Senin, 05 Desember 2011

Workshop Fasilitator LIngkungan Paroki St. Arnoldus Janssen Bekasi

Panitia Natal Paroki St. Arnoldus Janssen Bekasi, mengadakan workshop bagi fasilitator/pemandu ibadah lingkungan di Aula Greja St. Arnoldus Janssen pada Hari Sabtu-Minggu  19-20/2011. Workshop ini dihadiri oleh 80 orang peserta. Panitia menghadirkan pembicara yaitu Ibu Faria dari Paroki Bartolomeus Galaxi, Bapak Boby dari Paroki Thomas Rasul Lubang Buaya, dan Bapak Irhandi dari Komisi Kerasulan Kitab Suci. Adapun materi yang diberikan oleh Ibu Faria yaitu Metode TAT , kemudian Bapak Boby memberikan materi Peran Fasilitator Kelompok Kitab Suci, dan Bapak Irhandi memberikan Metode Tujuh Langkah.
                Kegiatan ini bertujuan untuk membekali para pemandu ibadah agar dalam memandu ibadah menjadi lebih baik dan umat ikut aktif dalam sharing iman. Menurut Bapak Erwin sebagai panitia, kegiatan ini dilatarbelakangi  karena selama ini banyak keluhan dari para Fasilitator bahwa umat di lingkungan tidak begitu antusias dalam mengikuti pendalaman iman. Mereka cenderung diam, dan kalau disuruh terkadang tidak mau dan tidak mau datang pada pertemuan berikutnya. Panitia natal mengharapkan agar dalam memandu ibadah selama masa adven pesan dari Tuhan melalui bacaan injil lebih mengena pada pribadi-pribadi umat di Paroki St. Arnolus Janssen.
                Dalam workshop ini, Ibu Faria dengan Metode TAT  (Teks Amanant Tanggapan). Menurut ibu dari Paroki Bartolomeus ini bahwa metode TAT disusun oleh Institut Misiologi dari Afrika Selatan. Metode ini sudah digunakan oleh kelompok-kelompok pendalaman Kitab Suci di berbagai Negara. Secara sederhana, jalannya metode ini dapat diperkenalkan sebagai berikut.


Setelah doa pembukaan, teks Kitab Suci dibacakan, setelah itu dipilih satu kata yang dirasakan oleh peserta sebagai tantangan hidupnya, kemudian kata itu direnungkan sedalam mungkin untuk menemukan di dalamnya pesan Tuhan pada saat berlangsungnya pertemuan. Pesan atau amanat Tuhan itu ditanggapi dalam doa agar selanjutnya berperan dalam hidup sehari-hari.
                Setelah dijelaskan maka peserta workshop dibagi menjadi 8 kelompok untuk terjun langsung mempraktekan metode TAT ini. Dari masing-masing kelompok ditunjuk satu orang Fasilitator untuk memandu jalannya pendalaman Kitab Suci. Pertemuan ibadah dibuka oleh Fasilitator. Ia mengajak peserta untuk mengundang kehadiran Yesus dalam doa. Kemudian Fasilitator mempersilahkan salah seorang peserta untuk membacakan teks Kitab Suci untuk pertama kalinya. Kemudian pada tahap berikutnya yaitu hening. Pada langkah ini peserta diberi kesempatan untuk membaca teks itu sekali lagi tetapi dalam hati saja. Sesudah itu Fasilitator mempersilahkan peserta untuk memilih dari teks yang bersangkutan satu kata atau ungkapan yang dirasakan sebagai tantangan dari Tuhan pada saat itu sehingga ingin direnungkan lebih jauh.
                Setelah hening, Fasilitator mempersilahkan peserta untuk memulai acara sharing kata pilihan mereka. Masing-masing peserta memberitahukan kata serta ayatnya itu kepada anggota kelompok. Dalam acara ini tidak boleh dikomentari oleh siapa pun. Tahap kedua yaitu seorang yang lain membacakan teks yang sama untuk kedua kalinya, sedangkan peserta lain mendengarkan saja. Kemudian disusul hening. Peserta diberi kesempatan untuk membaca teks itu sekali lagi dalam hati. Lalu Fasilitator mengingatkan bahwa setiap peserta diminta merenungkan kata pilihannya dengan memperhatikan tiga jenis artinya yaitu arti kata secara umum, arti kata dalam teks, dan arti kata bagi hidup pribadi saat ini. Kemudian langkah selanjutnya Fasilitator meminta peserta untuk mengungkapkan seluruh hasil perenungan mereka secara pribadi, yaitu dengan menggunakan kata “saya” (bukan kita atau kami). Hal itu dimaksudkan supaya tidak ada kesan untuk menggurui. Lalu masing-masing peserta mengungkapkan apa saja yang dianggapnya berguna bagi iman untuk disampaikan sehubungan dengan kata pilihannya.
                Pengungkapan itu harus seadanya. Dalam sharing ini hendaknya dihindari sedapat mungkin cerita tentang masa lampau pribadi peserta. Tahap ke tiga yaitu teks yang sama dibacakan untuk yang terakhir kalinya. Dalam tahap ini teks boleh dibaca bersama-sama. Kemudian langkah selanjutnya pada tahap hening. Pada tahap ini Fasilitator mengingatkan bahwa saat-saat terakhir pertemuan ini perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk berdoa secara pribadi.
Doa itu hendaknya tetap berpusat pada kata pilihannya. Setelah itu disusul sharing tanggapan. Setiap peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan sebuah doa spontan sebagai jawaban atas amanat Tuhan. Doa itu dibawakan dihadapan kelompok. Setelah doa, Fasilitator mengungkapkan kesan pribadinya sehubungan dengan beberapa hal positip yang diutarakan dalam pertemuan. Kemudian pertemuan ditutup dengan doa Bapa Kami yang dinyanyikan dan doa berkat.
                Materi yang selanjutnya adalah Peran Fasilitator Kelompok Kitab Suci yang disampaikan oleh Bapak Boby. Menurutnya bahwa Fasilitator itu bukan guru/pengkhotbah, ataupun penasehat moral. Lebih lanjut Bapak dari Paroki Lubang Buaya ini menuturkan tentang peran Fasilitator. Fasilitator adalah orang yang memimpin kelompok, duduk bersama peserta, member animasi, semangat pada kelompok. Kemudian Bapak Boby menjelaskan juga tentang bagaimana Fasilitator memandang tugasnya. Menurutnya, Fasilitator mempunyai tugas memperlancar dialog, memampukan perserta ambil bagian dalam proses pembicaraan kelompok, membantu peserta mengalami hal-hal atau wawasan baru, memotivasi peserta untuk ikut memperhatikan pengalaman hidup orang lain, serta membantu peserta untuk mensharingkan pengalaman dan pengetahuan peserta. Fasilitator dapat memotivasi perserta ambil bagian dalam proses pembicaraan, serta membantu memperdalam pemahaman tentang topik tertentu.
Selain itu, dipaparkan tentang bagaimana mengatasi rintangan-rintangan seperti kalau muncul pertanyaan yang tidak terjawab. Fasilitator harus mengakui tidak tahu jawabannya, maka bila pertanyaan sangat penting, diharapkan Fasilitator mencatat , mencari penjelasan, dan melaporkan kali berikutnya. Kendala yang lain, misalnya ada orang yang selalu diam atau takut berbiara, maka hendaknya Fasilitator memberikan perhatian khusus yaitu dapat meminta orang itu untuk membacakan kutipan, dengan begitu orang itu telah berani untuk berbicara.
Pada sesi terakhir Bapak Irhandi memaparkan Metode Tujuh Langkah. Metode ini diciptakan oleh Institut Misiologi yang dibentuk oleh Konferensi para Waligereja Afrika Selatan. Langkah pertama yaitu mengundang Tuhan, yaitu membuka hati masing-masing peserta. Langkah yang kedua yaitu membacakan teks kitab suci dengan meminta salah seorang untuk membacakannya dan  peserta lain mendengarkannya dengan sikap meditasi. Langkah yang ketiga yaitu memperhatikan teks, di sini para peserta diajak masuk ke suasana hening, membaca teks dalam hati, dan peserta diajak untuk memilih salah satu kalimat atau ayat yang menantang atau menggugah secara bergiliran dan peserta lain tidak boleh mengomentari. Langkah yang keempat yaitu suasana hening, di sini Fasilitator mengajak peserta mendengarkan sabda Tuhan dalam keheningan. Peserta diajak untuk menemukan apakah yang telah dibacanya itu menambah pengetahuan atau menunjukkan kesalahan, teguran, atau nasihat.
Langkah yang kelima yaitu peserta diajak untuk membagikan pengalaman sesuai dengan kalimat atau ayat yang telah dipilihnya tadi. Hendaknya dihindarkan kesan untuk menggurui orang lain. Langkah yang keenam yaitu mencari pesan (tanggapan). Ini merupakan saat bagi para anggota kelompok untuk memeriksa hidupnya masing-masing dalam terang sabda Tuhan. Kemudian langkah yang ketujuh yaitu mengungkapkan dalam doa, di sini peserta diajak untuk berdoa secara spontan. Kelompok sedapat mungkin mempersatukan ketiga unsure yaitu Sabda Tuhan, pengalaman spiritual, dan masalah kehidupan dalam doa pribadi. Kemudian diakhir dengan pujian untuk menutup pertemuan. Setelah peserta workshop mendengarkan penjelasan dari Bapak Irhandi, maka peserta dibagi menjadi delapan kelompok untuk mempraktekan metode tujuh langkah. Kemudian acara ditutup dengan kesan-kesan dari para peserta dan kemudian ditutup dengan doa dan foto bersama. (St. Naryo)

Tiga Misionaris Baru Ditahbiskan


Salib adalah makanan sehari-hari seorang misionaris.
(St. Yosef Freinademetz)

Ungkapan di atas adalah salah satu refleksi dan kekuatan permenungan dari St. Yosef Freinademetz. Ia adalah misionaris pertama SVD yang diutus ke Cina, seorang kudus yang menjadi teladan bagi para misionaris penerusnya. Dengan demikian seorang misionaris harus siap sedia untuk memikul salib dalam setiap karya misinya.
           
Hari yang Bermakna
Hari Senin, 31 Oktober 2011, merupakan hari yang bermakna untuk ketiga imam baru SVD. Pada hari ini, ketiga diakon SVD ditahbiskan menjadi imam. Mereka adalah Diakon Ramlan Sihombing, SVD, Diakon Lucius Tumanggor, SVD, dan Diakon Eduard Pasaribu, SVD. Uskup pentahbis adalah Mgr Herman Josef Pandoyoputro O.Carm didampingi oleh Pater wakil Provinsial SVD Jawa, Pater Yosef Jaga Dawan, SVD dan Pater Rektor Seminari Tinggi SVD, Pater Agung Suhartana, SVD. Perayaan ini semakin meriah karena diiringi oleh koor dari paduan suara Paroki Ratu Rosari Ksatrian, Malang.
Sebelum perayaan ekaristi dimulai, muncul rasa gundah karena cuaca yang tidak mendukung. Sore itu langit di Kota Malang sangat mendung dan sempat hujan deras. Namun syukur karena ternyata hujan bisa berhenti beberapa menit sebelum acara misa dimulai. Ini adalah mukjizat.
Misionaris dan Pembinaan
Ketiga imam baru tersebut sudah layak menjadi seorang imam, biarawan dan misionaris SVD meskipun dilalui dengan perjuangan yang berat. Perjuangan itu diawali dari postulat, novisiat masa skolastikat dan praktek pastoral. Jatuh bangun dalam perjuangan akan menghasilkan hasil akhir yang manis. Ketiga imam baru tersebut jatuh bangun dalam menjalani segala bentuk pembinaan yang mereka alami. Segalanya memang tidak berjalan mulus namun tekad, niat dan motivasi yang murni mampu menuntun mereka untuk menerima tahbisan suci ini.
Segala sesuatu bisa terjadi seperti yang disaksikan hari itu merupakan bukti dari pembinaan. Pembinaan yang ditekankan adalah pembinaan untuk misi. Setiap frater atau bruder dididik dalam berbagai aspek untuk tujuan misi. Inilah kekhasan SVD sebagai sebuah kongregasi misioner. Kekhasan tersebut tentu sudah mendarah daging dalam diri ketiga imam baru tersebut. Mereka memantapkan diri untuk melamar ke tempat misi dan siap sedia untuk menerima segala keputusan penempatan mereka bertugas (bermisi). Ketiganya menjadi misionaris. P. Ramlan Sihombing, SVD, diutus untuk menjadi misionaris di Provinsi SVD Amerika Tengah, P. Eduard Pasaribu, SVD, menjadi misionaris di Provinsi SVD Meksiko dan P. Lucius Tumanggor, SVD, bermisi ke Provinsi asal yakni Provinsi SVD Jawa.
Menjadi seorang misionaris bukanlah sebuah perkara yang dapat dibeda-bedakan. Maksudnya ialah siapa saja yang ditahbiskan dalam SVD dan memulai tugas misinya berarti ia adalah seorang misionaris. Entah itu di dalam negeri maupun di dalam negeri. Segala tugas dan penempatan yang akan diemban seorang imam baru merupakan awal yang baik untuk belajar bagaimana menjadi seorang misionaris. Sudah pasti bahwa semenjak masa pembinaan, setiap orang mendapat bimbingan tentang misi dan misionaris dengan indikator-indikator tertentu dari para pembina, dari program-program pembinaan dan dari pengalaman hidup bersama.

Tahbisan: Suatu Rasa Syukur
Rahmat tahbisan adalah sebuah anugerah. Tahbisan bukanlah akhir dari segala-galanya. Hal ini terungkap dalam khotbah Bapa Uskup, Mgr. Pandoyoputro, bahwa menjadi seorang imam berarti menjadi seorang gembala yang melayani umatnya. Tahbisan tidak menjadi puncak segala pembinaan. Justru dengan menerima rahmat tahbisan berarti seseorang dianggap siap untuk menuntun umatnya kepada kerajaan Allah dalam situasi dan kondisi apa pun.
Rasa syukur atas sebuah tahbisan tentu tidak terlepas dari campur tangan Allah dan manusia. Allah menganugerahkan panggilan dan manusia mendukung dengan caranya masing-masing. Dengan demikian perlu ucapan terima kasih untuk semua pihak yang berpartisipasi hingga diadakannya upacara pentahbisan ini dengan lancar. Hal ini disampaikan langsung oleh P. Eduard, SVD, mewakili teman-temannya dalam kata sambutan. Ia juga menambahkan bahwa perjalanan mereka masih jauh dan mereka membutuhkan banyak doa dan dukungan dari semua orang.
Syukur atas tahbisan ini juga dirasakan oleh segenap keluarga besar ketiga imam baru. Baik itu keluarga besar SVD Provinsi Jawa, Komunitas Seminari Tinggi SVD, segenap umat sekalian dan khususnya bagi para orang tua mereka. Para orang tua bangga dengan anak-anak mereka yang mau mempersembahkan diri untuk menjadi imam di tengah zaman sekarang dengan tantangan yang begitu banyak. Orang tua sangat mendukung cita-cita mulia ini dengan berdoa dan menyerahkan sepenuhnya kepada penyertaan Tuhan terhadap ketiga anak mereka ini.
Setelah selesai misa pentahbisan, dilanjutkan dengan ramah tamah bersama di aula Misiologi SVD Rajabasa. Satu hal yang tak dilupakan dan merupakan momen yang indah adalah ketika ketiga imam baru menginjakkan kaki di gerbang seminari, mereka disambut oleh tarian Batak yakni tarian tor-tor. Berhubung ketiga imam baru ini berasal dari suku Batak dan Keuskupan Medan, maka momen ini menjadi hadiah istimewa bagi mereka.

Salib Misi
Sejak awal, St. Yosef Freinademetz menjadi teladan utama dalam bermisi dan bagi para misionaris SVD. Demikian pula dengan ketiga imam baru ini diharapkan menjadi misionaris yang tangguh, bermental baja, dan pantang menyerah. Di tempat misi, ada bermacam-macam tantangan yang dihadapi. Itulah salib. Seorang misionaris pantang untuk menyatakan takut untuk sebuah tantangan. Seorang  yang berjiwa misionaris selalu maju menghadapi tantangan. Oleh karena itu, salib misi bagi ketiga imam baru tersebut bisa menjadi berkat bagi banyak orang dan melalui rahmat tahbisan yang telah mereka terima memampukan mereka untuk terus berjuang mempertahankan panggilan, melayani dan berlaku setia seperti yang St. Yosef Freinademetz ajarkan.(Fr. Algon B.T., SVD)

Parenting seminar



“Panduan Praktis Mengasuh Sendiri
Anak usia 0-36 Bulan”


