Minggu, 15 Januari 2012

Paus Benediktus XVI: Kebijakan yang Meruntuhkan Keluarga Mengancam Masadepan Kemanusiaan

Ada satu gerakan di Barat yang disebut Gerakan Homoseksual. Mereka dengan kuatnya menyerang Gereja Katolik. Syukurlah karena keteguhan hati Paus Benediktus XVI serangan itu dapat dihadapi. Semua itu menjadi inspirasi bagi kita semua.  Kebenaran tentang perkawinan bukanlah suatu konstruksi “Iman” yang sederhana. Hukum kodrat sepanjang sejarah peradaban manusia menunjukkan dengan tegas  bahwa perkawinan antara pria dan wanita terbuka pada kelahiran anak dan keintiman dalam hidup.
Setiap tahun sesudah Natal Paus menyampaikan refleksi-refleksinya yang sangat penting bagi umat manusia. Pada Januari 2012 ini, Paus Benediktus XVI menyampaikan refleksinya, suatu ajaran kepada dunia mengenai  berbagai topik dalam sebuah analisis yang cerdas. Salah satu topik mengenai komentarnya tentang Perkawinan dan Keluarga. Ini disampaikan dalam konteks diskusi penting tentang pendidikan kaum muda. Komentar-komentar tersebut bukanlah hal yang baru. Bagaimana pun Paus mengalami perlawanan selama masa kepemimpinannya.
“Pendidikan merupakan suatu yang sangat krusial bagi setiap generasi, karena pendidikan menentukan perkembangan kesehatan setiap pribadi dan masa depan masyarakat. Ini merupakan tugas pokok dan utama dalam berbagai kesulitan dan tuntutan waktu saat ini. Ini untuk menjelaskan tujuan, bahwa memimpin kaum muda untuk memiliki pengetahuan yang lengkap tentang kenyataan dan kebenaran, pendidikan butuh persiapan. Di antaranya, penghargaan terhadap keluarga yang didasarkan pada perkawinan antara pria dan wanita. Ini bukanlah kebiasaan social yang sederhana, tetapi merupakan suatu yang sangat fundamental dalam setiap masyarakat”.
“Konsekuensi kebijakan yang menentang keluarga mengancam martabat manusia dan masa depan kemanusiaan itu sendiri. Keluarga merupakan kesatuan fundamental bagi proses pendidikan dan bagi perkembangan individu dan negara; sebab itu dibutuhkan suatu kebijakan yang mempromosikan keluarga dan perpaduan dialog sosial. Ini bukti bahwa kita menjadi terbuka kepada dunia dan kehidupan, seperti yang saya tekankan selama kunjungan ke Kroasia, “Keterbukaan terhadap kehidupan merupakan suatu tanda keterbukaan terhadap masa depan” ungkap Paus.
Dalam nasehatnya pada perayaan Ekaristi di kapela Sakramen Mahakudus, Paus Benediktus merangkum tugas pokok umat beriman Katolik ketika berhadapan dengan serangan terhadap autentisitas perkawinan: “Perkawinan dan keluarga adalah institusi yang harus dipromosikan dan dibela dari segala kemungkinan yang menolak kehadiran kebenaran kodratnya, dari apapun yang membahayakannya yang juga adalah bahaya bagi masyarakat itu sendiri”.  
Kongregasi untuk ajaran iman Gereja Katolik pada tahun 2003 menulis, “Ajaran Gereja tentang perkawinan dan tentang saling melengkapi dalam seksualitas mengulangi kebenaran pernyataan yang menjelaskan hak asasi yang diakui oleh seluruh kebudayaan di dunia. Perkawinan bukan sekedar relasi kehadiran manusia. Ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri dari Pencipta dalam kodratnya, sifat dan tujuan yang esensial”.  
“Tidak ada ideologi yang dapat menghapus ketentuan semangat manusia akan kehadiran perkawinan sebagai semata-mata hanya terjadi antara seorang pria dan seorang wanita, yang melalui saling memberikan diri, pantas dan eksklusif bagi diri mereka sendiri, memelihara hubungan personal mereka ke depannya. Dengan cara ini, mereka bersama-sama saling menyempurnakan, melalui kerja sama dengan Allah dalam prokreasi dan pendidikan hidup manusia baru”.
Para Pemimpin Gerakan Homoseksual tidak hanya menuntut bahwa kaum homoseksual berhubungan seks secara praktis adalah secara moral sama dengan ungkapan seksual dari cinta perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita-mereka juga menuntut setiap negara untuk mengesahkan  hubungan homoseksual ke jenjang  perkawinan.
Perkawinan merupakan dasar bagi keluarga yang memiliki hak istimewa sebagai tempat pembentukan nilai-nilai dan karakter dalam diri anak-anak, warga masa depan kita. Keluarga merupakan masyarakat pertama, rumah tangga pertama, sekolah utama, peradaban pertama, dan perantara institusi utama pemerintahan.
Gereja dengan keras menghukum tindakan kriminal yang melawan kodrat setiap pribadi, termasuk mengidentifikasi diri sendiri sebagai homoseks. Bagaimanapun juga untuk membatasi perkawinan bagi pasangan homoseksuasl bukanlah suatu diskriminasi, sebagaimana hal tersebut tidak pernah ada. Pasangan homoseksual tidak dapat menunjukan dalam kehadirannya tujuan yang mendalam dari  definisi perkawinannya, yakni terbuka kepada keturunan dan pendidikan anak. (Primus/Laporan Deacon Keith Fournier- Catholic Online)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar