Semua pasangan yang sudah lama berkeluarga tahu, betapa hidup
berkeluarga itu gampang-gampang sulit. Membahagiakan di suatu saat, tapi bisa
juga sangat sulit, sedih, stres, merasa menghadapi jalan buntu di saat yang
lain. Masalah itu bisa jadi datang dari pasangan sendiri, masalah anak,
financial atau tempat tinggal. Tapi kata pakar parenting, dengan menetapkan
visi yang jelas dapat meredam munculnya konflik dan stres, sehingga tanggung
jawab membangun kehidupan pernikahan pun tidak dirasakan
sebagai beban.
Satu Visi Dalam
Segala Hal
Memiliki visi
bersama dalam mengarungi
bahtera rumah tangga
sangat penting. Umumnya,
visi berkaitan dengan
apa saja yang akan dilakukan
dalam membangun hidup perkawinan dan keluarga. Tidak hanya soal anak atau
tempat tinggal, tetapi juga pekerjaan dan rencana hidup di masa mendatang.
Tanpa visi yang jelas, konflik dan stres akan mudah menghinggapi pasangan
suami-istri dan keluarga secara umum. Apalagi untuk calon pasangan sekarang,
yang umumnya sudah melalui proses pengenalan dan banyak yang sudah terdidik.
Sebaiknya sebelum menikah duduklah bersama untuk menetapkan mau dibawa ke mana
rumah tangga yang akan dibina. Tujuannya untuk menghindari munculnya
ketegangan, merencanakan manusia seperti apa yang ingin dihasilkan. Dengan visi
pasangan tahu apa yang akan dihadapinya, sekaligus mengantisipasi masalah yang
mungkin terjadi. Stres biasanya berawal dari hal sepele sering tertunda
penyelesaiannya. Misalnya tidak suka dengan prilaku tertentu dari pasangan.
Apabila tidak terbiasa melakukan toleransi dan berdiskusi mengatasinya, tentu
bisa menjadi sumber konflik. Dalam
menetapkan visi, penting juga membicarakan apa yang kita inginkan dari pasangan.
Masalah tempat tinggal menjadi faktor
yang tidak kalah
penting. Sebaiknya setiap pasangan memiliki cita-cita terkait rumah
idaman dan berupaya untuk mewujudkannya.
Memilih Karier atau
Anak?
Khususnya
bagi para ibu, karier sering kali tersandung ketika sudah berumah tangga. Meski
tidak sedikit pula yang sukses melakukan multiperan, baik sebagai istri, ibu
maupun wanita pekerja. Bagi yang sudah biasa, bekerja itu ibarat makanan untuk
jiwa. Kerja merupakan kesempatan untuk aktualisasi diri. Namun setelah memiliki
anak pandangan tentang pekerjaan dapat
berubah. Patut diapresiasi bagi ibu yang berprestasi cemerlang di kantor,
sekaligus mampu membuat buah
hatinya menjadi hebat. Sementara jika suami meminta untuk berhenti
berkarier dan fokus dalam mengurus anak, mau tidak mau ibu harus meninggalkan kariernya. Oleh karena itu Ibu
harus mengganti visi
pribadinya demi kesejahteraan keluarga
yang hendak dibangun.
Anak Adalah Investasi
Terbesar
Visi yang
jelas akan memelihara setiap pasangan dalam membina keutuhan pernikahan. Visi
Ibarat “Connecting the present with the future”.
Pekerjaan utama dari suami-istri adalah sebagai Ayah dan Ibu dan yang
menjadi investasi terbesar di masa mendatang bukanlah harta melainkan anak.
Tentu semua orangtua berharap anaknya kelak akan berbakti dan mampu memberikan
kebanggaan. Sama seperti
perusahaan, membangun keluarga
juga memerlukan perencanaan strategis
dan matang. Untuk itu, demi menghasilkan anak berkualitas orangtua harus pandai
berkomunikasi dengan anak,
memberikan dukungan dan
konsistensi agar anak memiliki
sikap disiplin, bisa memaksimalkan potensi anak melalui pembentukan karakter,
serta mampu memandu anak di masa depan ke arah yang dicita-citakan. “Family
vision is about corporate vison. Jadi perlakukan keluarga seprofesional mungkin sesuai dengan
kondisi sekarang mencakup aspek sosial, emosional, fisik, intelektual, dan
spiritual. Semua ini demi membentuk anak menjadi pribadi yang benar.”
Sesuai Peran
Setiap
anak lahir dengan talenta mereka masing-masing. Orangtua bertanggung jawab
terhadap pembentukan otak anak. Jika dibagi dalam peran, wilayah ibu berada
dalam hal menata inti kepribadian,
seperti nilai, sikap dan perilaku. Sementara peran ayah terletak pada permukaan
yang mudah diubah diantaranya pengetahuan, informasi, dan keterampilan. Dengan
kata lain, dalam hal perkembangan anak, ibu membentuk fondasi yakni mental,
sedangkan ayah membangun konstruksi yang terkait akademik dan profesi.
Dalam tatanan pengasuhan menjadikan anak pintar secara akademik
itu bukan prioritas tetapi penting bagi pembentukan pengetahuan dan
keterampilan. Orangtua dapat mengupayakan hal ini dengan memberi yang terbaik
untuk anak misalnya sekolah, les dll. Selanjutnya adalah Attitude, yakni mengarahkan anak dalam bersikap
dan bertingkah laku, termasuk dalam hal berdisiplin tata krama dan sopan
santun. Hal penting lain adalah Spritual,
artinya orantua harus menumbuhkan pemikiran agar anak memiliki esensi
dalam hidupnya. Jika sudah memiliki visi ingin menjadikan anak seperti apa,
saatnya membentuk team yamg solid yang terdiri dari Suami-istri dan anak-anak.
Semuanya melakukan tugas dan perannya masing-masing. Tidak lupa beradaptasi
dengan kebutuhan seiring berjalannya waktu, karena tentu akan ada perubahan
yang terjadi. Misalnya perubahan lingkungan, dan perkembangan fisik dan
psikologi anak, tapi bukan berarti mengubah visi. Membentuk keluarga yang
visioner itu cukup kompleks dan membutuhkan sejumlah keterampilan agar hasil
optimal. (Anna Adhyatmi Riantobi/disarikan dari Kartini no. 2330)