Sabtu, 20 Agustus 2011

Retret Persiapan Perkawinan Komisi Keluarga Keuskupan Malang


Membangun hidup perkawinan dan keluarga bukanlah hal yang midah. Butuh persiapan yang matang, terutama karena di dalamnya sepasang manusia yang berbeda saling menyatakan  komitmen hidup bersama. Untuk itu  Komisi  Keluarga  Keuskupan  Malang  mengadakan retret persiapan perkawinan bagi calon suami-istri yang diramu dengan  Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) tanggal 12-14 Agustus lalu. Retret yang diikuti sekitar 32 pasangan calon suami-istri tersebut diawali Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Malang, Rm. Elenterius Bon, SVD.

Hari pertama retret, para peserta diajak oleh Rm. Elenterius Bon, SVD untuk menjejaki diri dan mengenal pasangan hidup. Rm. Elent mengemukakan banyak aspek penentu suatu perkawinan dan hidup keluarga agar harmonis. “Persoalan rumah tangga umumnya karena belum saling mengenal identitas pasangan. Identitas itu gambaran jati diri pasangan. Mengenal Identitas berarti menghargai identitas dan jati diri pasangan” ungkap Pastor yang akrab dipanggil Romo Elent. 
Jelang hari kedua retret, parapasangan muda tersebut disuguhi materi teologi moral perkawinan oleh Rm. DR. Paul Klein, SVD yang menekankan makna terdalam perkawinan dan hidup keluarga. “perkawinan merupakan persekutuan hidup dan kasih yang diadakan oleh Sang Pencipta” (bdk. GS 48). Paham perkawinan yang demikian memiliki tujuan mulia. “Tujuan perkawinan meliputi: Saling mencintai di antara pasangan hidup secara total, memperoleh keturunan dan membentuk ‘Gereja Domestik’” ujar Doktor Teologi Moral tersebut. Persoalan muncul ketika pasangan tidak dianugerahi keturunan, namun perkawinan tetap memiliki arti bagi setiap pasangan. Lebih lanjut Rm. Paul Klein menegaskan kembali bahwa perkawinan Katolik bersifat monogam dan tak terceraikan. 
Sementara itu, Dra. Elly Susilowati, seorang psikolog, menegaskan pentingnya memahami tipe-tipe kepribadian pasangan hidup. “Manusia itu unik dan berbeda. Kita perlu mengenal kelemahan dan kelebihan pasangan, mengenal karakter pasangan yang menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya. Jangan pernah berpikir untuk mengubah kepribadian pasangan, karena akan terjadi konflik” Jelasnya. 
Tidak ketinggalan, para peserta secara khusus dibekali pengetahuan seputar KBA serta Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas. Rosalia Ngatini menjelaskan pentingnya menggunakan KBA, terutama Metode Ovulasi Billings dalam meningkatkan harmoni hidup perkawinan dan keluarga. “Keluarga Berencana adalah keluarga yang bertanggung jawab dalam segala hal, termasuk tanggung jawab terhadap anak. Hubungan suami istri terbuka untuk anak. Gereja tidak menentang membatasi kelahiran, namun yang ditentang ialah cara yang digunakan untuk membatasi anak!” seru ahli KBA tersebut. Dari perspektif medis, dr. Cecilia Widijati menjelaskan bagaimana cara kerja organ reproduksi dan cara-cara memelihara kebersihannya hingga proses kehamilan dan kelahiran terjadi. 
Menariknya bahwa retret ini menghadirkan sharing pengalaman hidup perkawinan dan keluarga dari beberapa pasutri (pasangan suami-istri) senior. Pasutri Roni-Ninien mengapresiasikan bagaimana komunikasi yang baik dan benar pasangan suami istri. Titik temu komunikasi yang baik ialah perlunya suami-istri saling mengimbangi. Di lain kesempatan pasutri Deni memberikan masukan bagaimana mengatur ekonomi rumah tangga. Akhirnya pasutri  Sur-Endang membagikan pengalaman hidup mereka tentang panggilan menjadi orangtua. 
Pada sesi terakhir, Rm. Dr. Alf. Catur Raharso, Pr. menjelaskan pemahaman mengenai Hukum Perkawinan. “Hukum perkawinan mengatur soal apa yang dituntut oleh Hukum Gereja untuk sah dan tidaknya suatu perkawinan. Sejauh melanggar norma hukum akan dikenai hukuman, sanksi yuridis” kata Doktor Hukum Gereja ini. Berkenaan dengan makna perkawinan menurut hukum Gereja, Dosen Hukum Gereja STFT Widya Sasana Malang ini menjelaskan bahwa perkawinan Katolik memiliki kekhasan. “Gereja memakai istilah ‘Perjanjian’ untuk menunjukan hubungan antara Allah dengan umat-Nya. Perkawinan merupakan persekutuan seluruh hidup. Inilah yang membedakan antara perkawinan dengan relasi lainnya. Misalnya relasi dengan sahabat dan rekan kerja sedekat apa pun relasi itu bukanlah suatu perkawinan. Perkawinan itu persekutuan seluruh hidup bukan sebagian hidup dan menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri” pungkas Rm. Alf. Catur. Di akhir ceramahnya, Rm. Catur menyampaikan pesannya bagi calon suami-istri agar tidak melewatkan tanggung jawab mereka sebagai suami-istri. “Sesibuk apa pun anda, jangan pernah melewatkan kehidupan rumah tangga yang dipercayakan oleh Gereja. Biasanya 5 tahun pertama akan banyak kesulitan yang dihadapi!” ungkap Rm. Catur mengakhiri presentasinya. 
Peserta begitu antusias selama retret. Mereka mengakui banyak masukan yang diterima agar mampu menentukan pilihan hidup yang tepat dan belajar memahami seluk-beluk hidup perkawinan dan keluarga secara baik dan benar. Rm. Elenterius Bon, SVD, ketika memberikan sajian spiritualitas keluarga memuji antusiasme mereka. “Para calon ibu, pandai-pandailah membangun relasi dengan suami. Jangan sampai terjadi penyimpangan dalam keluarga, begitu pun dengan calon suami!” pesan Rm. Elent. Retret ditutup dengan perayaan Ekaristi dan pembagian setifikat KPP oleh Rm. Elenterius Bon, SVD. Kebahagiaan dan rasa puas terungkap dari ekspresi wajah setiap pasangan. Semoga kebahagiaan itu terus menyelimuti calon pasutri tersebut hingga memasuki panggung hidup perkawinan dan keluarga.  Usai makan siang, para peserta perlahan beranjak meninggalkan rumah retret “St. Maria Magdalena Postel” Jayagiri, yang asri. (Tony)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar