Senin, 25 Juni 2012

Mengapa Paus Yohanes Paulus II Mau Dibunuh Tahun 1981?


 Latar belakang sejarah
 Perang Dunia II fase akhir, Jerman Hitler kalah. Guna mengatur Eropa pasca perang, para pemimpin sekutu anti Hitler – Roosevelt, Churchil dan Stalin – bertemu 4 – 11 Februari 1945 di Yalta, Krimea, Uni Soviet.
Menurut keputusan di Yalta antara lain adalah:
•           Jerman akan dibagi dan diawasi oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Uni Soviet.
•          Atas tekanan Stalin batas timur Polandia tergeser sampai sungai Bug. Dengan demikian sepertiga dari teritori bagian timur Polandia diambil alih Uni Soviet dan batas barat Polandia tergeser sampai sungai Oder dan Nysa, berarti mendapat sebagian timur teritori Jerman.
•        Lagi atas desakan Stalin Eropa dibagi atas “sphere of interest”. Dengan demikian Uni Soviet akan menjajahi seluruh Eropa Timur. Pemerintah di negara-negara satelit ini ditentukan oleh Uni Soviet. Maksudnya ekspansi komunisme di Eropa. Lambat-laun Eropa dibagi atas bagian timur dan barat dengan Tirai Besi di antaranya. Tirai Besi berarti bahwa batas barat Sfir Uni Soviet dijaga ketat.
Sara Bartoli yang meluputkan nyawa JP II (GN)
Penyebaran komunisme berarti ateisasi dan penghapusan agama, yang dianggap “obat bius bagi masyarakat”. Di Uni Soviet ribuan rohaniwan terbunuh, gedung gereja dihancurkan atau diganti fungsinya. Hal serupa diusahakan di negara-negara satelit. Hanya Polandia merupakan batu sandungan bagi komunis. Ideologi ateisme diimpor dari Rusia, yang menjadi musuh bebuyutan orang Polandia, maka oleh mayoritas orang Polandia komunisme ditolak. Selain itu hampir 90% orang Polandia beragama Katolik dan para uskup kompak, di bawah pimpinan kardinal Stefan Wyszynski, melawan segala aksi ateisasi. Akibatnya ada pastor dan uskup diusir dari diosesnya, ada yang dipenjarakan, termasuk kardinal Wyszynski. Namun pemberontakan masyarakat berulang kali memaksa pemerintah untuk membebaskan mereka kembali.
Tujuan lain komunis adalah kolektivisasi pertanian. Diusahakan tanah para petani diambil oleh pemerintah dan dijadikan perusahaan kolektif, di mana petani menjadi buruh saja. Di Uni Soviet proses ini dilaksanakan secara paksaan. Akibatnya produktivitas sector pertanian sangat memburuk, menyebabkan kekurangan bahan makanan dan kelaparan. Di Polandia kolektivisasi praktis tidak berhasil. Namun Polandia wajib mengekspor gandum dan ternak ke Uni Soviet. Akibatnya ada kekurangan pangan di negeri sendiri. Contohnya, toko dibuka jam 8, namun orang antri mulai jam 4 pagi, agar dapat membeli roti atau daging, yang selalu tidak cukup. Ini pun membuat masyarakat tidak tahan diri, hinga menyebabkan pemberontakan, walau pengawasan polisi ketat sekali. Pemberontak selalu menuntut pangan dan kebebasan agama.
Churchil, Roosevelt dan Stalin pada pertemuan di Yalta.
Pada tahun 1966 peringatan seribu tahun Gereja di Polandia. Sebagai persiapan para uskup mengadakan novena besar sembilan tahun pembaharuan rohani bangsa. Gambar Bunda Maria dari Czestochowa (Black Madonna) diarak berziara dari paroki ke paroki. Hasil rohaninya luar biasa! Namun ini justru membuat komunis makin membenci dan Untuk menghentikan aksi ini pemerintah memblokir gambar ini. Namun ini pun tidak menghentikan aksi pembaharuan rohani bangsa. 

Kardinal Polandia menjadi Paus 
Tahun 1958 pastor Karol Wojtyla diangkat menjadi uskup pembantu di Krakow. Enam tahun kemudian Paus Paulus VI mengangkatnya menjadi uskup agung keuskupan ini. Tahun 1967 menjadi kardinal.
                Adanya dua kardinal di Polandia oleh pemerintah sering dipergunakan untuk menunjukan seolah-olah antara keduanya ada antagonisme. Akan tetapi aksi ini sama sekali tidak berhasil. Contohnya, suatu ketika kardinal Wyszynski tidak diberikan paspor untuk menghadiri konsili Vatikan II, sebagai tanda protes kardinal Wojtyla juga tidak berangkat, walau sudah punya paspor. Pada semua upacara gerejawi mereka selalu hadir bersama. Pemerintah menilai kardinal Wyszynski sebagai seorang pemberontak, sedangkan kardinal Wojtyla lebih lunak. Namun pemerintah pun kecewa, karena dalam banyak hal kardinal Wojtyla jauh lebih berani melawan pengaruh politik pemerintah terhadap agama.
                Suatu sore tanggal 16 Oktober 1978 diumumkan bahwa kardinal Wojtyla dipilih menjadi paus, rakyat Polandia bergembira keluar ke jalan-jalan dengan menyanyikan lagu nasional „Polandia belum punah, selama kita hidup”, khususnya di depan kedutaan dan konsulat-konsulat Uni Soviet. Sedangkan pemerintah dan pemimpin partai komunis panik. Mereka tidak tahu mengambil sikap apa. Salah seorang anggota komite sentral partai mengatakan spontan: “Habis kita!” Reaksi di Moskow sama. Nyata bahwa kesadaran dan kebanggaan nasional orang Polandia bertambah dan ini dapat menggoncangkan monopoli partai komunis.
                Pada Juni 1979 Johanes Paulus II ingin mengunjungi tanah airnya, Brezhniew, ketua partai komunis Uni Soviet mendesak Gierek, ketua partai komunis Polandia, melarang paus datang ke Polandia. Gierek menjawab: “Andaikata saya membuat itu, seluruh masyarakat Polandia akan memberontak.”
                Akhirnya 2 Juni 1979 Johannes Paulus II mendarat di Warsawa. Ratusan ribu orang berdiri di pingir jalan dan seluruh kota dihiasi dengan bendera Vatikan. Hari berikutnya, Minggu Pentekosta,  Paus memimpin misa di lapangan kota. Dalam khotbahnya Johanes Paulus II menyerukan: “Semoga Roh Kudus turun dan membaharui muka bumi. Bumi ini!” Maksudnya bumi Polandia. Rupanya doa serius Paus terkabulkan, karena pada bulan-bulan berikut terjadi perubahan besar. Antara lain para buruh di hampir seluruh Polandia mogok kerja dan menuntut serikat buruh bebas Solidarnosc. Ini mengoncangkan seluruh sistem politis bukan hanya di Polandia, tetapi juga di negara-negara satelit lainnya.
                Pemimpin komunis sadar, bahwa kekuatan moral gerakan ini adalah Johannes Paulus II dan kardinal Wyszynski. Awal tahun 1981 kardinal Wyszynski jatuh sakit kanker, maka pasti tidak lama lagi akan mati. Tinggal menghilangkan Johannes Paulus II.

Komplotan
                Keputusan untuk membunuh Johanes Paulus II dibuat di Kremlin. Pelaksanaannya diserahkan kepada KGB (polisi rahasia Uni Soviet). Ditentukan mencari agen beragama Islam. Maka agen KGB di Timur Tengah dan di Bulgaria mencari orang Islam, yang rela menembak Paus. Waktu itu di Turki ada seorang bernama M. Ali Agca, yang ingin membunuh Paus, waktu beliau berkunjung ke negara ini. Ali Agca, seorang penembak jitu, setuju menembak Paus dengan imbalan pembayaran 3000 Euro. Dua pembantunya berasal dari organisasi ekstrimis Turki Bozkurtlar, yang bekerja sama dengan polisi rahasia Bulgaria.
Johannes Paulus II mengunjungi Ali Agca di penjara (GN)
Kesempatan paling baik adalah audiensi umum pada hari Rabu, yang pada musim panas diadakan di Lapangan St. Petrus. Bapa Suci biasanya keliling dengan mengendarai mobil. Agca harus menembak Paus di kepala. Agca sudah siap, namun terjadi sesuatu yang menghalanginya. Mendadak Johanes Paulus II mengangkat dan mencium seorang bayi perempuan. Maka kepala dan dada Paus terlindung. Akhirnya Agca menembak Paus di perut. Namun satu peluru mengenai jari Johanes Paulus II, maka mengubah uratnya. Sesudah menembak, Agca membuang pistolnya dan berusaha melarikan diri, tetapi seorang suster menangkapnya dan berteriak minta bantuan. Segera polisi mengamankan Agca.
                Kita tahu, bahwa Johanes Paulus II tidak mati. Para dokter meluputkan nyawanya. Penembakan terjadi pada tanggal 13 Mei, hari ulang tahun penampakan Bunda Maria di Fatima. Bapa Suci yakin bahwa Maria melindunginya. Maka tanggal 13 Mei 1982 Johanes Paulus II berziarah ke Fatima untuk berterima kasih kepada Bunda Maria. Peluru, yang menembusi badannya, ditempatkan dalam mahkota gambar Maria. Pepatah Polandia mengatakan: Manusia menembak, tetapi Tuhan mengarahkan peluru.
                Stalin pernah bertanya ironis: “Berapa divisi tentara yang dimiliki Vatikan?” Dewasa ini Stallin sudah dilupakan, adikuasa Uni Soviet hilang dari peta dunia, sedangkan ribuan orang setiap hari berziarah ke kubur Beato Johanes Paulus II. “Inilah orang, yang dengan kekuatan imannya menghancurkan komunisme” – kata pemimpin bangsa Tartar, seorang muslim. (Prof. Dr. Josef Glinka, SVD)

Selasa, 19 Juni 2012

Kenal Lebih Dekat Konsili Vatikan II


 
Talk Show Memperingati 50 Tahun Pembukaan Konsili Vatikan II

Paus Yohanes XXIII pada 11 Oktober 1962 membuka Konsili Vatikan II yang dihadiri 2450 Uskup Gereja Katolik Roma (atau disebut juga Bapa Konsili), 29 pengamat dari 17 Gereja lain, dan para undangan non-Katolik. Konsili Vatikan II merupakan sidang agung yang dihadiri oleh para uskup Gereja Katolik Roma dari seluruh dunia, Konsili ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan iman Katolik dan Pembaharuan Gereja. Tanggal 8 Desember 1965, Paus Paulus VI secara resmi menutup Konsili tersebut. Pada saat penutupannya, Konsili Vatikan II telah menghasilkan 16 (enam belas) dokumen resmi yang secara teologis dan pastoral mengisyaratkan semangat pembaharuan dalam Gereja Katolik.

Pastor Armada Riyanto CM yang tampil bicara pada talk show
Dalam Konsili suci ini dibahas langkah baru Gereja Katolik untuk merenungkan hakikat dan fungsinya di tengah dunia dewasa ini dengan semangat Kristiani sejati. Melalui Konsili suci ini, Gereja Katolik ingin menyatakan perlunya pembaharuan diri agar Gereja dapat melaksanakan panggilan Allah sesuai dengan tuntutan keadaan zaman. Dengan demikian, Konsili ini menggarisbawahi perlunya Gereja menaruh kepedulian kepada seluruh situasi dan semua persoalan yang dihadapi oleh manusia yang hendak diselamatkan Allah dewasa ini.

Kini, 50 (lima puluh) tahun sesudah pembukaan Konsili suci ini, dipertanyakan mengenai perwujudan semangat pembaharuan (aggiomamento) tersebut di dalam Gereja Katolik Indonesia. Sudahkah semangat pembaharuan itu dihayati di dalam paroki-paroki, komunitas-komunitas religius, kelompok-kelompok kategorial dan keuskupan? Lalu manakah hambatan dan peluang untuk mewujudnyatakan semangat pembaharuan tersebut dewasa ini?

Dengan mempelajari amanat beberapa dokumen resmi yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II (KV II) ini, umat Katolik dapat terus menerus mewujudkan semangat pertobatan dan pembaharuan Konsili Vatikan II dalam penghayatan iman mereka setiap hari. Maka Gereja Katolik Paroki Santo Vincentius A Paulo Widodaren, Surabaya memprakarsai peringatan 50 tahun Pembukaan Konsili Vatikan II ini dengan menyelenggarakan Talk Show Konsili Vatikan II bertemakan besar: “Pembaharuan dan Penerapannya” bertempat di Empire Palace, Surabaya, mulai Juni hingga Nopember 2012. Pembukaan talk show ini berlangsung pada Minggu, 10 Juni 2012.

Mengenai Konsili Vatikan

Pastor Prof. Eddy Kristiyanto OFM
Sekitar 500 orang mengikuti kegiatan talk show pembukaan ini yang menampilkan 2 (dua) pembicara utama, yakni: Prof Dr Eddy Kristiyanto OFM (dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta) dan Prof Dr Armada Riyanto CM (Rektor STFT Widya Sasana Malang). Pembicara pertama Pastor Eddy Kristiyanto dalam makalahnya mengenai “Konsili Vatikan II: Latar Belakang Historis, Kultural, Teologisnya, dan Pokok-pokok Pembaruannya” hendak diperlihatkan sejumlah pemandangan yang menyingkapkan sejumlah hal sekitar Konsili Vatikan II, dalam sejumlah kajian mengenai KV II ini, ternyata tuntutan perubahan di dalam Gereja Katolik berasal baik dari dalam maupun dari luar komunitas gerejawi.

Paus Yohanes XXIII dalam masa kepemimpinannya ketika sebagai Uskup Vinetia sangat menekankan (pelayanan) pastoral ini merasakan kesumpekan dalam hidup menggereja. Pada waktu penutupan Doa Persatuan Umat Kristen, secara mengejutkan beliau mengemukakan tiga rencana dasariah selama masa kepemimpinannya, yaitu: memanggil sinode keuskupan Roma, memperbarui Hukum Gereja, dan memanggil konsili ekumenis (hal terakhir inilah yang paling mengejutkan). “Konsili ekumenis terakhir yang tidak pernah ditutup secara formal adalah Konsili Vatikan I (1869-1780), karena serangan pasukan Giuseppe Garibaldi ke jantung kota Roma,” ucap Pastor Eddy. Sudah pasti, pernyataan Yohanes XXIII untuk menyelenggarakan KV II oleh sebagian Uskup dan Teolog dianggap sebagai kesempatan bagus untuk memperbarui Gereja. Sekaligus, melalui KVII ini kiranya akan diperlihatkan relevansi warta kekristenan pada dunia di tengah pergumulan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tidak semua orang mendukung gagasan menyelenggarakan KV II oleh sebagian Uskup dan Teolog dianggap sebagai kesempatan bagus untuk memperbarui Gereja. Sekaligus, melalui KV II ini kiranya akan diperlihatkan relevansi warta kekristenan pada dunia di tengah pergumulan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tidak semua orang mendukung gagasan Yohanes XXIII, hal itu terlihat pada orang-orang yang mau mempertahankan status quo, pelibatan tokoh-tokoh (dari lingkungan teolog) yang “safe”. Namun sejumlah pihak justru mengangkat peran tokoh-tokoh. Keberhasilan KV II ditandai beberapa hal, yaitu: Pertama, Bapa Suci Yohanes XXIII pad Ekaristi pembukaan KV2 menandaskan dengan sangat jelas maksud KV2 yang ditaruh di bawah istilah aggiornamento, yakni kewajiban dan tugas untuk membawa Gereja up to date (njamani). Yohanes XXIII mengundang Gereja untuk melakukan terobosan lebih dalam ke dunia supaya menghadirkan kebijaksanaannya dalam cara-cara yang dimengerti oleh manusia zaman ini. Beliau juga berbicara tentang perlunya mengganti obat-obat (pengecaman) yang keras dengan obat belahkasih. “Orang-orang Katolik harus belajar untuk menyakinkan sesama mengenai kebenaran iman Katolik,” kata Pastor Eddy. Kedua, di hari pertama KV II ketika dipilih 16 Uskup untuk memimpin setiap komisi konsiliar. Terjadi tekanan (dengan pelbagai cara) untuk memilih uskup-uskup yang telah memimpin komisi-komisi yang mempersiapkan draf. Meski ada manuver-manuver pengendalian konsili, namun akhirnya berhasil membuat jeda untuk masuk dalam kelompok berdasarkan lima bahasa untuk mengajukan kandidat-kandidat mereka. Hasilnya sungguh luar biasa, yakni terwakili secara seimbang dari segi ideologi dan geografis tentang komisi-komisi tersebut. ketiga, bagi banyak Uskup, KV II ini menyediakan suatu kesempatan istimewa bagi mereka untuk melakukan bina lanjut (ongoing formation). Hal itu bisa dipahami karena banyak uskup tidak lagi belajar (buku-buku teks) setelah ditahbiskan menjadi imam. “Banyak faktor lain yang menyumbangkan bagi reorientasi dramatis dari KV II yang mengejutkan dan sering menimbulkan rasa kecewa pada kelompok minoritas Uskup, yang melakukan perlawanan terhadap upaya pembaruan Gereja,” ujar Pastor Eddy.

Sebagai data sampingan, ke-21 konsili menghasilkan 37.727 baris teks. Dari jumlah itu, KV II sendiri menghasilkan 12.179 (sekitar 32%), Konsili Trento menghasilkan 5.637 baris teks. Dengan kata-kata lain, kata Pastor Eddy, KV II menghasilkan dokumen yang paling masif di antara semua dokumen konsili ekumenis. Selain itu, dibandingkan dengan dua Konsili sebelum KV II, diperoleh kesan yang sangat kuat bahwa kedua konsili Ekumenis (Trento dan Vatikan I) memperlihatkan suatu ketepatan konseptual, batasan tentang pendirian dan kesatuan yang tidak mendua. Ini semua tidak dapat ditemukan dalam KV II. Jadi, ada semacam kekurangan dasar filosofis dan teologis yang umum pada dokumen-dokumen KV II. Sedangkan dua konsili sebelumnya mendasarkan diri pada skolastisisme teologis yang memberikan pada setiap konsili suatu kesatuan konkret dan konseptual (kendati terbatas). Sebaliknya, dalam KV II didapatkan sejumlah kutipan Kitab Suci, eksposisi historis, analisis isu-isu kontemporer, kutipan-kutipan konsili-konsili sebelumnya, dan rujukan-rujukan pada teks-teks para Bapa Suci, seperti Pius XII.

