Minggu, 23 September 2012

“INILAH TUBUHKU, INILAH DARAHKU”



            Dalam setiap misa kita dengar sabda itu. Ini tidak lain dari pada ulangan sabda Yesus pada perjamuan terakhirnya. Ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mat. 26, 26 – 28)
Apakah Anda percaya bahwa Yesus betul mengubah roti menjadi Tubuh-Nya dan anggur menjadi Darah-Nya? Apakah Anda percaya bahwa waktu konsekrasi kata imam betul-betul mengubah sanggup mengubah roti menjadi Tubuh Yesus dan anggur menjadi Darah Yesus? Toh setiap kali Anda terima komuni kudus, di mulut saudara hanya rasa roti.
Pada tahun 700 di Lanciana, Italia, seorang imam dari ordo Basilian sering ragu-ragu, apa benar waktu konsekrasi hosti mengubah menjadi Tubuh dan anggur menjadi Darah Yesus. Yesus sendiri memberi bukti kepadanya. Pada saat ia mengatakan ”inilah Tubuh-Ku”, hosti mengubah menjadi daging, lalu  katanya ”inilah piala Darah-Ku”, anggur mengubah menjadi beberapa gumpalan darah. Sejak itu imam ini percaya sungguh-sungguh.
Hosti yang mejadi daging melekat pada sebuah kain korporale, yang dipakai waktu misa, dan diletakkan di suatu monstransi, lagi lima gumpalan Darah terletak dalam piala dari kristal. Sampai hari ini saudara masih melihatnya.

            Pada tahun 1970 relikwi ini diperiksa oleh profesor Odoardo Linoli, seorang ahli histologi. Ternyata, sepotong daging itu adalah jaringan otot jantung manusia yang masih hidup. Darah dapat dilarutkan dalam air. Darah ini darah manusia golongan AB (sama seperti pada Kain Kafan dari Turin). Darah bersifat seolah-olah baru diambil dari orang hidup. Sesudah 1200 tahun baik daging maupun darah bukan hanya tidak rusak, tetapi hidup!
Sesudah kebangkitan, Yesus tetap hidup, maka Jantung-Nya dan Darah juga tetap hidup.
Inilah bukan satu-satunya mukjizat Ekaristi. Pernah terjadi di banyak tempat. Umumnya kalau pastor ragu-ragu mengenai kekuatan kata konsekrasi. Tahun 1263 terulang di Bolseno dan di Orvieto - Italia. Tahun 1331 di Blanot - Perancis,  Tahun 1345 di Amsterdam- Belanda.
Pada tahun 1356 di Macerata seorang pastor merayakan misa, tetapi juga agak kurang percaya, bahwa kata konsekrasi benar efektif. Pada saat ia mengatakan “inilah TubuhKu” , hosti ini mulai berdarah dan Darah mengalir ke piala dan di atas korporale.
Tangal 18 Agustus 1996 di gereja Santa Maria di Buenos Aires, Argentina, setelah  misa pastor melihat, bahwa di lantai ada hosti yang rupanya jatuh waktu membagi komuni. Pastor mau makan hosti itu, tetapi hosti ini sangat kotor, maka ia meletakkannya ke dalam gelas kecil dengan air dan menaruh dalam tabernakel. Sesudah beberapa jam pastor ini heran, karena hosti ini menjadi makin merah. Tahun 1999 uskup agung Buenos Aires, kardinal Jorge Maria Bergoglio menyuruh hosti ini diperiksa. Sepotong hosti berdarah itu dikirim kepada Dr. Frederic Zurgibe di New York. Sang Profersor berpendapat, ini otot kamar kiri jantung manusia, jaringan dan darahnya masih segar segar, sehingga masih dapat diperbuat analisis DNA. Terdapat juga banyak sel darah putih, yang berarti bahwa ini jantung orang yang pernah sangat menderita; andaikata jantung ini mati, sel darah putih sudah lama harus hancur.
Peristiwa serupa terjadi pada 12 Oktober 2008 di Sokolka, Polandia. Hasil pemeriksaan oleh para ahli histologi identik dengan pernyataan Dr. Zurgibe di New York.
Menyaksiakan begitu banyak mujizat ekaristi ini, kita hanya bisa berkara “Begitu besar kasih Bapak, sehingga menyerahkan PuteraNya untuk kita. Kasih Putera begitu besar sehingga bukan hanya menyerahkan diri bagi kita, tetapi tetap mau tinggal bersama kita – dengan Tubuh dan DarahNya”.
Dan Yesus akan senantiasa bersabda kepada kita “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28, 30)(Josef Glinka, SVD)

Teroris di Gereja Katedral Ijen?



Gereja katedral ijen
                Nasib malang di Kota Malang menimpaku, ketika hari Minggu pagi, 23 September 2012 di dalam Gereja Katedral Ijen. Sembilan tahun hidup di Kota Malang tidak menjamin kenyamanan dalam setiap langkahku. Pagi itu aku sangat menyesalkan tindakan petugas Gereja katedral Ijen yang bertugas pada pagi itu, sangat menggangu suasana sakral di Gereja Katedral Ijen.
                Ketika menempati bangku belakang Gereja Ijen, sekelompok umat yang berderetan denganku tiba-tiba menghindar dan meninggalkan Gereja. Aku tidak curiga sama sekali dengan sikap umat yang ternyata menghidupi rasa trauma terhadap teoris yang selama ini mengancam Indonesia. Akibatnya, kehadiranku yang membawa sebuah tas ransel berisikan laptop dan kamera pun diidentikan dengan teroris. Beberapa menit kemudian, muncul seorang polisi dari polresta  Malang Kota, berseragam lengkap menyapaku dan meminta aku keluar Gereja sambil membawa tas ranselku. Suasana dalam Gereja pun serentak menjadi ramai. Perhatian umat yang saat itu sedang mendengarkan khotbah pastor di atas mimbar pun dialihkan kepadaku. Sungguh suatu pemandangan yang tidak menyenangkan dan mengusik ketenanganku. Segera  keheninganku untuk menikmati perayaan Misa Ekaristi  terganggu.
                Setelah berhenti di depan pintu masuk Gereja, tasku digeledah oleh polisi.  Dengan segera aku tersinggung dan menegur polisi yang saat itu didampingi oleh petugas Gereja. Mengapa bukan petugas Gereja yang seharusnya bertugas untuk menegur setiap orang yang dicurigai malah polisi? Lantas di mana  tanggung  jawab  petugas Gereja dalam memelihara ketertiban di Gereja? Aku kecewa mendengar jawaban petugas Gereja saat itu, “kami takut ada bom?” demikian ujarnya padaku. Lantas aku langsung menjawabnya, “Di mana letak keimananmu? Kehadiran polisi telah mengganggu suasana sakral di Gereja.  Berbeda suasananya jika petugas Gereja yang menjalankan tugasnya bukan polisi. Polisi dalam konteks ini tidak berhak masuk ke dalam Gereja, dimana umat sedang menjalankan ibadah sakral. Sebagai polisi harus tahu dan sadar untuk menghormati dan menghargai suasana peribadatan dalam rumah ibadat. Polisi jangan sekedar menjalankan tugas menangkap dan memeriksa, tetapi juga terutama harus bijaksana jika dalam rumah ibadat ada petugas khusus yang sudah ditentukan oleh pihak berwenang dalam Gereja”.
                Sikap petugas Gereja di katedral  Ijen pagi itu sangat tidak simpatik sama sekali  dan mengganggu suasana religiusitas umat. Ini menjadi pelajaran bagi dewan Gereja Katedral ijen untuk lebih bijaksana menyikapi situasi keamanan dan ketenangan di dalam Gereja. Hari itu, aku benar-benar  batal mengikuti Misa mingguan yang seharusnya menjadi kewajibanku. Sangat disayangkan bahwa aku sering mengikuti misa di Gereja Katedral dan beberapa kali pernah membawa tas ransel masuk dalam Gereja, namun tidak pernah diperlakukan seperti ini. Bahkan sosok pribadiku pun tidak asing di kalangan petugas sekretariat Katedral ijen.  Hari itu, hanya karena penyakit traumatis yang berlebihan dari beberapa umat, termasuk petugas Gereja yang saat itu bertugas, telah meninggalkan kesan yang buruk dalam penataan keamanan dan ketenangan dalam Gereja Katedral Ijen. Semoga ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Dan saya harap Dewan Gereja Ijen sebaiknya memperhatikan juga poin ini. Jangan sampai semua orang yang membawa tas ransel di”cap” teroris.  (Anthony)

Senin, 17 September 2012

Umat Kristen Ikut Menentang Film Yang Melecehkan Umat Muslim



Umat Kristen bergabung bersama suara umat Muslim memprotes  sebuah film yang berjudul “Innocence of Muslims,” sebuah film yang mencemarkan Islam dan Nabi Muhammad dan mengundang protes di beberapa negara Arab, seperti di Mesir, Libya dan Yaman. 
Film yang belum lama ini beredar tersebut  telah mencemarkan Nabi Muhammad. Hal ini disampaikan oleh Fr. Rafic Greiche, Direktur Komunikasi Gereja Katolik di Mesir.  “Saat ini para demonstran memadati pusat kota Kairo untuk memprotes melawan film Amerika yang melecehkan Nabi Muhammad, dan terjadi bentrok dengan polisi.  Situasi semakin memanas di sekitar kedutaan besar Amerika Serikat di Kairo dan semakin mendekat ke alun-alun Tahrir” kata Fr. Greiche dari Kairo.  Di antara para demonstran turut serta umat Kristiani dari beberapa Gereja di Kairo. Termasuk dalam facebook dan media sosial lain, umat Kristen dan Muslim bersatu memberikan protes terhadap film tersebut.  Bahkan sejumlah besar pemimpin Gereja-gereja di Mesir mendominasi demonstrasi tersebut dengan suara lantang mengecam pembuatan film tersebut. “Gereja Katolik, Ortodoks dan Protestan mengeluarkan sebuah pernyataan dalam bahasa Arab melawan film itu” kata Fr. Greiche. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa umat Kristiani mengecam segala bentuk penodaan terhadap simbol-simbol iman suatu agama.  Hal ini juga beberapa kali terjadi terhadap simbol-simbol kristiani.  Oleh karena itu,  pentingnya menghormati simbol-simbol iman lain. (Anton/Agenzia Fides)

Kardinal López Rodríguez Mengutuk Kekerasan Terhadap Perempuan

Kardinal Nicolas de Jesus Lopez Rodriguez, Uskup Santo Domingo, di depan publik mengecam meningkatnya jumlah kekerasan terhadap perempuan, dan memperingatkan bahwa “kekerasan ini merupakan simptom yang  disebabkan oleh  suatu  kesalahan dalam masyarakat Republik Dominikan” Kata Kardinal. 
Kardinal Nicolas de Jesus Lopez Rodriguez
“Manusia kehilangan kontrol dan bertindak menurut cara yang keji terhadap partnernya. Cukup! Ini harus dihentikan”. Hal ini diungkapkan Kardinal kepada pers ketika menyampaikan program pemberantasan  kekerasan dan membantu kaum wanita  korban kekerasan. “Tak seorang pun menjadi tuan atas kehidupan orang lain, dan  pria tidak berhak membunuh wanita sebagaimana yang saat ini terjadi. Dan siapa yang melakukan kejahatan itu, harus diadili” tegas Kardinal dalam jumpa pers tersebut yang juga dihadiri oleh Ibu negara  Republik Dominikan, Candida Motilla Medina. Kepada Agenzia Fides, Kardinal Lopez Rodriguez mengungkapkan  kesediaannya  untuk  memberikan  dukungannya membantu para korban, seperti melalui terapi. Dari tahun ke tahun, kekerasan terhadap kaum wanita di negara tersebut terus meningkat dan sering luput dari aparat keamanan. Wanita seolah-olah menjadi objek yang pantas untuk pemuasan nafsu belaka. Situasi ini menjadi keprihatinan Gereja setempat. (Anthoni/ Agenzia Fides)

Himbauan Paus Benediktus XVI kepada Kaum Muslim dan Kristen



Sabtu 15 September lalu, Paus Benediktus XVI bertemu dengan kaum muda dari Libanon dan dari berbagai wilayah di Timur Tengah. Kapanpun Paus bertemu dengan orang muda, ada dua kata yang mewarnai tujuan perjumpaan tersebut, yakni “Harapan” dan “masa depan”.  Kata-kata itu menggema dan secara khusus menjadi tanda dan kekuatan sebagaimana konteks situasi kekerasan dan pertikaian yang terjadi terhadap umat Muslim dan Kristen di Timur Tengah.  Paus Benediktus XVI mengajak kaum muda agar sadar akan situasi frustrasi dan kesulitan, dan serius menghadapi tantangan  kurangnya keamanan dan pengangguran yang  telah menjadi bagian dari dunia ini. Ia mengingatkan mereka bahwa di sini Yesus lahir dan kekristenan pun berkembang. Paus mengatakan bahwa kaum muda adalah masa depan bangsa. “Jadilah pelengkap yang terbuka bagi yang lain, bahkan kepada mereka yang memiliki perbedaan budaya, agama dan bangsa. Hormatilah mereka, jadikan mereka baik, inilah revolusi kebenaran dari Cinta!”ungkap Paus. Lebih lanjut Benediktus XVI menambahkan, “katakan kepada keluargamu, sahabat-sahabatmu untuk kembali ke rumah bahwa  aku  tidak melupakan mereka...bahwa aku  turut merasakan penderitaan dan dukacitamu”.  “Pada saat ini kaum muslim dan Kristen hadir bersama untuk meletakkan dan mengakhiri kekerasan dan perang”. (Antony/News.Va)