Jumat, 19 Agustus 2011

Seminar Orangtua Anak Paroki Redemptor Mundi Surabaya

 Idealnya Hubungan antara Orangtua dan Anak

Rm. Adrian Adirejo, OP
Hubungan antara orangtua dengan anak adalah hubungan yang paling kuat dan berpengaruh dalam kehidupan ini. Orangtua punya tanggung jawab besar terhadap anak-anaknya. Walaupun orangtua punya niat baik untuk mencintai anak-anaknya, tapi tidak bisa mengekpresikannya dengan baik. Hal tersebut diungkapkan Pastor Kepala Paroki Redemptor Mundi Surabaya, P. Adrian Adirejo, OP dalam Seminar Orangtua Anak beberapa waktu lalu di Balai Paroki Redemptor Mundi, Surabaya. “Masalah besarnya adalah banyak orangtua tidak tahu bagaimana mengkomunikasikan cintanya kepada anaknya” ujar Pastor dari Ordo Dominikan tersebut.
Kegiatan yang bertema “Lima Bahasa Kasih Orangtua terhadap Anak-anak” tersebut menghadirkan pembicara utama Pastor Kepala Paroki Redemptor Mundi P. Adrian Adirejo, OP dan Praktisi Pendidikan Fransiskus Xaverius Subroto Untario, diikuti Lebih dari 400 orang dari kalangan tua dan muda.  
Pastor Adrian menjelaskan pentingnya peran emosi dalam komunikasi. “Seperti suami-isteri juga satu sama lain saling mencintai, namun permasalahan muncul saat isteri tidak bisa merasakan bahwa suaminya mencintai dia dan suami tidak bisa lagi merasakan bahwa isterinya juga mencintai dia. Ada miscommunication. Padahal rasa cinta adalah emosi yang sangat kuat. Di dalam hidup, 70 – 85 % tindakan kita didorong oleh emosi. Kalau kita setiap hari melakukan berbagai kegiatan, dikarenakan terdorong oleh emosi. Pengaruh pikiran hanya 10 – 15 %. Kalau kita mau mengubah perilaku seseorang gunakan emosi. Para orangtua yang mau membentuk anak-anaknya menjadi orang yang baik, belajar untuk menstimulasikan anak-anak. Emosi bisa positif dan negatif. Ada banyak orang hebat karena dia dikasihi dan merasa dipercaya, lalu emosi itu seperti air. Emosi dapat juga menghancurkan hidup kita. “Jadi emosi itu sangat kuat dan ini yang perlu dibentuk,” lanjut Pastor Adrian.
Salah satu emosi yang paling kuat adalah kasih, kata Pastor Adrian. Ia menjelaskan pengalaman kasih dimulai dari kecil atau ketika anak-anak masih dalam kandungan. Misalkan anak-anak yang ditolak atau digugurkan biasanya sudah punya satu luka terhadap orangtua. Sejak kecil anak-anak semakin sensitif terhadap perasaan. Jadi anak-anak tahu mana orangtua yang senang atau tidak senang dengan mereka. Ini dirasakan orangtua yang setiap hari harus hidup bersama anak-anak, jadi orangtua harus tulus terhadap anak-anak.

Lima Bahasa Kasih
Pastor Adrian menuturkan Lima Bahasa Kasih yang harus dilakukan terhadap anak-anak, agar tercipta hubungan ideal yang baik antara orangtua dengan anak-anaknya, yakni:
Pertama adalah Sentuhan melalui pelukan dan sapaan kasih. Bahasa kasih bukan eksklusif, karena satu sama lain saling melengkapi. Hal terpenting adalah anak dapat merasa dikasihi. Kalau bahasanya salah, kita tidak bisa berkomunikasi dengan dia. Terkadang kita berpikir dengan memberikan hadiah bisa mengekspresikan kasih kita kepadanya. Maka orangtua harus bisa menyesuaikan diri dan mengerti anaknya, supaya anak merasa dicintai.  
Kedua adalah kata-kata kasih. Tiap anak punya keunikan, kelemahannya dan kelebihan. Kalau orangtua punya banyak anak, jangan selalu dibanding-bandingkan. Gunakan kata-kata untuk mengekpresikan perasaan anda. Tunjukkan perasaan anda kepada anak bahwa anda juga merasakan apa yang dia rasakan, bahwa anda mengerti apa yang dia alami. Kata-kata orangtua perlu menjadi kata-kata yang memberikan kekuatan. Karena setiap hari anak-anak belajar banyak hal baru dalam hidup, dan itu tidak mudah. Terkadang Anak-anak tidak mampu melihat apa yang mereka hadapi karena pengalamannya terbatas. Di sini orangtua bertindak sebagai pahlawan bagi anak-anak. Kata-kata orangtua dapat mambuat anak-anak merasa dihargai. Apa salahnya memuji anak anda? Berapa banyak orangtua yang sadar dan berani memuji anaknya. Sering yang dicari dan dibutuhkan anak-anak adalah perhatian dan kedekatan dari orangtuanya.
Ketiga adalah hadiah, yang paling penting dicari anak-anak adalah tanda material yang bisa dilihat, dibentuk dan dirasakan. Ini satu bahasa buat anak-anak bukan karena harga mainannya atau bagus tidaknya mainan tersebut, tapi dengan mainan itu mereka merasa diperhatikan. Namun hadiah itu tidak bisa menggantikan bahasa kasih orangtua, di mana anda harus memberi waktu dan perhatian. Memang ada banyak orangtua, memberikan hadiah tapi tidak bisa punya waktu dan perhatian, tetap saja anak merasa tidak diperhatikan.
Keempat adalah Quality Time (waktu). Orangtua tentu berpikir dengan memberikan hadiah-hadiah itu cukup mengekpresikan kasih pada anak, padahal yang dicari anak adalah waktu dengan orangtuanya. Waktu orangtua buat anak merupakan sesuatu yang penting. Kalau komunikasi dengan anak agak susah carilah hobi yang sama dengan anak anda seperti olahraga, rekreasi dan sebagainya.
Kelima adalah bantuan anda; melakukan sesuatu buat anak itu penting. Sesuatu yang akan selalu dia  ingat dan merasakan manfaatnya. “Tanyalah kepada anak anda, apakah anak anda mencintai orangtuanya. Orangtua pasti mencintai anak-anaknya, masalahnya adalah bisa atau tidak kita mengomunikasikan kasih itu. Amat disayangkan orangtua mencintai anaknya dengan pengorbanan tapi anaknya tidak mendapat manfaatnya,” tegas Pastor Adrian.

Belajar Menjadi Orangtua
Fransiskus Xaverius Subroto Untario, Praktisi Pendidikan yang juga tampil berbicara, menekankan pentingnya pelajaran menjadi orangtua. Menjadi orangtua tidak ada sekolahnya, oleh karena itu kita perlu belajar. Menjadi orangtua harus jadi orang benar supaya anak-anaknya dapat hidup dengan baik. Jalan kebenaran itu adalah jalan di dalam Firman Tuhan.
Subroto menyampaikan kiat-kiat menjadi orangtua yang baik, yaitu: Orangtua harus jadi pejuang, pengasih, pendamai, pembina, pelayan, pelindung dan pendorong. Seluruh aspek kehidupan anak sangat ditentukan oleh peran aktif orangtuanya mendukung dan membantunya. “Idealnya hubungan antara orangtua dengan anak adalah saling mengasihi, menghormati dan membantu serta mendukung,” ucap Subroto.
Sementara itu, Aloysius Djito Warsito Ketua Dewan Paroki Bidang III Pembinaan dan Kategorial Paroki Redemptor Mundi Surabaya menuturkan tujuan utama dari seminar ini sebagai pembekalan bagi orangtua bagaimana mendidik anak-anak secara bijak selaras dengan iman Kristiani. Seminar ini juga merupakan agenda dari Lustrum III (15 tahun) paroki ini. Seminar yang menarik banyak peminat ini terselenggara berkat  kerja sama Panitia Lustrum III paroki Redemptor Mundi, lingkungan Wilayah III Santo Yosep, ME dan Komisi Kerasulan Keluarga. Seminar ini ditutup dengan pemutaran film tentang perjuangan  gigih seorang anak yang didukung oleh ayahnya dalam menyelesaikan suatu perlombaan. (Parulian Tinambunan – Surabaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar