Senin, 08 Agustus 2011

Rubiah Pasionis Indonesia: “Ketika Sang Mempelai Mengikatkan Janji Setianya”

Salib dan mahkota kesengsaraan merupakan kebanggaan seorang Pasionis
Minggu, 7 Agustus 2011 Pertapaan Rubiah Pasionis St. Paulus dari Salib begitu hening dan tenang, namun di Kapel Rubiah Pasionis terlihat begitu meriah dengan aneka dekorasi bunga-bunga berwarna. Sejenak terlihat umat berbondong-bondong mulai memadati Kapel yang sederhana tersebut. Hari yang cerah itu menjadi momen penting bagi Rubiah Pasionis Indonesia tatkala seorang Novis mengikrarkan Kaul Perdananya menghayati secara mendalam spiritualitas Sengsara Kristus. Sr. Maria Yasinta dari Hati Yesus Yang Mahakudus, CP., demikian namanya disebut oleh Provinsial Pasionis Indonesia, P. Sabinus Lohin, CP ketika memimpin perayaan Ekaristi pengikraran Kaul perdana putri bungsu dari 6 bersaudara tersebut. Di samping P. Sabinus Lohin sebagai selebran utama di dampingi juga oleh P. Mikhael D. Lodo, CP dan P. Ligorius, CP serta 5 imam lainnya. Mengusung motto hidup kebiaraan “Apa gunanya seorang memiliki seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya” (Mrk  8:36), Sr. Yasinta, CP begitu mantap mengikrarkan janji setianya pada Kongregasi Rubiah Pasionis  melalui Superior Pertapaan Rubiah Pasionis Malang, Sr. Maria Veronika, CP. Pengalaman tersebut  bagi Suster asal Boawae, Kabupaten Nagekeo ini dialami sebagai suatu penyelenggaraan Ilahi. Mengapa? Panggilan Suster yang dikenal sangat sederhana ini terbilang begitu unik. Sebelum memulai petualangan rohaninya di Pertapaan Rubiah Pasionis Malang, Sr. Yasinta telah bekerja sebagai karyawati Rumah Sakit Lela, Maumere selama 10 tahun. Selama itu, Sr. Yasinta terus-menerus disapa oleh suara-suara kecil yang memanggilnya untuk membhaktikan hidup hanya bagi Tuhan. Suara-suara itu seolah-olah menuntunnya berkenalan dengan kehidupan kontemplatif Rubiah Pasionis. Sr. Yasinta mengakui mengenal Rubiah Pasionis Pertama kali melalui seorang sahabatnya sesama karyawati. Pengenalan itu mengantarnya untuk berjumpa dengan  Misionaris Rubiah Pasionis. Oleh karena perjumpaan itulah Sr. Yasinta pun mengalami “jatuh cinta” pada kehidupan kontemplatif Rubiah Pasionis. menjawabi cinta pertamanya itu, sejak tahun 2007, Suster yang dikenal tenang ini memulai hidup sebagai pertapa Rubiah Pasionis.
“Saya mengucapkan syukur kepada Tuhan Yesus yang telah memanggil saya untuk menjadi mempelai-Nya” demikian Sr. Yasinta mengawali kata sambutannya. “Saya mohon berkat kepada Tuhan, dan kepada semua imam agar saya dapat menghayati panggilan dalam rahmat Tuhan” ujar Sr. Yasinta di penghujung sambutannya.
Doa menjadi sumber utama yang mengantar kepada persekutuan cinta dengan Sang Tersalib

Sementara itu mewakili keluarga, Kakak perempuan Suster Yasinta menyampaikan syukur atas terpilihnya salah satu dari anggota keluarga mereka untuk bekerja di “Kebun Anggur” Tuhan. “Keluarga sangat berharap melalui kaul ini Suster tetap setia pada panggilan yang dipercayakan. Janji bukan sekedar janji, tetapi harus dipertanggungjawabkan. Pesan keluarga, jika Suster merindukan keluarga, bawalah seluruh keluarga dalam doa-doa Suster” Demikian ujar Kakak Suster Yasinta. Kebahagiaan, tidak hanya menyelimuti keluarga, namun terlebih juga memberikan semangat bagi komunitas dalam mewartakan Semangat Sengsara Kristus lewat kehidupan kontemplatif, penuh laku-tapa yang tidak mudah. Hal ini mengingat banyak orang yang pergi meninggalkan hidup membiara lantaran merasa tidak mampu menghayatinya. Untuk itu, Sr. Maria Veronika CP, Superior Rumah menyampaikan terima kasih atas segala dukungan dari berbagai kalangan terhadap panggilan hidup yang dinilai banyak orang “sangat ketat” tersebut. “Urapan tangan Tuhan kami rasakan melalui bantuan tangan kalian!” seru Sr. Veronika. Superior yang murah senyum tersebut menjelaskan panggilan Pasionis berpuncak pada kekudusan. “Menanggapi panggilan Pasionis berarti menjadi kudus atau tidak sama sekali. Kalau mau menjadi Pasionis berarti mau menjadi Kudus. Suster Yasinta dipanggil kepada kekudusan. Marilah berdoa agar setia menjadi saksi Iman meneladani para martir. Suster Yasinta bukanlah martir yang menumpahkan darah, tetapi menjadi martir cinta. Panggilan Pasionis berarti panggilan kepada cinta yang hadir melalui Pewartaan Sengsara Yesus Kristus!” pungkas Sr. Veronika disambut tepuk tangan umat yang hadir dari kalangan awam, imam, biarawan dan biarawati. Di puncak perayaan Ekaristi, P. Sabinus Lohin, CP., menyampaikan amanat berkat apostolik dari Bapa Suci, Paus Benediktus XVI bagi Sr. Maria Yasinta, CP.

 
Sr. Maria Veronika, CP., Superior Pertapaan Rubiah Pasionis Malang

Perayaan yang dijadwalkan mulai pukul 09.00 WIB tersebut dimeriahkan oleh paduan suara para Frater Student Pasionis dan dibantu oleh Suster (aktif) St. Paulus dari Salib. Suasana kegembiraan seakan-akan memenuhi seluruh kompleks Pertapaan, menyambut seorang keluarga baru St. Paulus dari Salib yang rela menyatakan niat bhakti untuk tenggelam dalam lautan Penderitaan Kristus secara lebih dalam, menjadi “mempelai” Sang Tersalib. Antuasiasme umat dan para hadirin begitu mengagumkan, rasa bangga bercampur keharuan membius seluruh hadirin, terutama ketika menyaksikan “sang mempelai” mengitari kompleks pertapaan dengan memanggul salib dan bermahkota duri di kepala, sebagai tindakan simbolis devosi kepada Kristus yang menderita. Usai perayaan Ekaristi, rangkaian upacara ikrar Kaul Perdana tersebut ditutup dengan resepsi bersama dalam suasana persaudaraan dan kekeluargaan.
Saat ditemui oleh Anthoni Primus, dari Majalah Keluarga Kana usai perayaan Ekaristi, Sr. Veronika mengungkapkan kebahagiaan besar komunitas Rubiah Pasionis, terutama di tengah kurangnya panggilan hidup kontemplatif dewasa ini. “ini merupakan kegembiraan besar bagi kami, karena dari keluarga, kita menerima anggota baru. Itu juga memberikan kekuatan kepada kami karena anggota  kami hanya sedikit. Dengan masuknya Sr. Yasinta kami merasa bahwa Tuhan masih mendengarkan permohonan kami untuk terus melanjutkan karya utama kami, yakni doa” ucap pemimpin Pertapaan yang dihuni oleh 7 Rubiah tersebut. Pada kesempatan yang berbeda, Sr. Yasinta mengungkapkan harapannya kepada umat agar selalu menghidupi Semangat Sengsara Yesus Kristus, khususnya dalam keluarga. Ketika terjadi pertengkaran, penolakan oleh suami/istri atau pasangan hidup, orang dapat menghayati penderitaannya  itu sebagai partisipasi pada Sengsara Yesus. Dengan demikian orang dapat memahami arti penting penderitaan dalam hidup dan mampu melewatinya. Harapan ini sesuai dengan tulisan indah yang terpampang di bawah salib depan Altar Pertapaan Rubiah yang selalu menyapa umat atau siapa pun yang mengunjungi pertapaan, “Semoga Sengsara Yesus Selalu Berada Di Dalam Hati Kita”. (Anthoni Primus)
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar