HOMILI UNTUK ANAK

            “Anak-anak adalah harta kekayaan yang tak ternilai bagi Gereja. Mereka bukan umat kelas dua atau “kelas kambing”. Mereka bukanlah umat yang belum komplit. Mereka adalah manusia utuh! Mereka berhak mendapat yang sama dengan umat seluruhnya untuk mendapatkan “makanan rohani” seperti umat lainnya” Ungkap Ir. JVC. Josephine Lindawati Wahyuni pada kesempatan seminar “Homiletika Untuk Anak” yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang di Aula Misiologi SVD. Berikut dokumentasi catatan seminar tersebut.

            Anak-anak berhak mengalami misa dan tumbuh dari meja sabda dan meja kurban yang menjadi sumber dan puncak hidup Gereja. Mereka warga Gereja yang sah dan penuh sehingga bukan yang digiring ke sakristi, ke rung pastoran Paroki atau ke tempat parkir untuk menghindari khotbah imam dan konsekrasi, dan baru digiring masuk di akhir misa untuk mendapatkan berkat tanda Salib di dahinya. Mereka adalah wajah Gereja masa depan tetapi juga masa kini? Mereka ini penting, mereka adalah “tambang emas”, “worshipers of God”, “Imitators of God”, “ambassadors of God”; mereka adalah pendoa dan pencari Allah yang haknya perlu diberikan, bukan menunggu mereka besar tetapi sudah sejak sekarang”. Sabda Yesus, “Biarkanlah mereka datang kepada-Ku”. Bantu mereka datang, lihat dan menang (Veni, Vidi, Vici); artinya bantu mereka menjadi “anak-anak Allah” sesuai impian Tuhan sendiri dan percayalah mereka akan menjadi pekerja-pekerja Allah yang dhsyat!

1.                  Khotbah untuk Anak: Susah-Sukanya
Homili untuk orang dewsa itu mudah dan bahan inspirasinya dapat bermcam-macam. Bahkan kita bisa terkenal dan dapat diundang ke mana-mna untuk seminat/rekoleksi/retret. Tetapi bila berkhotbh untuk anak-anak itu sulit, mereka ribut, tidak bisa diam, tidak mengerti apa-apa, daya tangkap rendah, terutama soal teologi. Berkhotbah untuk nak-anak itu tidak ada untungnya, tidak ada pujian dan tidk membuat kita terkenal.
Demikianlah mewartakn Sabda Allah kepada anak-anak adlah memperkenalkn Tuhan keada mereka, membuat Tuhan disukai, dihormati, dicintai dan dituruti dengan gembira dan bangga oleh ank-anak. Homili bagi anak ialah agar ana-ank mengenal Tuhan lebih baik, mencintai Tuhan lebih syurrrr dan mengikuti Tuhan lebih dekat. Bahkan lebih lagi, menjadikan mereka misionaris, pewarta, saksi Tuhan yang  gembira, berani dan bangga. Anak-anak butuh Tuhan, anak-anak ingin lami, cintai Tuhan dan mengikuti-Nya! Khotbah untuk anak akan menghantar merek kepada Yesus dan membawa Yesus kepda anak-anak. Sang sabda, Yesus Kristus yang hidup, benih Firmn yang subur masuk di hati anak-anak, mka kita tidk hanya membawa anak-anak ke dalam Gereja, tetapi juga ke dalam surga. Bahkan ada begitu banyak kesaksian anak-anak sekecil itu, oleh pertumbuhan dan kesaksian imannya telah membawa seluruh keluarganya kini dan keluarganya nanti ke Gereja, ke Surga. Dalam hal ini, hak anak-anak sebagai subjek pertumbuhan iman agar dapat terwujud, perlu motivasi: mengapa Gereja perlu berkhotbah untuk anak-anak?
2.                  Sharing Teknis Menyajikan Khotbah Untuk Anak
Modal dasar yang utama ialah nada dasar “C” dan “G” yakni, Cinta dan Goodwill. Di sini ada beberapa langkah dasar:
1)      Membaca berulng-ulang Sabda Tuhan dengan kerinduan dan keingintahuan yang besar
2)      Duduk diam, membayangkan apa yang mau disampaikan Yesus kepada anak-anak zaman ini, saat ini: Pesan-pesan kecil dan penting apa yang Yesus ingin mereka ketahui, sadari dan bertumbuh sesuai pesan-pesan itu
3)      Cobalah menulis satu atau dua pesan yang paling kuat: tentu ada banyak, tetapi bagi anak-nak terlalu sulit diingat, jadi paling banyak tiga pesan bagi anak-anak pasca Komuni Pertama dan dua pesan bagi yang belum komuni
4)      Hubungkan dengan contoh konkrit dalam hidup harian anak-anak dengan membayangkan situasi dan keadaan anak-anak saat ini sesuai pesan-pesan itu
5)      Sabda Tuhan itu “active” dan “alive”, penuh daya, jadi upayakan mewartakan ajakan, niat konkrit yang menjadi misi/perutusan mereka nanti. Dalam hal ini ada banyak anak yang berhasil tumbuh dan dapat mengubah keluarganya lewat misi kecil mereka (aspek misioner khotbah)
6)      Usahakan menggunakan alat bantu ilustratif; misalnya dengan ceritera dongeng, peristiwa alam, lagu, lukisan yang diambil dari Kitab Suci, pengalaman pribadi dan divisualisasikan dengan alat peraga atau drama singkat
3.                  Pentingnya Alat Peraga
Berdasarkan Megabrain (ilmu yang mempelajari kerja otak, untuk memudahkan anak belajar dan menghafal sesuatu dengan cepat dan tidak mudah lupa), otak manusia itu mampu menerima gambar dan warna. Sesuatu yang dapat diterima oleh kedua belah otak, kanan dan kiri secara bersamaan, maka hasilnya akan luar biasa. Otak kanan kita mampu menangkap sebuah ceritera yang divisualisasikan dengan gerak, gambar dan warna. Otak kiri menangkap kata-kata yang diucapkan. Anak-anak akan mengalami kegelisahan bila kita berbicara lebih dari 5 menit tanpa gerak atau sesuatu yang dapat menarik perhatinnya. Anak-anak sangat kuat dalam bidang visualisasi, maka ini perlu dimanfaatkan.
Bila suatu homili diikuti dengan suatu ilustrasi cerit dan ditutup dengan “sentuhan” dan “ajakan misioner” yang tepat, hasilnya akan luar biasa. Ilustrasi itu mutlak dibutuhkan karena mengingat tipe komunikasi ke otak manusia meliputi beberapa bentuk berikut:
1)      Tipe Visualisasi: tipe ini dimiliki oleh mereka yang mempunyai signal yang sangat kut,             bila mata mereka melihat sesuatu. Signal yang kut itu akan segera dikirim ke otak dengan           sangat kut pula ( Sebagian besar anak-anak sangat kuat dalam visualisasi)
2)      Tipe Auditori: dimiliki oleh mereka yang mempunyai signal yang sangat kuat, bila        mendengar sesuatu. Tipe ini dipengaruhi tiga unsur:
·                           Kata-kata, mempengaruhi hanya 7%
·                           Kualitas suara mempengaruhi   38%
·                            Physiologi gerakan mempengaruhi 55%
      Semuanya itu jelas muncul dalam diri anak-anak. Bila berkata pada anak-anak tanpa          intonasi dan gerakn yang menarik, maka kita tidak akan didengar oleh mereka. Gunakan           bahasa tubuh, wajah, mimik, intonasi yang kaya dan variatif, sambil tetap ingat bahwa            kita bukan pelawak atau bukan titisan Inul. Bangun kontak dan relasi dengn mereka agar            mereka tidak sibuk bermain dengan jari-jarinya sendiri, anggota tubuhnya atau dengan         teman-teman di sampingnya.
3)      Tipe Kinestetik: Tipe ini dimiliki oleh mereka yang mempunyai signal yang kuat ke otak          bila dia bergerak atau melihat sebuah gerak. Maka jangan heran bila kita mau    menanamkan sesuatu pada nak-anak, kita harus meminta mereka ikut bergerak, misalnya            mengangkat jempolnya, mengangkat tangan, bertepuk tngan, dan sebagainya
4.                  Catatan Akhir
Di akhir seminar Ibu JVC. Josephine Lindawati menyampaikan beberapa harapan, permohonan, terutama bagi para petugas Gereja dalam melayani anak-anak. Berikut harapannya:
·                     Tolong jangan pernah katakan, “Saya tidak bisa, saya tidak tahu, bukan bidang saya!” “Air yang banyak tak dapt memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya” (Kid 8:7). Jika ada cinta pada anak-anak, banyak hal dapt kita lakukan. Cintai anak-anak kita, cintai jiwa dan iman mereka dan berikan apa yang mereka butuhkan...mungkin tidak mudah, perlu latihan, sekali lagi latihan itu perlu.
·                     Please, para imam, berkhotbah buat anak-anakmu, anak-anak Gereja kita....Tolong jangan katakan, “kan ada guru bina man!”...Tidak mo, anak-anak lebih rindu suaramu tentng Tuhn, dan tugas mengajar adlah tugasmu dan khotbah adalah serentak mengjar, menguduskan dan menggembalkan. Salah satu gangguan dalam bina iman adalah banyak anak-anak yang sudah komuni pertama dan para orangtua mereka lebih suka mendmpingi anak-anak kecil bina iman; bukannya ikut misa sebagaimana yang seharusnya. Kami menjadi saingan bagi para imam saat Ekaristi, dan hal ini sebenarnya tidak kami inginkan.
·                     Jangan lupa itu don’t forget, inga-inga itu remember’ kata orang, kata-kata dapat menggugah hati, tetapi contoh dan teladan  akan membekas dan tertanam di nubari anak-anak, yang bagaikan kertas putih suci...Jika para romo yang mengajar para frater, mau mencoba berkhotbah juga bagi anak-anak, alangkah indahnya.
Demikian catatan ringkas seminar yang dipresentasikan oleh Ibu JVC. Josephine Lindawati, yang selama kurang lebih 25 tahun bekerja mengajar dan mendampingi anak-anak, “Anak-anak adalah ‘bala tentara Surga’ yang memiliki kekuatan luar biasa dari sejak kecil bukan menunggu mereka besar”. (Antonius Primus).