Para pembicara talk show dari kiri: Pastor Emmanuel Prasetyono CM (moderator), Pastor Armada Riyanto CM (tengah), dan Pastor Eddy Kristiyanto OFM (kanan), Minggu, 10/6.
Meskipun para konsiliaris memperlihatkan keragaman asal-usul, namun secara objektif persoalan yang dicoba didekati KVII  masih memperilhatkan dominasi Eropa. Kultur Eropa dan terutama masalah-masalah yang disoroti berlatarbelakang Eropa. Selain itu, kultur patriakat masih sangat kental. Hal itu terlihat dalam pemberian peran dan keterbukaan pada partisipasi perempuan dalam muktamar agung ini. Konsili Vatikan II tidak memberikan tanda-tanda adanya breakthrough berkenaan dengan perempuan. Meskipun demikian ada peristiwa-peristiwa yang signifikan, yakni mulai ada perubahan tentang bagimana perempuan-perempuan diterima dan diizinkan untuk berperanserta dalam KV II. Sumbangan KV II yang sangat besar adalah keterbukaan baru dan resmi pada perubahan-perubahan yang diciptakan oleh masyarakat Barat modern dengan prinsip-prinsip demokratik-liberal, termasuk perubahan-perubahan dalam status dan peran perempuan.

Kegembiraan dan pengharapan bagi gereja

Pembicara kedua Pastor Armada Riyanto CM menampilkan materi makalahnya: “Panorama Sejarah Konsili Vatikan II: Kronik, Dokumen, Beriman Dialogal” mengatakan Konsili Vatikan II merupakan Konsili ekumenis ke-21 dalam sejarah Gereja Katolik. Konsili ini telah berlangsung tiga tahun tiga bulan. Sebuah Konsili yang menguras tenaga dan waktu luar biasa. dalam sejarah Gereja, Konsili ekumenis terlama adalah Konsili Trente, yang berlangsung delapan belas tahun (1545-1563). Tetapi, Konsili Vatikan II termasuk konsili di zaman modern yang cukup lama.

Kegembiraan dan Harapan (Gaudium et Spes) adalah nama dokumen yang paling akhir dikerjakan dalam KVII. Dokumen ini memberikan pesona dan tantangan “wajah baru” Gereja Katolik, Gereja Pembaruan Konsili Vatikan II. Setiap pembaharuan hidup Gereja menyiratkan dua karakter: menggembirakan dan memberikan pengharapan. Menggembirakan, sebab hidup tidak lagi seperti yang lama. Memberi harapan, karena langkah baru sekaligus mengandaikan keberanian untuk menghadapi banyak tantangan, dan yang terakhir membutuhkan keberanian, cinta, dan kecerdasan. Sepanjang KVII (1962-1965), terdapat 987 proposed constituting sessions (rangkaian sesi yang membahas proposal aneka dokumen).

Gereja Kegembiraan dan Pengharapan adalah karya Roh Kudus. Roh itu telah menghimpun dan menyatukan putera-puteri Gereja. Tidak disangkal bahwa kesatuan Gereja KV II pun dalam peziarahannya menjumpai luka-luka keterpecahan dan deraan skandal dan kelemahan dari para anggotanya. “Namun, Gereja tetap kukuh memberikan kesaksian tentang pengharapan,” kata Pastor Armada. KV II sempat terhenti karena Paus Yohanes XXIII wafat tanggal 3 Juni 1963. Kardinal Montini (Paulus VI0 terpilih menjadi penerusnya tanggal 21 Juni 1963 dan segera mengumumkan KV II segera dilanjutkan. Tanggal 29 September 1963 Paulus VI dalam pidato pembukaan KV II (sebutlah “tahap” kedua Konsili) mengingatkan para Bapa konsili (Uskup) mengenai natura atau kodrat pastoral dari KV II. Ada empat hal penting yang diingatkan oleh Paulus VI: Kodrat Gereja dan peranan Uskup agar lebih didefinisikan lebih jelas, Pembaharuan hidup Gereja, Pemulihan kesatuan seluruh Gereja, dan Dialog dengan dunia modern.

Menurut Pastor Armada, Kegembiraan dan harapan (Gaudium et Spes) membimbing Gereja Katolik dalam pembaharuan peziarahannya di dunia modern. Tidak sepeerti dokumen-dokumen lainnya, Gaudium et Spes (GS) merupakan dokumen KV II yang ditujukan kepada semua orang, siapa pun. “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia-manusia zaman ini, khususnya mereka yang miskin dan menderita, adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus.” Itulah kalimat pertama sekaligus menjadi dasar pembaharuan Gereja Katolik. Gereja mendeklarasikan diri sebagai Gereja yang solider, empati, sehati, setiakawan dengan mereka yang menderita dan tertindas. GS mengukir perkara-perkara keluhuran martabat manusia, relasi individu dengan societas, perkara ekonomi, kemiskinan, keadilan sosial, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan teknologi dan dialog dan ekumenis. GS menjadi salah satu dokumen dengan rujukan isi yang merangkum banyak perkara dunia modern, dan bagaimana Gereja “memasuki” dunia modern, berdialog dan bekerjasama dengan siapa pun yang berkehendak baik.

Pembinaan iman dan katekese bagi umat

Ketua panitia penyelenggara Pastor Rafael Ishariyanto CM menuturkan bahwa tahun 2012 ini adalah 50 tahun pembukaan Konsili Vatikan II, karena disadari banyak umat terutama bagi generasi muda yang tidak mengenal KV II ini, maka Paroki St. Vincentius A Paulo ini berinisiatif memperkenalkan kembali upaya-upaya pembaharuan KV II ini. Selain memperingati 50 tahun pembukaan KV II ini juga memperkenalkan beberapa dokumen penting dari KV II, diantaranya: Dei Verbum, Kitab Suci, kerasulan awam, lalu apa gereja itu. Panitia telah mempersiapkan kegiatan memperingati 50 tahun Pembukaan Konsili Vatikan II dengan para pembicara yang ahli dibidangnya dan tema-tema (1 tema setiap bulannya) dari bulan Juni hingga Nopember 2012. Tema-tema itu, adalah: Panorama Sejarah Konsili Vatikan II (10 Juni), Kitab Suci dan Wahyu (1 Juli), Umat Allah di Tengah Dunia (5 Agustus), Pembaharuan Liturgi (2 September), Gereja Sebagai Terang Dunia (7 Oktober), dan Kerasulan Awam (4 Nopember).
Pembicara lain yang tampil setelah Prof DR Armada Riyanto CM dan Prof DR Eddy Kristiyanto OFM, yakni: Prof DR H Pidyarto O.Carm (1 Juli), DR L Sutadi Pr (5 Agustus), DR E Martasudjita Pr (2 September), DR Deshi Ramadhani SJ (7 Oktober) dan Prof DR Piet Go O.Carm (4 Nopember).

Sebenarnya Pembukaan Konsili Vatikan II ini pada tanggal 11 Oktober 1962, lalu baru mulai terlaksana pada 8 Desember 1962 dan berakhir pada 8 Desember 1965. Awalnya kegiatan ini, kata Pastor Rafael, diperkirakan tidak mendapat respon dari umat paroki yang ada di kota Surabaya, akan tetapi umat menyambutnya dengan antusias untuk ikut kegiatan ini sehingga panitia sedikit kewalahan mengatasi animo dari umat yang cukup besar ini, yang aman tiket yang disediakan hanya untuk 350 orang saja malah melebihi 500 orang. Tidak ada perhitungan dan target dari panitia untuk kegiatan ini, tetapi bagaimana memberikan pembinaan iman dan katekese yang baik bagi umat.

Konsili Vatikan II, menurut Pastor Rafael, masih relevan diangkat kembali ke permukaan untuk dibahas. Di mana upaya pembaharuan itu tidak bisa otomatis langsung diterapkan, hal ini berhubungan dengan mental orang siap atau tidak siap, misalnya: dialog lintas agama. Di sinilah KV II mengatakan kita harus terbuka dengan semua orang dari berbagai latar belakang dan keyakinan. Panitia berharap bagi umat ikut serta dalam kegiatan ini bisa menangkap pesan dari pembaharuan Konsili Vatikan II ini dan menerapkannya dalam lingkup mereka masing-masing. Diharapkan juga hasil-hasil dari KV II ini bisa diterapkan dan diwujudnyatakan oleh umat/peserta talk show sesuai kapasitas dan lingkupnya masing-masing. (Parulian Tinambunan – Surabaya) 

Seminar Internasional Mengenang 80 Tahun Prof. Dr. Habil Josef Glinka SVD


Serangkaian agenda acara untuk merayakan ulang tahun ke-80 Prof Dr Habil Josef Glinka, SVD. Acara berlangsung dari tanggal 5 – 7 Juni 2012 dengan agenda perdana adalah Seminar Internasional yang dihadiri oleh pembicara terkemuka dibeberapa bidang antropologi, antropologi fisik, dan biologi, yakni: Prof Dr Herawati Sudoyo (Eijkman Institute for Molecular Biology), Prof Dr Meutia Farida Hatta Swasono MA (Univesitas Indonesia), Prof Dr Laurentius Dyson P, MA (Universitas Airlangga) dan Dr Maribeth Erb (National University of Singapore). Setelah itu, ada tujuh acara lainnya: Suroboyo 'Cuk, Ethnomedicine Workshop, Festival Badhokan Dan Produk Jawa Timuran, Festival Dolanan Anak, Open House Museum Dan Pusat Kajian Etnografi, menggapai Mimpi anak jalanan, dan Ai Lop Yu, Glinka! Selain itu ada penerbitan buku, Bunga Rampai Antropologi Ragawi, yang berisi tulisan-tulisan rekan Prof Glinka dan siswa.
Prof. Dr. Habil Josef Glinka SVD
Keanekaragaman acara namun padat agenda mencerminkan semangat alumni serta mahasiswa-mahasiswi Prof Glinka yang menggagas acara ini untuk menunjukkan penghargaan dan rasa terima kasih terhadap dedikasi Prof Glinka sejak tahun 1985 untuk memulai dan memelihara studi antropologi fisik di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (FISIP Unair). Karena kontribusi Prof Glinka itu, Universitas Airlangga adalah satu-satunya universitas yang mengembangkan studi antropologi fisik dengan antropologi sosial budaya. Juga karena Prof Glinka, mahasiswa sarjana dan pascasarjana di Universitas Airlangga banyak dapat mengeksplorasi lebih lanjut bidang antropologi fisik. Namun karena Prof Glinka, bidang melengkapi antropologi fisik diterapkan dengan disiplin ilmu lain yang dikembangkan di Universitas Airlangga, seperti genetika, kedokteran gigi, kedokteran, forensik, hukum dan sosiologi. Kehadiran dan partisipasi Prof Glinka ini, memperkuat pemahaman antropologi sebagai studi berkembang dan multidisiplin.

Kontribusi yang luar biasa

Dekan Fakultas FISIP Unair Surabaya Ignatius Basis Susilo menuturkan atas nama seluruh civitas akademika dari FISIP Universitas Airlangga, menyampaikan selamat kepada Prof Glinka pada hari ulang tahun ke-80 nya. Juga atas nama fakultas,  berterima kasih kepada Prof Glinka atas kontribusi luar biasa untuk memajukan kehidupan ilmiah di fakultas ini. Juga buat Departemen Antropologi dan panitia untuk Celebrating Antropology: Celebrating the 80th birthday of Professor Dr Habil Josef Glinka SVD atas perhatian dan upaya tak kenal lelah sehingga serangkaian agenda untuk merayakan antropologi dapat mengambil sukses luar biasa dalam mengakomodasi kekuatan penghargaan dan terima kasih kepada Prof Glinka.
Basis berharap Departemen Antropologi dapat terus mengembangkan studi antropologi fisik yang telah dirintis oleh Prof Glinka dan Dr A Sukadana Adi. Beberapa Prof Glinka berikutnya in-line, seperti Dr Toetik Koesbardiati, Dr Diah Myrtati Artaria, dan (Dr calon) Lusi Diah, perlu mendidik dan melatih kader baru kemudian dapat membantu untuk memajukan studi antropologi fisik. Saya berharap juga, seperti yang telah dirintis oleh Prof Glinka dan Dr Adi Sukadana, Departemen Antropologi dapat terus mengejar Antropologi di almamater kita saling melengkapi dengan disiplin ilmu lainnya. “Harapan ini konsisten dengan kami fakultas khittah, yang dirancang oleh Prof Soetandyo Wignjosoebroto dan pendiri fakultas lain, bahwa "ilmu pengetahuan tidak harus eksklusif dan terfragmentasi, tetapi harus mampu menyapa dan saling melengkapi" untuk lebih membantu untuk menjawab kehidupan dan masyarakat masalah yang semakin menjadi lebih kompleks,” ucap Basis.
Sebagai profesor antropologi, beliau juga seorang Pastor/Imam Katolik. Menurut Basis, Prof Glinka ini orangnya baik, tahu persis apa yang harus dilakukannya untuk mengembangkan ilmu antropologi ragawi. Bukan hanya mengajar antropologi ragawi, beliau juga aktif mengkader anak didiknya atau mahasiswa/i nya untuk belajar lebih lanjut sehingga saat ini FISIP Unair memiliki ahli antropologi ragawi. “Pastor Glinka itu orangnya pandai tetapi juga orangnya suci,” kesan Basis.
Ketua Panitia Penyelenggara Toetik Koesbardiati mengatakan bahwa Prof Glinka adalah Antropolog Ragawi Indonesia kini menjadi dosen luar biasa Unair Surabaya. Juga salah satu pendiri Antropologi Ragawi di Unair, di usianya ke 80 tahun. Unair ingin merayakannya sekaligus berterimakasih atas semua usahanya menjadikan Antropologi Ragawi di FISIP Unair. Memulai karir dosennya di Fisip Unair sejak tahun 1985. Acara ini diharapkan hanya untuk ucapan rasa terima kasih dan mengingatkan kepada masyarakat bahwa antropologi itu tidak sesederhana yang mereka lihat, antropologi juga berkolaborasi atau berbuat sesuatu bagi masyarakat. Menurut Toetik, antropologi itu ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari sisi budaya maupun ragawinya, bertepatan Prof Glinka dari awalnya menekuni ilmu Biologi dan tahu tentang antropologi itu serta memang Prof Glinka ahli ragawi Indonesia.
Memang diakui peminat antropologi di Indonesia ini sangat sedikit, karena salah satu kendala tidak banyak mengetahui antropologi itu mau jadi apa dan sebagainya. Selama ini masyarakat hanya tahu mengenai tulang belulang, purbakala, tari-tarian dan lain-lain. Kini bidang antropologi memasuki dunia kesehatan dalam mengidentifikasi organ tubuh manusia dan juga mengembangkan bagaimana menangani pasien, dan sebagainya.

