Dugaan Korupsi Dana Bansos 2009
Oleh Frans Anggal
Pemeriksaan oleh Pansus DPRD Sikka terhadap para pejabat dan pengusaha dalam kasus dana bansos Sikka 2009 senilai Rp10,7 miliar perlihatkan satu hal. Banyak pejabat terlibat. Diperkirakan 25 pejabat akan terseret (Flores Pos Sabtu 14 Mei 2011).
Inilah keterangan para terperiksa. Pertama, tentang keterlibatan legislatif. Ada seorang pimpinan DPRD yang seenaknya mengebon barang di toko. Puluhan juta rupiah nilainya. Nota bon dikirim ke pemegang kas bansos Bagian Kesra. Barang bon diberikan kepada konstituen. Ada juga 4 anggota DPRD yang ajukan proposal minta dana.
Kedua, tentang keterlibatan eksekutif. Ada seorang pejabat penting yang pakai dana bansos untuk biaya kuliah salah satu anggota keluarganya di fakultas kedokteran. Ada pula seorang pejabat penting yang pinjam Rp40 juta dari seorang pengusaha. Ada juga beberapa staf Bagian Kesra yang pinjam puluhan juta rupiah dari seorang pengusaha atas perintah atasan.
Bagaimana pengembaliannya? Gampang: pakai dana bansos! Bagaimana pula caranya? Enteng: pakai kuitansi palsu! Modus ini sudah diakui Bendahara Bagian Kesra Setda Yos Otu pada pemeriksaan sebelumnya. "Saya buat kuitansi fiktif untuk menutupi utang barang dari pihak ketiga" (Flores Pos Kamis 12 Mei 2011).
Berkenaan dengan praktik busuk itu, "Bentara" Flores Pos Kamis 17 Maret 2011 memelesetkan kepanjangan "bansos" di Kabupaten Sikka. Bansos bukan lagi singkatan dari bantuan sosial, tapi bantuan syok-sial. Sebab, bantuan ini tidak lagi untuk yang benar-benar sial, tapi untuk yang pura-pura sial. Yakni, para pejabat legislatif dan eksekutif. Mereka ini pejabat "sialan", sehingga ketiban dana bansos.
Kisah dana bansos Sikka adalah juga kisah penyelenggaraan pemerintahan. Presiden AS Abraham Lincoln pada Pidato Gettysburg, 19 November 1863, "merumuskan" pemerintah yang ideal. Pada kalimat terakhir pidato singkat dan terkenalnya itu, ia menyebut 'pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat' (government of the people, by the people, for the people).
Seandainya Lincoln diizinkan Tuhan hidup kembali dan bertandang ke Sikka sejenak, untuk berpidato, apa yang akan ia katakan? Kemungkinan besar ia akan tetap menutup pidatonya dengan rumusan yang terkenal itu, namun dengan sedikit perubahan pada frasa terakhir. Dalam kasus dana bansos, boleh jadi ia akan bilang begini: pemerintah Sikka adalah 'pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, untuk pejabat'.
Praktik 'untuk pejabat' sangat terasa. Simaklah hasil audit BPK Perwakilan NTT. Hampir setengah dari dana bansos Sikka 2009 dipinjam pakai oleh dua pejabat legislatif. Satunya dalam bentuk uang tunai senilai Rp3,9 miliar. Satunya lagi dalam bentuk barang senilai Rp585 juta (Flores Pos Rabu 16 Maret 2011).
Di Sikka, dana bansos adalah dana untuk pejabat. Maka, banyak pejabat terlibat dalam kasusnya. Karena banyak pejabat terlibat, kita pun bertanya-tanya. Akankah penyelesaian kasus itu adil dan tuntas? Akankah semua pejabat itu tersentuh? Kita punya dasar untuk optimistis. Langkah politik (pansus DPRD) akan mendukung langkah hukum (tim tipikor kejari). Rekomendasi DPRD akan teguhkan sikap, tekad, dan tindak kejari.
Namun kita juga punya alasan untuk pesimistis. Pansus DPRD bisa saja menghambat proses hukum yang adil dan tuntas. Sebagian pejabat yang terlibat itu adalah pejabat penting, di eksekutif dan legislatif. Maka, tarik dorong dan tukar tambah kepentingan akan terjadi. Pansus pun terancam tidak independen. Rekomendasi mereka bisa saja akan mengecewakan. Celaka jadinya kalau kejari terdikte. Semoga tidak.
”Bentara” FLORES POS, Senin 16 Mei 2011
Oleh Frans Anggal
Pemeriksaan oleh Pansus DPRD Sikka terhadap para pejabat dan pengusaha dalam kasus dana bansos Sikka 2009 senilai Rp10,7 miliar perlihatkan satu hal. Banyak pejabat terlibat. Diperkirakan 25 pejabat akan terseret (Flores Pos Sabtu 14 Mei 2011).
Inilah keterangan para terperiksa. Pertama, tentang keterlibatan legislatif. Ada seorang pimpinan DPRD yang seenaknya mengebon barang di toko. Puluhan juta rupiah nilainya. Nota bon dikirim ke pemegang kas bansos Bagian Kesra. Barang bon diberikan kepada konstituen. Ada juga 4 anggota DPRD yang ajukan proposal minta dana.
Kedua, tentang keterlibatan eksekutif. Ada seorang pejabat penting yang pakai dana bansos untuk biaya kuliah salah satu anggota keluarganya di fakultas kedokteran. Ada pula seorang pejabat penting yang pinjam Rp40 juta dari seorang pengusaha. Ada juga beberapa staf Bagian Kesra yang pinjam puluhan juta rupiah dari seorang pengusaha atas perintah atasan.
Bagaimana pengembaliannya? Gampang: pakai dana bansos! Bagaimana pula caranya? Enteng: pakai kuitansi palsu! Modus ini sudah diakui Bendahara Bagian Kesra Setda Yos Otu pada pemeriksaan sebelumnya. "Saya buat kuitansi fiktif untuk menutupi utang barang dari pihak ketiga" (Flores Pos Kamis 12 Mei 2011).
Berkenaan dengan praktik busuk itu, "Bentara" Flores Pos Kamis 17 Maret 2011 memelesetkan kepanjangan "bansos" di Kabupaten Sikka. Bansos bukan lagi singkatan dari bantuan sosial, tapi bantuan syok-sial. Sebab, bantuan ini tidak lagi untuk yang benar-benar sial, tapi untuk yang pura-pura sial. Yakni, para pejabat legislatif dan eksekutif. Mereka ini pejabat "sialan", sehingga ketiban dana bansos.
Kisah dana bansos Sikka adalah juga kisah penyelenggaraan pemerintahan. Presiden AS Abraham Lincoln pada Pidato Gettysburg, 19 November 1863, "merumuskan" pemerintah yang ideal. Pada kalimat terakhir pidato singkat dan terkenalnya itu, ia menyebut 'pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat' (government of the people, by the people, for the people).
Seandainya Lincoln diizinkan Tuhan hidup kembali dan bertandang ke Sikka sejenak, untuk berpidato, apa yang akan ia katakan? Kemungkinan besar ia akan tetap menutup pidatonya dengan rumusan yang terkenal itu, namun dengan sedikit perubahan pada frasa terakhir. Dalam kasus dana bansos, boleh jadi ia akan bilang begini: pemerintah Sikka adalah 'pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, untuk pejabat'.
Praktik 'untuk pejabat' sangat terasa. Simaklah hasil audit BPK Perwakilan NTT. Hampir setengah dari dana bansos Sikka 2009 dipinjam pakai oleh dua pejabat legislatif. Satunya dalam bentuk uang tunai senilai Rp3,9 miliar. Satunya lagi dalam bentuk barang senilai Rp585 juta (Flores Pos Rabu 16 Maret 2011).
Di Sikka, dana bansos adalah dana untuk pejabat. Maka, banyak pejabat terlibat dalam kasusnya. Karena banyak pejabat terlibat, kita pun bertanya-tanya. Akankah penyelesaian kasus itu adil dan tuntas? Akankah semua pejabat itu tersentuh? Kita punya dasar untuk optimistis. Langkah politik (pansus DPRD) akan mendukung langkah hukum (tim tipikor kejari). Rekomendasi DPRD akan teguhkan sikap, tekad, dan tindak kejari.
Namun kita juga punya alasan untuk pesimistis. Pansus DPRD bisa saja menghambat proses hukum yang adil dan tuntas. Sebagian pejabat yang terlibat itu adalah pejabat penting, di eksekutif dan legislatif. Maka, tarik dorong dan tukar tambah kepentingan akan terjadi. Pansus pun terancam tidak independen. Rekomendasi mereka bisa saja akan mengecewakan. Celaka jadinya kalau kejari terdikte. Semoga tidak.
”Bentara” FLORES POS, Senin 16 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar