Jumat, 19 Agustus 2011

Puncak Perayaan Hari Kaum Muda Sedunia (WYD) di Madrid, Spanyol

Benediktus XVI pada tanggal 18 Agustus 2011 akhirnya tiba di Madrid, Spanyol, untuk sendiri menghadiri “HARI KAUM MUDA SEDUNIA” yang dua hari sebelumnya sudah dibuka oleh Kardinal dari Madrid, Mgr. Antonio M.R. Vareia, dengan kehadiran 240 uskup dan 300.000 kaum muda dari seluruh dunia. Dua tahun “Hari dunia kaum muda” ini telah disiapkan oleh umat Katolik di Madrid dan puluhan ribu keluarga dari ibukota Spanyol menyediakan penginapan untuk tamu-tamu muda dalam rumahnya sendiri. Para peziarah lain bercamping atau mendapat tempat tidur di rumah-rumah besar dan sekolah-sekolah. Karena cuaca panas (35 derajat), banyak orang muda juga tidur malam di open-air. Selama minggu ini di kota juga ditawarkan program budaya yang kaya dan bersaingan dengan program rohani. Paus memang setuju juga dengan kegembiraan, rekreasi dan pertunjukan, tetapi ia menekankan preferensi harus diberikan pada pembaharuan iman, sesuai dengan motto pesta raksasa kaum muda: “Berakar dalam Yesus Kristus dan dibangun di atas-Nya, berteguh dalam iman” (Kol 2:7). Demikianlah sekian banyak pertemuan Paus dengan para Uskup, Pemerintah, Raja,  para profesor universitas-universitas, para seminaris, institusi-institusi sosial, sharing dengan kaum muda terus menerus, Jalan Salib bersama, ibadat-ibadat doa, Angelus, amanat-amanat kepada beberapa kelompok masyarakat dan agama,  dan beberapa misa, puncak kunjungan pastoralnya pada perayaan Ekaristi mulia hari Minggu pagi di Airport Cuatro Vientes, dimana hadir lebih dari satu juta orang. Paus Benediktus XVI telah menyerahkan kaum muda kepada Hati Yesus yang Mahakudus.



1. Kotbah Benediktus XVI tentang Misteri Hati Yesus Yang Mahakudus


Bila kita manusia meneliti hati kita, maka kita semua menemukan keinginan yang selalu ada: kita ingin menjadi bahagia. Tetapi di mana dan bagaimana kita bisa menjadi bahagia? Pengalaman mengajar kita, bahwa kebahagiaan baru bisa dirasakan, kalau kerinduan untuk mencapai apa yang tak terbatas akan dipenuhi. Atau sesuai dengan kata-kata Benediktus XVI: “Manusia telah diciptakan untuk apa yang sungguh-sungguh besar, untuk apa yang tak terhingga.” Tetapi kerinduan akan apa yang tak terbatas, tidak lain dari kerinduan manusia untuk sedalam-dalamnya dicintai oleh Tuhan, karena “Allah adalah cinta kasih” (1Yoh 4:16). Sebab itu, menurut Bapa Paus bisa juga dikatakan: “Allah adalah sumber hidup kita. Menyingkirkan manusia dari sumber ini, dia turun ke dalam ketiadaan (nihil).” Hal itu telah terbukti melalui banyak eksperimen masyarakat modern yang bermaksud untuk menciptakan – jauh dari Allah, Sang Pencipta yang satu-satunya – “firdaus di atas bumi.” Percuma!

Khususnya “hati manusia” sering mempunyai masalah yang hanya bisa dipecahkan melalui pertemuan dengan “hati Allah”. Kebenaran ini sudah diketahui oleh Uskup Agustinus dalam abad ke-5. Katanya,  “Engkau, Tuhan, telah menciptakan kami untuk Engkau, dan hati kami tidak tenang, sampai beristirahat dalam diriMu.” Keadaaan “tak tenang” menunjuk kepada kesulitan bahwa kita merindukan kesempurnaan kasih Allah, tetapi kita tidak mampu mencapainya, karena kita adalah makhluk terbatas, apalagi kitalah pendosa-pendosa. Kita selalu tersandung pada “batu egoisme”, dan nafsu-nafsu kita yang kacau-balau, menjauhkan kita dari penghayatan cinta kasih yang benar. Sebenarnya hati manusia perlu dikasihi hati Allah yang Mahakuasa, supaya dapat membebaskan diri dari keterbatasan dan dosa. Sebab itu, Allah Bapa mengirim Putera-Nya, Yesus Kristus, kepada umat manusia, supaya Dia mencintai kita dengan “hati manusiawi”-Nya dan membuat kita mampu membalas kasih Allah. Itulah misteri keselamatan kita dan sekaligus misteri kasih hati Yesus.

“Misteri kasih hati Yesus” akhirnya tampak secara penuh di atas salib. Di sana kasih Allah telah diwahyukan melalui pengabdian bagi manusia secara total, tanpa batas. Dengan kata lain, hati terluka Yesus di atas salib sebagai akibat tikaman pedang oleh seorang serdadu Romawi merupakan ungkapan yang paling nyata cinta kasih Allah kepada kita. Benediktus XVI coba menjelaskan misteri ini sbb.: “Dari hati Yesus yang terbuka mengalir hidup Ilahi... Tetapi Yesus memberi kepada kita sekaligus kasih-Nya sendiri yang membuat kita mampu untuk mencintai sesama dengan kasih-Nya yang sama.” Demikianlah hati Yesus yang telah bangkit dan hidup, menjadi sumber, dari mana manusia terus harus minum, supaya dapat memuaskan kehausan tak terbatas untuk mencintai dan dicintai. Sebab itu, manusia perlu bertemu dengan Yesus – “dari hati ke hati” – dengan cara yang sangat pribadi dan mesra, berdasarkan “iman yang  teguh, yang makin lama makin berakar di dalam Kristus dan dibangun di atas-Nya” (Kol 2:7).
Refleksi teologis ini juga mempengaruhi teologi panggilan untuk menjadi kudus: salah satu cara efisien adalah usaha manusia untuk terus masuk ke dalam  arus  kasih yang tak berhenti mengalir keluar dari hati Yesus. Hal itu juga dimaksudkan oleh Beato Kardinal Newman, waktu bertanya pada dirinya, apa itu “inti panggilan untuk menjadi kudus?”, ia merumuskan kata terkenal dalam bahasa Latin: “Cor ad cor loquitur”, yaitu “Hati berbicara dengan hati”, yaitu hanya bila hati Allah (kasih) berbicara dengan hati manusia (kasih), dan sebaliknya, maka kerinduan manusia akan cinta kasih dapat dipuaskan dan persatuan intim antara hati manusia dan hati Allah dapat diperoleh (bdk. kotbah Benediktus XVI pada misa beatifikasinya).  

2. Kepentingan  Devosi  kepada Hati Yesus  Yang Mahakudus untuk Kaum Muda

Dalam abad-abad yang lalu, Gereja semakin menegaskan kepentingan “devosi kepada Hati Yesus  yang Mahakudus” untuk menjadi kudus. Yang sangat berjasa untuk promosi devosi itu, adalah S. Margarita Maria dari Alacoque (1647-1690), yang hidup sebagai biarawati  dalam rumah biara Paray-le-Monial (Perancis). Kepada dia Yesus memperlihatkan dirinya sebagai Tuhan, yang sangat mencintai manusia. Yesus memberi kepada dia satu pesan sbb.: “Lihatlah hati, yang telah mencintai manusia begitu besar, tetapi ia hanya membalas dengan sifat yang tidak tahu berterima kasih dan dengan penghinaan.” Sepanjang hidupnya Santa Margarita mengajar orang untuk mencintai hati  Yesus, khususnya waktu perayaan Ekaristi. Dia sendiri menyerahkan diri kepada Hati Kudus Yesus serta mengundang juga orang-orang lain untuk melakukan yang sama dan mencintai sesamanya melalui pelayanan-pelayanan kecil, supaya dosa-dosanya diampuni. Setiap hari Jumat pertama dalam bulan dia memberi kepada devosi Hati Kudus perhatian khusus.
Dalam tahun  1864 Sr. Margarita dinyatakan “beata” oleh  Pius IX dan dalam tahun 1920 dinyatakan “kudus” oleh Benediktus XV. Respon Umat atas pengetahuan hidup S. Margarita akhirnya begitu besar, sehingga hampir semua Bapa Paus dalam abad ke-19 sampai ke-21 merekomendasikan devosi kepada Hati Kudus Yesus, mis. – selain mereka yang sudah disebut – Leo XIII (menyerahkan 1899 seluruh umat manusia kepada Hati Kudus Yesus), Pius XI (1928 ensiklik “Miserentissimus Redemptor”), Pius XII (1956 ensiklik “Haurietis Aquas), dan Yohanes Paul II (1986 Amanat kepada Ordo Yesuit). Paus terakhir ini mengucapkan harapannya, bahwa sesudah “reruntuhan-reruntuhan yang ditinggalkan oleh kebencian  dan kekerasan, akan bertumbuh satu sivilisasi kasih, satu kerajaan Hati Kristus”. Paus Benediktus XVI tidak mau kalah dengan para pendahulunya. Tanggal 21 Agustus 2011 Beliau menyerahkan di Madrid kaum muda di dunia kepada “Hati Yesus Yang Mahakudus”, dengan doanya: “Datanglah Tuhan Yesus dan bantulah kaum muda dari milenium ke-3 ini, untuk membangun satu ‘sivilisasi kasih’, dimana semua manusia dan semua bangsa tetap menyadari kehadiran abadi kebenaran dan cintakasih dalam hatiMu.” (P. Paul Klein, SVD)



,




Tidak ada komentar:

Posting Komentar