SPIRITUALITAS HIDUP SEORANG BUDDHA

Oleh: Antonius Primus

            Kehidupan spiritual seorang Buddha pada dasarnya berorientasi pada tiga hal pokok, yakni menjauhkan yang jahat, berbuat kebajikan, dan membersihkan pikiran dari noda. Apa yang dimaksudkan dengan menjauhkan yang jahat? Kejahatan yang dimaksud adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan diri sendiri dan sesama. Perbuatan jahat tersebut konkritnya seperti korupsi, kolusi, nepotisme, membunuh, dan sebagainya. Tindakan menjauhkan yang jahat dilengkapi dengan berbuat kebajikan. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam berbuat kebajikan, seperti melayani sesama dalam segala hal yang baik, mengusahakan perdamaian bersama dan sebagainya. Kedua tindakan tersebut perlu disempurnakan dengan tindakan ketiga, yakni  membersihkan pikiran dari noda. Noda dalam  hal ini adalah kebodohan dalam arti spiritual, bukan intelektual. Kebodohan spiritual meliputi keserakahan, kebencian, kemarahan, fitnah dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak kaum intelektual yang jatuh dalam kebodohan tersebut. Jadi untuk menjadi suci, siapa pun dapat mencapainya. Bagaimana membersihkan pikiran dari noda? Kehidupan manusia pada dasarnya merupakan suatu dukkha/penderitaan, sehingga manusia perlu membersihkan dirinya. Dukkha muncul karena manusia telah kehilangan kesucian. Perjuangan mencapai kesucian diusahakan lewat meditasi. Meditasi sebenarnya sulit dijelaskan, tetapi hanya dapat dialami.
            Meditasi dalam spiritualitas Buddhisme bukanlah suatu doa, tetapi suatu perjuangan dengan latihan yang terus-menerus dalam membebaskan pikiran dari kebodohan. Pikiran sangat mempengaruhi kesehatan. Meditasi merupakan suatu aktivitas mengontrol gerak-gerik batin. Meditasi dapat dilakukan dalam posisi jalan, duduk, berbaring, makan, tidur, minum dan sebagainya. Dalam meditasi orang merenung. Dalam renungan tersebut muncul segala macam perbuatan baik dan buruk yang kemudian disadari. Perbuatan yang buruk disesali dan dibuang.
            Meditasi mengubah hidup manusia menjadi lebih ramah terhadap sesamanya, mengalami berkat, mampu menaklukan diri sendiri dari hawa nafsu keserakahan, kebodohan, benci, amarah, permusuhan, serta mengantar seseorang pada pemahaman dan pengertian yang mendalam.  Pengertian itu memberikan semangat untuk mampu menerima dan memahami keadaan/situasi hidup. Pengertian muncul dari diri manusia tanpa bantuan ilahi atau Sang Buddha. Buddha adalah Pembimbing, Yang Mahakuasa, Mahatahu, Pencipta segala sesuatu dan Guru para dewa. Buddha sudah tidak ada di dunia dan terpisah dari manusia, tetapi manusia dapat hidup bersatu dengan dia melalui usahanya sendiri, mempelajari ajaran Buddha. Siapa pun yang mempelajari ajaran Buddha berarti menghormati Buddha.
            Meditasi tidak dapat dilakukan dengan mudah, tetapi melalui syarat-syarat tertentu, yakni:
1.                  Manusia perlu melepaskan dirinya dari ikatan terhadap hal-hal duniawi. Dalam hal ini membutuhkan konsentrasi penuh.
2.                  Keheningan: keheningan lahiriah dan batiniah. Yang paling penting ialah keheningan batiniah. Jika ini dapat diusahakan, dengan sendirinya manusia dapat mengadakan meditasi di mana saja ia berada, termasuk di tempat yang ramai.
3.                  Membebaskan pikiran dari hal-hal negatif.
Meditasi merupakan suatu cara manusia masuk  ke dalam diri dan meneliti realitas hidupnya. Meditasi bagi seorang Buddha bukanlah suatu doa, tetapi suatu latihan penyadaran diri  untuk mencapai nirvana/Surga. Dalam meditasi manusia menemukan daya-daya, kekuatan dalam dirinya yang memungkinkan ia mencapai kesucian. Lalu bagaimana kedudukan doa dalam kehidupan seorang Buddha? Doa pada dasarnya merupakan suatu tindakan memberi, bukan ucapan syukur dan permohonan. Doa itu merupakan suatu usaha menciptakan kedamaian, ketentraman, keselamatan yang sebenarnya telah ada di dunia. Keselamatan itu akirnya dicemarkan oleh kebodohan, sehingga butuh latihan meditasi yang terus-menerus. Meditasi dilakukan mulai pukul 03.00 sampai pukul 21.00 dan dapat dilakukan setiap hari atau pada waktu-waktu tertentu.
Refleksi
            Meditasi dalam kehidupan seorang Buddha tidak dialami sebagai suatu doa, tetapi suatu usaha manusia dalam meneliti setiap gerak-gerik dan langkah hidupnya. Meditasi membantu manusia mengerti setiap gerak-gerik batinnya dalam membangun relasi dengan dunia. Meditasi disebut suatu yang bukan doa terutama karena tidak melibatkan karya Tuhan. Dalam hal ini orang Buddha sangat optimis akan adanya kekuatan adikodrati yang dimiliki oleh manusia, hanya saja kekuatan itu telah terhalangi oleh kebodohan yang kemudian menimbulkan dukkha.  Tuhan/Buddha tidak ambil bagian dalam hidup manusia karena manusia telah ternoda. Manusia hanya bisa bersatu dengan Yang Suci kalau ia telah mencapai kesucian dengan mempraktekkan ajaran Buddha yang meliputi tiga hal pokok yakni: menjauhkan yang jahat, berbuat kebajikan, dan membersihkan pikiran dari noda.
            Sementara itu dalam pengalaman hidup Kristiani, meditasi yang mendalam dialami dalam situasi doa, terutama karena manusia tidak dapat bermeditasi dengan baik tanpa melibatkan Tuhan. Meditasi bagi seorang kristiani merupakan suatu cara manusia mengenal dirinya dan mencapai kesatuan dengan Allah, mengenal rencana dan kehendak-Nya dalam hidup manusia. Dengan demikian manusia akan mampu memahami situasi hidup dan berusaha membangun suatu kehidupan yang lebih baik.
            Ada kemiripan terutama dalam hal metode, latar belakang, syarat dan tujuan meditasi. Perbedaan antara Buddhisme dan kristianitas terletak pada pemahaman mengenai penyelenggaraan ilahi. Dalam Kristiani Tuhan senantiasa berkarya sebagai pribadi yang sangat dekat dan menyatu dengan kehidupan manusia. Sementara dalam Buddhisme, Tuhan tidak hadir sebagai pribadi tetapi hanya memberikan ajaran-ajaran kebajikan agar manusia mempelajarinya dan mencapai kesucian serta bersatu dengan Dia. Oleh karena itu sejauh kita masih berada di dunia, kita senantiasa berada dalam perjuangan yang terus-menerus untuk mencapai suatu kebaikan Tertinggi/kesatuan dengan Tuhan.