Alfonsa (kiri) |
Keunikan
tenun ikat Flores begitu memikat hati seorang ALFONSA HORENG. Bagi wanita lulusan Universitas
Katolik Widya Mandala Surabaya ini, keunikan budaya tanah air sangat kaya akan
nilai-nilai integritas budaya dan nilai kebijaksanaan lokal yang mendalam.
Konon sejak kecil Ibu dan nenek telah terbiasa mengajarkan Alfonsa tentang apa
dan bagaimana membuat tenun ikat Flores. Pengalaman masa kecil itu akhirnya
mengantarkan ALFONSA HORENG mengelilingi dunia, mengunjungi negara-negara asing
guna mempromosikan kekayaan nilai tenun ikat Flores. Lantas apa visi dan misi
Alfonsa dalam hal ini, “Merambah ke desa-desa, kampung-kampung yang
kritis - giving awarness and development them to love the ikat weaving - jadi
bukan usaha perdagagan yang menjadi prioritas kami krena kami bukan pedagang”
jelas Alfonsa ketika bincang-bincang dengan Majalah Keluarga Kana di sela-sela
kesibukannya di luar negeri.
Puluhan event internasional telah
diikutinya, di antaranya berupa presentasi, workshop dan memberikan pendidikan
budaya kepada masyarakat dunia seperti, International Folk Art di Santa
Fe, New Mexico 2011; Indonesian Day di San Francisco, California 2011; Presentasi di The TSA “Textiles and Politics”, Washington DC, 2012, Workshop pada The
Yield University, Connecticut, New York,
2012; presentasi dan workshop di TAASA, Sydney
2008; Destination of Tourism in Gold Coast – Queensland 2009; presentasi dan workshop pada The International
Symposium of Natural Dye in La Rochelle, France
2011; serta aneka kegiatan di beberapa
negara lainnya. “Kesan mereka mendalam kepada penyaji.
Jika penyajinya tidak bisa membawa situasi promote menjadi menarik atau tidak
bisa omong dalam bahasa-bahasa mereka maka nihil. Pemerintah Indonesia sangat
mendukung tapi hanya Pemerintah Pusat is the best memberikan support dalam
bentuk program-program yang relatif dan
bantuan material serta rekomendasi” ujar Alfonsa menunjukkan bagaimana reaksi
masyarakat dunia internasional.
Bagi
Alfonsa, saat ini salah satu kekayaan budaya Indonesia tersebut memang telah
dilestarikan, namun pelestariannya masih bersifat instan, sehingga nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya tidak mendapat prioritas perhatian. Keprihatinan tersebut menggerakan hati alumni Flinders
University, Adelaide, Gender Consortium, Good Governance and Leadership,
Australia 2008 ini kemudian mendirikan Sentra Tenun Ikat “Lepo Lorun” tahun 2002. Sentra ini tergabung dari
wanita-wanita yang memiliki integritas dan minat dalam mempromosikan budaya
tradisional Indonesia, khususnya budaya Flores.
Menghadapi
perkembangan globalisasi Alfonsa berharap pemerintah perlu adakan sekolah
formal di bidang ini. Ia mengajak generasi muda untuk mulai berbuat sesuatu
memberikan sumbangannya bagi perkembangan budaya bangsa. Semua itu dapat
dimulai dari lingkungan keluarga sebagai dasar pendidikan pertama bagi setiap
pribadi. “Keluarga, bergantung si ibu yang mendidik anaknya menjadi kebiasaan
budaya yang langsung dikonsumsi bukan menjadi batu loncatan saja atau
tunggu proyek-proyek siluman” harap Alfonsa mengakhiri perbincangan. (Anthonius
Primus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar