Minggu, 15 Januari 2012

Sukacita Natal dan Tahun Baru: Apa maknanya bagi Selebritis Indonesia?


Hidup adalah suatu pencarian akan makna. Setiap tindakan kita pada hakikatnya berakhir dengan suatu makna. Makna yang kita peroleh dalam setiap peristiwa hidup harian kita, terutama pada momen-momen Natal dan Tahun Baru. Demikian pun yang dialami oleh beberapa artis atau selebritis papan atas. Momen Natal dan Tahun Baru hampir tidak pernah terlewatkan begitu saja oleh para selebritis.  Natal dan Tahun Baru kali ini begitu unik dan dirayakan dengan kegembiraan besar dalam saling berbagi kasih sayang dalam keluarga dan bersama siapa pun yang ditemui. Berikut beberapa kisah Natal dan Tahun Baru Selebritis tanah air yang berhasil dihimpun oleh Anthoni, Jurnalis Majalah Keluarga Kana. Bagaimanakah kisahnya?
Gita Sinaga
Gita Sinaga, artis sinetron yang namanya mulai dikenal begitu bahagia menyambut Natal dan Tahun Baru. Wanita berdarah Batak kelahiran 8 Februari 1989 ini sibuk mempersiapkan natalnya yg indah, salah satunya dengan menghias pohon Natal. Ada momen-momen kebersamaan yang dialami bersama keluarga, seperti halnya makna Natal sebagai pesta keluarga. “Setiap tahun memang kita pastinya, malam Natal itu ke Gereja bersama-sama keluarga gitu ya. Trus makan-makan. Tanggal 25 gereja pagi, hampir sama dari tahun ke tahun. Tanggal 24 biasanya kita masak-masak gitu. Karena nanti malam dan besoknya pasti makanan-makanan khas itu selalu ada di setiap Natal.  Dulu waktu kecil, nyokap pura-pura jadi sinterklas. Sebenarnya nyokapku udah tahu kepingin apa. Jadi pura-puranya Santa Klaus datang dan besok paginya diberi kado”. Natal tahun ini menjadi natal pertama Gita yang harus ia lewati sendirian tanpa seorang kekasih. Berbeda dengan tahun lalu. Gita mengaku masih sendiri meski dikabarkan dekat dengan seorang presenter music. “Tahun lalu ada pacar, tahun ini yah biasa lagi santai. Pusing nyari pacar, jadi jomblo aja. Jadi yah sekarang nongkrongnya sama teman-teman aja dulu lebih santai-lebih enak, lebih enjoy, Beberapa bisnis besar tercapai, tapi namanya manusia kan ngga ada puasnya, cumin jadi motivator. Yg pasti beberapa juga belum tercapai, harapannya tahun 2012 bisa aku raihlah. Apa sih dari karir, pastinya selalu lebih maju. Gue berkarirnya di seni peran jadi pinginnya lebih maju di seni peran itu sendiri. Lebih focus lagi”. “Semoga Damai Natal, damai tahun baru ini menyertai kehidupan kita semua”. Tutup Gita.
Verlita, Ivan Saba dan Jenoah
Berbeda dengan Gita Sinaga, pasangan selebritis Verlita Evelyn dan Ivan Saba merayakan Natal dengan kebahagiaan yang luar biasa, lantaran ini merupakan Natal pertama pasangan ini bersama putra tercinta mereka. “Ini adalah Natal pertama aku punya anak” ucap Verlita di kediamannya. “Jenoah, masih enam setengah bulan dan dia juga masih ASI. Inilah Natal pertama dia. Semua keluarga berebutan pingin melihat Jenoah. Makanya Natal tahun ini aku mencoba untuk membuat Natal yang special supaya dia juga bisa tahu, Natal itu seperti apa sih. Tahu kebiasaan atau tradisi keluarganya” tambah pemeran dalam sinetron Cinta Fitri tersebut. “Sejak punya Jenoah, aku mengurangi jadwal kegiatan aku. Karena mau konsentrasi untk mengasuh dan memberikan Asi eksklusif untuk anak Genoah. Dokterku bilang dengan memberikan ASI eksklusif itu, semua kebutuhan nutrisi pada bayi terpenuhi karena 100% nutrisi yang terdapat dalam ASI itu diserap semuanya oleh tubuhnya” jelas Verlita. “ASI eksklusif itu membantu menjaga kekebalan tubuhnya menjadi lebih optimal dan anak kita ga gampang sakit” tegas  wanita asal Surabaya tersebut.
Naysila Mirdad
Kabar yang menggembirakan juga datang dari artis cantik Naysila Mirdad yang memaknai Natal dan Tahun Baru sebagai suatu kesempatan untuk saling berbagi hadiah, terutama berbagi kegembiraan, serta sebagai kesempatan untuk refleksi dan introspeksi diri. “Arti Natal untuk saya sebenarnya, Natal itu lebih supaya kita bisa mengingat  dan introspeksi, review lagi apa yang sudah Tuhan kasih untuk kita. Apa yang kita punya sekarang itu, bahwa itu semua bukan buat kita tetapi hanya dititipkan buat kita untuk orang-orang yang bisa kita bantu” ujar putri pasangan selebritis Jamal Mirdad dan Lydia Ruth Elizabeth Kandou tersebut gembira.
Sementara itu, Aktor ganteng Samuel  Zylgwyn mengungkapkan kegembiraan Natalnya tidak jauh beda dengan Naysila, sebagai suatu kesempatan berbagi kasih. Harapan artis ganteng ini agar sukacita natal dan Tahun Baru memberikan kasih sayang dan kedamaian bagi kehidupan kita dan keluarga yang kita cintai.
7even Icons
Keunikan perayaan Natal dan Tahun baru juga datang dari Girl Band Seven Icons yang  memaknai Natal dalam indahnya perbedaan. Perbedaan agama di antara personil tersebut tidak menghalangi kesetiakawanan mereka untuk saling berbagi merayakan Natal bersama. Tiga personil seven Icons yang beragama non-Kristiani memberikan hadiah Natal untuk keempat sahabat mereka yang merayakan Natal. Suasana sukacita Natal terlihat menyelimuti ketuju sahabat ini ketika mereka menikmati hadiah pemberian temannya tersebut.
Samuel  Zylgwyn
Samuel Simorangkir
Samuel Simorangkir atau dikenal dengan Sammy merasakan Natal dan tahun baru ini sebagai momen pembaharuan hidup. Mantan vokalis Kerispatih ini mengalami terlahir kembali setelah sekian lama melewati masa-masa kelam hidupnya mulai dari kasus penggunaan Narkoba yang menjebloskan ia ke dalam tahanan, keluar dari group Band Kerispatih serta dibenci oleh beberapa fansnya. Dengan semangat yang masih tersisa, Sammy berjuang menghadapi semuanya dengan lapang dada. Momen Natal merupakan momen kehadiran Kristus dalam kegelapan hidupnya. Untuk merayakan kebahagiaan tersebut, ia mengajak keluarganya mengunjungi Israel dan Palestina. “Senang banget. Suatu berkah di mana aku dapat berkat yang luar biasa dari Tuhan, walaupun sempat mengalami masa-masa yang sulit. Dimana saya direndahkan orang, mungkin ditinggalkan tetapi Tuhan ngga pernah ninggalin. Itu dia, sekarang adalah bukti nyata bahwa Tuhan itu memang ada. Tuhan itu ngga pernah ninggalin anak-Nya. Jadi  berkat-berkat yang saya terima, rezeki-rezeki yang saya terima, sekarang saya pingin menyenangkan hati orangtua dan keluarga” kisah penyanyi solo tersebut. “Cobaan yang saya alami bertubi-tubi. Di mana saya harus ngalamin sakitnya penjara. Saya harus ngalamin sakitnya dikurung, jadi orang pesakitan, terus saya ditinggalin, walaupun tidak ditinggalkan orangtua begitu. Tapi saya cukup membuktikan kalau Tuhan itu selalu ada. Apa pun masalahmu, apa pun masa lalumu, yang penting rubah mindset, rubah pola pikir. Ngga usah liat ke belakang lagi, stay fokus, serahin sisanya ke Tuhan, harus lebih dekat dengan keluarga dan sayang papa mama saya. Karena mereka adalah penopang di hidup saya” Lanjut Sammy yang mendapatkan kesempatan menghibur warga Yerusalem lewat tembang Natal. Harapan Sammy ke depan senantiasa diberkati dengan rezeki dan mendapatkan pasangan hidup yang baik.   
Demikian kisah kegembiraan para selebritis tanah air menyambut Natal dan Tahun Baru kali ini. Kisah mereka menunjukan betapa kuatnya Kasih Kristus dalam kehidupan mereka. Dengan berbagai cara hidup dan karya mereka memberikan kesaksian akan kasih Tuhan yang hadir dalam diri Yesus Kristus. Tidak ada hal yang terindah selain daripada berbagi kasih dan kegembiraan bersama orang-orang di sekitar, terutama keluarga sebagai wadah ekspresi bersama setiap anggota keluarga, sebagaimana para selebritis tersebut hidup dan membawa nilai-nilai luhur kehidupan keluarganya yang telah dibentuk dalam iman kristiani sejati. (Anthoni Primus)

Paus Benediktus XVI: Kebijakan yang Meruntuhkan Keluarga Mengancam Masadepan Kemanusiaan

Ada satu gerakan di Barat yang disebut Gerakan Homoseksual. Mereka dengan kuatnya menyerang Gereja Katolik. Syukurlah karena keteguhan hati Paus Benediktus XVI serangan itu dapat dihadapi. Semua itu menjadi inspirasi bagi kita semua.  Kebenaran tentang perkawinan bukanlah suatu konstruksi “Iman” yang sederhana. Hukum kodrat sepanjang sejarah peradaban manusia menunjukkan dengan tegas  bahwa perkawinan antara pria dan wanita terbuka pada kelahiran anak dan keintiman dalam hidup.
Setiap tahun sesudah Natal Paus menyampaikan refleksi-refleksinya yang sangat penting bagi umat manusia. Pada Januari 2012 ini, Paus Benediktus XVI menyampaikan refleksinya, suatu ajaran kepada dunia mengenai  berbagai topik dalam sebuah analisis yang cerdas. Salah satu topik mengenai komentarnya tentang Perkawinan dan Keluarga. Ini disampaikan dalam konteks diskusi penting tentang pendidikan kaum muda. Komentar-komentar tersebut bukanlah hal yang baru. Bagaimana pun Paus mengalami perlawanan selama masa kepemimpinannya.
“Pendidikan merupakan suatu yang sangat krusial bagi setiap generasi, karena pendidikan menentukan perkembangan kesehatan setiap pribadi dan masa depan masyarakat. Ini merupakan tugas pokok dan utama dalam berbagai kesulitan dan tuntutan waktu saat ini. Ini untuk menjelaskan tujuan, bahwa memimpin kaum muda untuk memiliki pengetahuan yang lengkap tentang kenyataan dan kebenaran, pendidikan butuh persiapan. Di antaranya, penghargaan terhadap keluarga yang didasarkan pada perkawinan antara pria dan wanita. Ini bukanlah kebiasaan social yang sederhana, tetapi merupakan suatu yang sangat fundamental dalam setiap masyarakat”.
“Konsekuensi kebijakan yang menentang keluarga mengancam martabat manusia dan masa depan kemanusiaan itu sendiri. Keluarga merupakan kesatuan fundamental bagi proses pendidikan dan bagi perkembangan individu dan negara; sebab itu dibutuhkan suatu kebijakan yang mempromosikan keluarga dan perpaduan dialog sosial. Ini bukti bahwa kita menjadi terbuka kepada dunia dan kehidupan, seperti yang saya tekankan selama kunjungan ke Kroasia, “Keterbukaan terhadap kehidupan merupakan suatu tanda keterbukaan terhadap masa depan” ungkap Paus.
Dalam nasehatnya pada perayaan Ekaristi di kapela Sakramen Mahakudus, Paus Benediktus merangkum tugas pokok umat beriman Katolik ketika berhadapan dengan serangan terhadap autentisitas perkawinan: “Perkawinan dan keluarga adalah institusi yang harus dipromosikan dan dibela dari segala kemungkinan yang menolak kehadiran kebenaran kodratnya, dari apapun yang membahayakannya yang juga adalah bahaya bagi masyarakat itu sendiri”.  
Kongregasi untuk ajaran iman Gereja Katolik pada tahun 2003 menulis, “Ajaran Gereja tentang perkawinan dan tentang saling melengkapi dalam seksualitas mengulangi kebenaran pernyataan yang menjelaskan hak asasi yang diakui oleh seluruh kebudayaan di dunia. Perkawinan bukan sekedar relasi kehadiran manusia. Ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri dari Pencipta dalam kodratnya, sifat dan tujuan yang esensial”.  
“Tidak ada ideologi yang dapat menghapus ketentuan semangat manusia akan kehadiran perkawinan sebagai semata-mata hanya terjadi antara seorang pria dan seorang wanita, yang melalui saling memberikan diri, pantas dan eksklusif bagi diri mereka sendiri, memelihara hubungan personal mereka ke depannya. Dengan cara ini, mereka bersama-sama saling menyempurnakan, melalui kerja sama dengan Allah dalam prokreasi dan pendidikan hidup manusia baru”.
Para Pemimpin Gerakan Homoseksual tidak hanya menuntut bahwa kaum homoseksual berhubungan seks secara praktis adalah secara moral sama dengan ungkapan seksual dari cinta perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita-mereka juga menuntut setiap negara untuk mengesahkan  hubungan homoseksual ke jenjang  perkawinan.
Perkawinan merupakan dasar bagi keluarga yang memiliki hak istimewa sebagai tempat pembentukan nilai-nilai dan karakter dalam diri anak-anak, warga masa depan kita. Keluarga merupakan masyarakat pertama, rumah tangga pertama, sekolah utama, peradaban pertama, dan perantara institusi utama pemerintahan.
Gereja dengan keras menghukum tindakan kriminal yang melawan kodrat setiap pribadi, termasuk mengidentifikasi diri sendiri sebagai homoseks. Bagaimanapun juga untuk membatasi perkawinan bagi pasangan homoseksuasl bukanlah suatu diskriminasi, sebagaimana hal tersebut tidak pernah ada. Pasangan homoseksual tidak dapat menunjukan dalam kehadirannya tujuan yang mendalam dari  definisi perkawinannya, yakni terbuka kepada keturunan dan pendidikan anak. (Primus/Laporan Deacon Keith Fournier- Catholic Online)

Selasa, 06 Desember 2011

Clinton Ends Burma Trip With Pledge of Support

U.S. Secretary of State Hillary Clinton has completed a three-day visit to Burma after discussions with democracy leader Aung San Suu Kyi and a vow that the United States is prepared to support further democratic reform.

"We are prepared to go further if the reforms maintain momentum, but history teaches us to be cautious," said Clinton. "We know that there have been serious setbacks and grave disappointments over the last decades."

The two women held hands as they spoke to reporters Friday from the veranda of Aung San Suu Kyi's home in Rangoon, where the democracy leader was held under house arrest for most of the past two decades. Clinton said the U.S. will contribute about $1.2 million in aid to Burma for landmine victims, microfinance operations, and health care initiatives.
Burmese Democracy Leader Aung San Suu Kyi's compound in Rangoon, December 2, 2011 (VOA Photo - D. Schearf)
 But she said tough sanctions on Burma will not be lifted until Burma makes concrete steps toward democracy.

"We will match action for action. And if there is enough progress, obviously we will be considering lifting sanction," she said.

Clinton praised Aung San Suu Kyi's "steadfast and clear" leadership, saying that the U.S. wants to see Burma take its rightful place in the world. She called the democracy leader an inspiration.

Aung San Suu Kyi said she was happy with the way in which the U.S. is engaging with Burma and thought it would make the process of democratization easier.

During a Thursday visit to Burma's capital, Naypyidaw, Clinton said any step Burma takes toward political reform will be carefully considered.

She urged the government to speed up reconciliation efforts by releasing more political prisoners and stopping violent campaigns against ethnic minorities. Clinton also urged Burma to end any "illicit" military ties to North Korea and respect international consensus against the spread of nuclear weapons.

She spoke to reporters after a historic meeting with Burmese President Thein Sein who has overseen tentative steps to reform since he took over in March. The former military officer hailed what he called a new chapter in U.S.-Burmese relations.

The new Burmese government has released about 200 political prisoners, eased some press restrictions and opened a dialogue with some of its critics, including Aung San Suu Kyi.

The Nobel peace prize laureate was freed from house arrest last year after spending much of the previous 20 years in detention. Her party won a national election in 1990 by a landslide, but was stopped from taking power. She confirmed Wednesday that she will run for parliament in upcoming elections.

The U.S. and other Western nations imposed sanctions on the former Burmese military government because of its harsh human rights abuses, including military operations against ethnic groups and the jailing of up to 2,000 political prisoners. Clinton repeated the call for the release of those political prisoners.

She is the first U.S. secretary of state to visit Burma in 50 years. (VOA.news)

Sarkozy, Merkel Agree on Steps to Save Euro Currency Union

The French and German leaders want to amend key European treaties to provide greater fiscal oversight and governance over the ailing, 17-member euro currency union. Following talks in Paris Monday, they outlined a series of measures to resolve the eurozone crisis that they plan to present at a European Union summit this week.

Europe's two biggest economies appear to have resolved major differences on how to save the euro currency union.

Speaking at a joint news conference with his German counterpart, Angela Merkel, French President Nicolas Sarkozy outlined a series of steps the two leaders have agreed on. Key among them are mandatory limits on budget deficits that eurozone members must adhere to, or risk possible sanctions. Both want eurozone nations to meet monthly to deal with the crisis. And they want the new rules to be part of a renegotated European Union treaty to be completed by March.

Sarkozy said Europe's sovereign debt and banking crisis makes it all the more critical for France and Germany to offer a united front. To disagree, he said, is to risk having Europe and the euro currency explode.

Angela Merkel said Europe faces a very difficult situation. It is critical to reestablish confidence on the part of investors and the international community.

The two leaders will seek endorsement from European Union leaders at a summit later this week. Mr. Sarkozy said they hope all 27 EU leaders will agree to their proposals, but if not, they will push for agreement from the 17 eurozone members.

Markets already are rising in expectation that European leaders will make key decisions this week. But Thomas Klau, head of the Paris office for the European Council on Foreign Relations, doubts the EU summit will resolve the euro crisis once and for all.

"Will the summit in Brussels…be the one to end this prolonged crisis? I'm skeptical," said Klau.

Monday's meeting in Paris is one of a series of high-level talks on the crisis this week. Underscoring growing fears of the crisis spreading overseas, U.S. Treasury Secretary Timothy Geithner is in Europe this week meeting with top officials, including Sarkozy and Italy's new Prime Minister Mario Monti.

Obama fights for Jewish support amid GOP attacks

President Barack Obama and his Republican opponents are clashing over U.S. policy toward Israel as each side jockeys for support from Jewish voters, who could be critical in the 2012 election.
Aiming to cast Obama as unfairly harsh toward Israel and soft on the Palestinians, Republican presidential hopefuls Mitt Romney and Newt Gingrich have called on the president to fire his ambassador to Belgium. The envoy, Howard Gutman, had said that some anti-Semitism stemmed from tensions between Israel and the Palestinians; Romney and Gingrich say his remarks unfairly blamed Israel.
The White House says Obama has a strong record on support for Israel, and quickly fired back with a statement condemning "anti-Semitism in all its forms." The State Department said Gutman would remain in his job.
Republicans also challenged Obama's assertion at a fundraiser last week that "this administration has done more in terms of the security of the state of Israel than any previous administration." Romney said Obama has "repeatedly thrown Israel under the bus" — an accusation the Republican National Committee repeated Monday.
Firing back, Democratic National Committee Chairwoman Debbie Wasserman Schultz called Romney's comments "outrageous" and questioned his own policies. The White House cited military aid to Israel and support at the United Nations, and pointed to statements from Israeli officials backing up Obama's assertion.
The fiery debate will probably continue Wednesday when the GOP presidential candidates attend a Washington forum hosted by the Republican Jewish Coalition.
Obama campaign officials say they will be ready to respond. And the next day, Jewish leaders will be at the White House for briefings on Israel and a Hanukkah party, followed by an Obama speech next week to an expected audience of nearly 6,000 at a conference of the Union for Reform Judaism.
Such attention is all being paid in recognition that Jewish voters, though comprising only 2 percent of the electorate nationwide, are an important part of Obama's base and could make the difference in battleground states including Florida, Pennsylvania, Ohio and Nevada in a close election. Moreover, the Jewish community is an important source of donations, and Obama campaign supporters want to maintain that support as much as Republicans want to chip away at it.
"This campaign takes the Jewish vote very, very seriously," said Ira Forman, the Obama campaign Jewish outreach director. "I'm confident this will be the most comprehensive effort in presidential campaign history."
The White House outreach has increased since May when Obama caused a furor by calling for Israel's 1967 borders, with agreed-upon land swaps, as a basis for resuming negotiations toward a two-state solution with the Palestinians. Israeli Prime Minister Benjamin Netanyahu rejected the '67 borders as indefensible and largely disregarded Obama's emphasis on land swaps to account for current conditions.
Republicans seized on the dispute. And while Obama supporters say his argument was widely mischaracterized, damage was done. Now the Obama campaign and its backers say they are determined to respond rapidly to such criticism in future.
"We are trying to responsibly respond to all of these unsubstantiated or false allegations, but there are so many of them, and they are so frequently recited despite the fact that the people who are spreading them have to know that they're false, that it's hard to keep up with them," said Alan Solow, an Obama fundraiser and longtime associate.
The effort involves using surrogates including Vice President Joe Biden, and use of the president's own time in public appearances and private talks with donors and religious leaders, such as a conference call between Obama and rabbis ahead of the Jewish New Year this fall.
The Obama campaign also is going on the offense against Republicans. In conversations about the Jewish vote, Obama backers are quick to bring up comments by Romney, Gingrich and Rick Perry at a debate last month suggesting they would start foreign aid for all countries at zero. Obama supporters say would imperil funding for Israel, even though the candidates also sought to affirm their support for the Jewish state.
Democratic candidates typically enjoy a big electoral advantage among Jewish voters. Obama won 78 percent of the Jewish vote in 2008, compared with 21 percent for Republican John McCain.
But Gallup has found that Obama's approval rating among Jews has fallen from 83 percent in January 2009 to 54 percent in late summer and early fall of this year. Still, that figure is much higher than his overall 41 percent approval rating, and the drop-off in support was about in line with other voter groups.
Sid Dinerstein, chairman of the Palm Beach County Republican Party in Florida, predicted that Obama would be limited to around 60 percent of the Jewish vote in 2012. Obama backers say that won't happen, but it could mean a potentially decisive difference of tens of thousands of votes in key states.
A candidate's position on Israel may not be the top issue for most Jewish voters, who like others are more motivated by jobs and the economy. But it's important to many, and Republicans see an opening, given the consternation over Obama's 1967 borders speech, his administration's rebukes of Israel for building settlements in disputed areas, and a recent incident in which Obama was overheard appearing to endorse criticism of Netanyahu from French President Nicolas Sarkozy.
"The reality is that the Jewish community understands that on a number of critical issues this administration has undermined not only the U.S.-Israel relationship, but has made Israel more vulnerable," said Matt Brooks, executive director of the Republican Jewish Coalition.
Brooks points to the recent upset in New York's special election to replace Democratic Rep. Anthony Weiner, in which Republican Bob Turner won in the heavily Jewish district. Brooks says this was a warning sign to Obama on his stance on Israel. Obama supporters say other factors were at play, including the heavily Orthodox and more conservative makeup of the district.
But even strong supporters are disappointed that Obama has not yet traveled to Israel in his capacity as president, after delivering a major speech in Cairo early in his administration. An Israel trip had been rumored to be in the works but seems unlikely to happen prior to the 2012 election.
Democratic Rep. Steve Rothman of New Jersey said he remains hopeful a trip will happen in the next year.
"No president has been perfect on every subject, though history will record that Obama has been the best president for Israel when it comes to military and intelligence support," said Rothman. (Erica Werner)