JAKARTA, suaramerdeka.com - Setelah meraih jumlah
penonton sebesar 415 ribuan di jaringan bioskop Cineplex 21, dan di luar
jaringan bioskop itu, hampir mencapai angka 50 ribuan (dan terus
berjalan), DVD dan VCD film Soegija produksi Puskat Pictures akhirnya dirilis secara resmi di Jakarta, Kamis (18/10).
Dalam rilis yang dihadiri Garin Nugroho selaku sutradara film itu,
Djadug Ferianto (penata musik), Nirwan Dewanto (aktor utama sebagai
Soegijo) dan Romo Benny, diharapkan versi DVD dan VCD film Soegija, "Dapat makin menyebarkan semangat kebangsaan Soegija yang mengatasi kepentingan agama," ujar Garin di Jakarta, Kamis (18/10).
Film Soegija saat
ini sedang dibawa ke Pusan Film Festival di Korea, setelah itu ke Tokyo
Film Festival, "Dan biasanya sampai 10 hingga 12 film festival
internasional menyusul di belakangnya," imbuh Garin.
Masih
menurut Garin, membuat dan mengekspresikan film yang bernarasi tentang
keagamaan dan kebangsaan harus memberikan keriangan, apapun agamanya,
"Kalau mengekspresikan keagamaan dipenuhi dengan rasa khawatir, bukan
pancasialis namanya," katanya.
Di masa Indonesia kehilangan inspirasi keberagaman, menurut dia, film Soegija telah memberikan inspirasi, "Dengan memberikan civic education kebangsaan, setelah film saya sebelumnya," katanya menyebut filmnya yang lain berjudul Mata Tertutup, yang juga dia timbang mengedukasi sebagaimana film Soegija.
Hal
senada dikatakan Nirwan Dewanto. Dia bercerita, setahun lalu persis
menerima tawaran peran sebagai Soegija. "Ini tawaran yang berat, karena
saya tidak punya jejak rekam di dunia film. Berat lainnya, tokoh Soegija
adalah tokoh nasional. Uskup pribumi pertama yang mempunyai dua
kesulitan," katanya.
Kesulitan Soegija pertama menurut dia, sebagai tokoh gereja katolik
Soegija dianggap wakil Barat. Sedangkan pada masa kemerdekaan, Barat dan
Pribumi adalah dua hal yang bertentangan. "Dan Romo Kangjeng (Soegija)
memilih berdiri di pihak Republik, dengan memindahkan pusat Gereja ke
Yogyakarta."
Propaganda kebangsaan
Yang pasti, Nirwan menambahkan, film Soegija bukan film propaganda agama, tapi propaganda kebangsaan. Dengan sembillan tokoh sentral yang mengemban semangat kebangsaan. "Oleh karenanya film ini layak tonton, karena kepahlawanan selama ini dianggap dengan sikap mengangkat senjata, Jenggoisme dan Ramboisme."
Yang pasti, Nirwan menambahkan, film Soegija bukan film propaganda agama, tapi propaganda kebangsaan. Dengan sembillan tokoh sentral yang mengemban semangat kebangsaan. "Oleh karenanya film ini layak tonton, karena kepahlawanan selama ini dianggap dengan sikap mengangkat senjata, Jenggoisme dan Ramboisme."
Garin juga berharap, setelah film Soegija makin banyak yang membuat film-film pemimpin bangsa lainnya yang pluralis. Dia juga bercerita, pada awal produksi film Soegija ada
beberapa kendala, "Mosok membuat film seperti ini (saya) mau digorok,
memalukan sekali di negara seperti ini," katanya sembari tersenyum.
"Negara ini kan negara anjing menggonggong, kafilah ikut
menggonggong. Dalam angka statistik rating kebangsaan negara ini,
nilainya lebih rendah dari rating PSSI," lanjutnya.
Oleh karena
itu, dia menghimbau sebagai warga bangsa, untuk sama-sama belajar dari
nilai-nilai keutamaan dari tokoh-tokoh pendiri bangsa ini. "Soegijo
tidak cukup hanya dengan satu film, demikian pula dengan tokoh-tokoh
besar lainnya. Karena tokoh-tokoh besar bisa ditafsir dari berbagai
macam latar belakang."
Yang pasti, sebagai sutradara yang mengaku cuek dalam hal distribusi film, dalam hal film Soegija, Garin telah menjalankan tiga perannya. Yaitu peran sosial politik budaya, peran artisitik dan peran ekonomi. VCD dan DVD film Soegija dapat dibeli di sejumlah toko buku, paroki, pesantren juga di berbagai komunitas di Australia, India, hingga Eropa.
(Benny Benke/CN15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar