembala Yang Baik dan sebagai pemandu kawanan yang dipercayakan kepada mereka, para imam harus selalu dipenuhi oleh sukacita, penuh perhatian kepada mereka yang paling lemah, paling miskin dan sederhana, dan para pendosa, mengekspresikan belas kasihan Tuhan yang tak terbatas dengan kata-kata pengharapan yang memberikan rasa aman. (bdk. Saint Augustine, Letter 95, 1: PL 33, 351-352).
Bagi mereka yang bekerja di bidang kesehatan, dan bagi para keluarga yang melihat dalam diri kerabat mereka wajah penderitaan Tuhan Yesus, saya memperbarui rasa terima kasih saya dan Gereja, karena, dalam keahlian profesi mereka dan dalam keheningan, sering bahkan tanpa menyebut nama Kristus, mereka mewujudnyatakan Dia dengan cara yang nyata (bdk. Homily, Chrism Mass, 21 April 2011).
Kepada Bunda Maria, Bunda Belas Kasihan dan Kesembuhan Orang Sakit, kami menaikkan pandangan penuh percaya dan doa kami; kiranya belas kasih keibuannya, yang terwujud saat ia berdiri di sisi Puteranya yang menjelang ajal di Kayu Salib, menyertai dan menguatkan iman dan harapan setiap orang yang sakit dan menderita dalam perjalanan menuju kesembuhan luka-luka tubuh dan jiwa!
Saya mengingat Anda semua dalam doa-doa saya, dan saya memberikan berkat atas masing-masing dari Anda, sebuah Berkat Apostolik.
Dari Vatikan, 20 November 2011, Peringatan Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus, Raja Semesta Alam
Bapa Paus Benediktus XVI

Terjemahan di atas adalah terjemahan tidak resmi (un-official translation) yang dilakukan oleh Katolisitas.org

JAMPERSAL 2012


PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN TAHUN 2012 BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO 2562/MENKES /PER/XII/2011
A. LATAR BELAKANG
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi baru lahir /neonatal (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDGs 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23.

Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetris 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT 2001).
Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan (terlambat mengambil keputusan), terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, sesuai dengan Standar Pelayanan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Dengan demikian dalam penyelenggaran Jaminan Persalinan semua atribut program seperti Buku KIA, partograf dan kohort menjadi kewajiban untuk dilaksanakan meskipun harus dibedakan dengan syarat kelengkapan lain. Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak dan mempercepat pencapaian MDGs telah ditetapkan kebijakan bahwa setiap ibu yang melahirkan, biaya persalinannya ditanggung oleh Pemerintah melalui Program Jaminan Persalinan (jampersal).
B. TUJUAN
Pengaturan Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan bertujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pihak terkait yang menyelenggarakan Jaminan Persalinan dalam rangka:
a. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten;
b. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir, Keluarga Berencana pasca persalinan dan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir, KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel

C. SASARAN
Sesuai dengan tujuan Jaminan Persalinan yakni untuk menurunkan AKI dan AKB, maka sasaran Jaminan Persalinan dikaitkan dengan pencapaian tujuan tersebut. Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah:
1. Ibu hamil
2. Ibu bersalin
3. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan)
4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)
Sasaran yang dimaksud tersebut adalah kelompok sasaran yang berhak mendapat pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah AKI dan AKB dari suatu proses persalinan. Agar pemahaman menjadi lebih jelas, batas waktu sampai dengan 28 hari pada bayi dan sampai dengan 42 hari pada ibu nifas adalah batas waktu pelayanan post-natal care (PNC) dan tidak dimaksudkan sebagai batas waktu pemberian pelayanan yang tidak terkait langsung dengan proses persalinan dan atau pencegahan kematian ibu dan bayi karena suatu proses persalinan.

D. RUANG LINGKUP PELAYANAN JAMINAN PERSALINAN
Ruang Lingkup Pelayanan Jaminan Persalinan terdiri dari :
1. Pelayanan persalinan tingkat pertama
Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar /PONED (untuk kasus-kasus tertentu), serta jaringannya termasuk Pos Bersalin Desa /Polindes dan Pos Kesehatan Desa /Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta (bidan, dokter, klinik, rumah bersalin) yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:
1) Pelayanan ante-natal care /ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali
2) Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir
3) Pertolongan persalinan normal
4) Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED.
5) Pelayanan Nifas (post-natal care /PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali
6) Pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasinya.
7) Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya

2. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan
Pelayanan tingkat lanjutan untuk rawat jalan diberikan di poliklinik spesialis Rumah Sakit, sedangkan rawat inap diberikan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota
Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:
1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti)
2) Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
3) Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan.
4) Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).
5) Penatalaksanaan KB pasca salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi.

3. Pelayanan Persiapan Rujukan
Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan terjadinya kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena:
? keterbatasan SDM
? keterbatasan peralatan dan obat-obatan
b) Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan
c) Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan

Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai dengan penanganannya di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan persiapan dan proses merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Stabilisasi keadaan umum:
a. Tekanan darah stabil/ terkendali,
b. Nadi teraba
c. Pernafasan teratur dan Jalan nafas longgar
d. Terpasang infus
e. Tidak terdapat kejang/kejang sudah terkendali
2) Perdarahan terkendali:
a. Tidak terdapat perdarahan aktif, atau
b. Perdarahan terkendali
c. Terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit
3) Tersedia kelengkapan ambulansi pasien:
a. Petugas kesehatan yang mampu mengawasi dan antisipasi kedaruratan
b. Cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4- 6 jam) atau sesuai kondisi pasien
c. Obat dan Bahan Habis Pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses rujukan.

E. PENUTUP
Kebijakan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan maksud untuk mempermudah akses ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ANC dan pertolongan persalinan yang higienis oleh tenaga kesehatan yang terlatih baik persalinan normal maupun dengan penyulit. Hal ini dilakukan untuk mengatasi hambatan biaya persalinan yang sering rmenjadi masalah pada kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Jaminan persalinan sesungguhnya merupakan perluasan kepesertaan dan manfaat Jamkesmas kepada ibu hamil, bersalin dan ibu dalam masa nifas yang belum mempunyai jaminan persalinan. (perdakhi-MS)