Sekilas mengenai Antropologi Ragawi Indonesia

Bagi Prof Glinka, usianya saat ini adalah bonus dari yang mahakuasa. “Orang Suci atau orang kudus mati muda, kepada pendosa diberi hidup/usia yang panjang supaya mau bertobat,” katanya. Terlahir dengan nama Jozef Glinka pada 7 Juni 1932 di Chorzow, Polandia. Latar Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan tahun 1939 – 1951. Studi Filsafat, Seminari Tinggi Serikat Sabda Allah (SVD), Pieniezno, Polandia tahun 1951 – 1954 dan Teologi di tempat yang sama tahun 1954 – 1958. Belajar tentang biologi, kimia dan antropologi ragawi, Universitas Adam Mickiewicz, Poznan, Polandia tahun 1959 – 1964. Lalu menyelesaikan pendidikan Alexander von Humboldt-Stiftung postdoctoral research fellowship tahun 1974/1975 & 1976/1977.
Gelar profesi yang diraih Pastor Glinka, tahun 1957 ditahbiskan jadi Imam SVD. Tahun 1964 meraih gelar MSc di Universitas Adam Mickiewicz, Poznan, Polandia. Tahun 1969 raih Doktor (PhD) Biologi dalam Antropologi dan tahun 1977 memperoleh habilitasi (guru besar, DSc) di Jagiellonian University, Krakow, Polandia.
Kegiatan profesi yang telah dijalaninya, tahun 1964 – 1965 dosen Filsafat Alam, Seminari Tinggi Serikat Sabda Allah (SVD), Pieniezno, Polandia. Dosen Antropologi dan Filsafat Alam Hidup, STFK, Ledalero, Flores (1966-967). Dosen tamu, Universitas Nusa Cendana, Kupang dan Unika Atma Jaya, Jakarta (1972-1974). Guru besar Antropologi dan Filsafat Alam Hidup, STFK, Ledalero, Flores (1977-1985). Guru besar tamu, Johannes-Gutenberg-Universitat, Mainz Jerman, dan beberapa PT di Polandia (1982-1983). Tahun 1985 hingga saat sekarang guru besar luar biasa Antropologi Ragawi, Universitas Airlangga, Surabaya. Tahun 2000 – 2007 guru besar luar biasa Bioantropologi, Unika Widya Mandala, Surabaya.
Sepanjang tahun 1966 hingga 2011 berbagai penelitian dan publikasi atas karya-karyanya telah menghasilkan 10 buku, 81 makalah ilmiah, 65 makalah populer – dalam bahasa Indonesia, Jerman, Inggris dan Polandia. (Parulian Tinambunan – Surabaya)