Sabtu, 18 Mei 2013
"Calo" Lahan Tempat Pemakaman
Jumat, 17 Mei 2013
PENGUNGSI PALUE: HIDUP DARI BELASKASIH
Anak-anak pengungsi |
Maumere,
Flores-NTT - Ketua
Kelompok Pengungsi Asrama Transito Maumere, Anastasia Bure (32) mengatakan, sejak
meletusnya gunung api Rokatenda, 800 KK warga Palue
mengungsi di beberapa lokasi yakni: di Kota Baru, Maurole, Ropah, Nangahure, Ma’usambi, U’ludala, Keli Kembu, Ae Wora, dan pengungsi di asrama
Transito ada 33 kk. “Hidup kami hanya dari belas kasih orang, khususnya dari pihak relawan
Caritas Maumere. Mereka hampir setiap hari datang memberikan bantuan berupa beras, sarimie, air minum, minyak goreng, gula pasir,
dan pakaian layak pakai,” ujar Ibu Anas kepada koresponden Majalah Kana di Asrama Transito Maumere, Mei lalu. “Selain itu kami juga mendapat kunjungan dari Indosiar, Trans TV, Metro TV dan TV One. Akibat
letusan gunung api warga Palue mengalami kerusakan rumah, air minum
tercemar belerang, iritasi kulit dan
banyak anak terancam putus sekolah. Warga yang paling parah mengalami kerusakan
adalah warga desa Lidi dan Desa
Nitunglea,” tambah pengungsi Asrama Transito ini.
Seorang warga pengungsi di lokasi Penampungan Asrama Transito, Bapak
Geradus Badar (52) mengungkapkan banyak anak-anak Palue terancam
putus sekolah. “Selama ini anak kami dititipkan di
sekolah terdekat dengan tempat pengungsi namun menjadi persoalan kami tidak
sanggup lagi untuk membiayai pendidikan
khususnya anak kami yang mengenyam pendidikan tingkat SLTP dan SLTA di Kota
Maumere. Kami hidup sudah susah, makan minum hanya karena belas kasih orang , apalagi untuk
membiayai pendidikan anak sekolah,” ungkap
Geradus Badar. Ia menambahkan bahwa seluruh
anak pengungsi yang mengenyam pendidikan di jenjang SLTP dan SLTA di Kota
Maumere sekitar 50 anak.
Salah
seorang siswa SLTA yang terancam putus sekolah adalah Delvianti Nikmati Toji, siswi
kelas XI salah satu SMA Negeri di Kota
Maumere. “Sudah satu bulan saya tidak bisa ikut kegiatan belajar mengajar
(KBM) karena malu belum melunasi uang sekolah,” ujar Delvi. Ibunya hanya seorang perajin tenun ikat, sehingga tidak berdaya membiayai lima orang adiknya yang semuanya sekolah di
tingkat SD, SMP dan SMA sedangkan ayahnya merantau ke Malaysia sejak Delvi SMP kelas II.
Masalah ini tidak hanya dialami Delvi
tetapi masih banyak rekan lain mengalami hal yang sama.
Koordinator
Umum Posko Kemanusiaan Palue Romo Yan Faroca Pr, mengatakan, akan berusaha mencari
solusi mengatasi masalah biaya sekolah siswa-siswi asal Palue dengan melakukan
koordinasi dengan para kepala sekolah dan kepala Dinas PPO Sikka, agar mereka
memberikan kebijakan sehingga anak-anak tetap sekolah.
Salah seorang pengungsi yang sakit digotong ke kantor DPRD Sikka menuntut keadilan |
Para
pengungsi Palue di lokasi Penampungan Asrama Transito mengharapkan Pemerinta
Daerah Kabupaten Sikka memberikan bantuan, khususnya untuk biaya pendidikan di tingkat SLTP dan SLTA
sehingga anak-anak tetap sekolah. “Kami tidak memiliki apa-apa lagi, kegiatan kami setiap hari bervariasi; ada yang ikat tenun, jual bensin
eceran, ada yang buruh bangunan. Penghasilan kami sungguh menyedihkan apalagi untuk membiayai pendidikan anak
sekolah,” ekspresi salah satu pengungsi. (Agus Badjo/Guru SMAK Frateran Maumere)
Langganan:
Postingan (Atom)