            Anak, merupakan salah satu tujuan perkawinan dan keluarga, namun apakah anak-anak sudah pasti menjadi tujuan? Apa yang dimaksud dengan pernyataan anak-anak sebagai tujuan? Sebagai tujuan, anak-anak perlu menjadi prioritas perhatian dalam keluarga. Kenyataan dewasa ini, tidak sedikit anak-anak yang tidak dapat berkembang secara baik dalam keluarga. Kesulitan yang sering ditemukan ialah pola pengasuhan yang keliru sejak anak usia dini, terutama bagi keluarga-keluarga yang cenderung memiliki banyak kesibukan di luar rumah. Kenyataan tersebut menggugah keprihatinan Maria Veronica Suzie Sugijokanto untuk menggelar “Parenting seminar’ yang bertajuk “Panduan Praktis Mengasuh Sendiri Anak usia 0-36 Bulan” pada 6 November lalu, di Chatolic Center Surabaya.
“Saya prihatin melihat semakin banyaknya bisnis-bisnis yang mengeksploitasi bayi dan para orangtua tidak sadar akan hal itu. Sehingga saya memberi sharing dan pengertian kepada orangtua untuk tidak mudah tergiur dengan program-program yang mengatasnamakan bayi misalnya Baby Spa, Baby Swim, Baby Yoga, Baby School. Saya berpikir mungkin orangtua kurang pengetahuan yang cukup dalam mengasuh bayinya sendiri, sehingga akhirnya cari cara yang paling cepat dan gampang yaitu diserahkan ke lambaga-lembaga tersebut. Misalnya Baby Massage/Baby Spa yang sekarang lagi menjamur. Menurut International Association of Baby Massage (IBMA), pijat bayi yang benar itu selain bertujuan untuk melancarkan peredaran darah dan alasan-alasan sejenis, yang penting adalah agar terjalin kedekatan emosional/hubungan batin yang erat antara orangtua dan bayi. Nah disini, yang aneh.... Pijat bayi dilakukan oleh seorang terapis. Apa kita mau anak kita lebih akrab dengan terapis atau dengan orangtua sendiri? Seorang instruktur (bukan terapis) bertujuan memberikan pengarahan gerakan-gerakan baby massage yang benar dalam suatu kelas. Tapi yang melakukan tetap orangtua sendiri” ungkap wanita yang bekerja sebagai Motivational Trainer pada Surabaya Life Education ini kepada Majalah keluarga Kana. Istri dari  Andreas Theofilus Suwanto Prayogo tersebut menambahkan bahwa tujuan utama seminar ini ialah membangkitkan semangat dan memberi pengetahuan khususnya kepada orangtua muda cara menstimulasi bayinya sendiri demi tumbuh kembangnya yang optimal.

Memahami Tahap-Tahap Perkembangan Bayi
            Seminar yang dijadwalkan mulai pukul 09.00 sampai 13.00 tersebut banyak mengupas tentang tahap-tahap perkembangan bayi sejak usia 0-36 bulan. Perkembangan bayi yang demikian meliputi perkembangan emosi sosial, perkembangan audio visual, Gross Motor, Fine Motor, perkembangan bahasa, kemampuan membaca dan kemampuan berpikir (Cognitive development). Menurut Maria Veronica Suzie Sugijokanto, mengikuti tahap-tahap perkembangan anak merupakan salah satu upaya menciptakan kedekatan batin antara orangtua dan anak, khususnya ibu. Kedekatan itu membantu orangtua untuk dapat memahami dan mengembangkan karakter pribadi anak. “Anak jangan dipaksa, tetapi ikutilah perkembangan anak, dan jika anak salah melangkah, orangtua tidak boleh memarahinya, tetapi menuntun dengan penuh kasih sayang. Orangtua harus membuka diri dan menjadi teman yang baik”, ujar  wanita yang akrab disapa Suzie. Ia menjelaskan betapa orangtua perlu memiliki kesabaran yang luar biasa, dan terutama rasa cinta bahwa anak adalah anugerah dari TUHAN.  Untuk itu orangtua perlu mempersiapkan sarana-sarana bermain yang sesuai dan aman bagi anak dalam mengungkapkan emosinya. Permainan-permainan yang dapat merangsang perkembangannya, terutama saraf motorik halus dan kasar, serta kemampuan kognitif.
            Seorang anak tumbuh dan berkembang dalam kebiasaan, maka menanamkan kebiasaan kepada anak harus terus-menerus dan konsisten. Terutama ketika anak berusia 12-24 bulan (Toddler), usia dimana anak mudah meniru apa yang dilihatnya. Perilaku anak cenderung aktif dan sangat membutuhkan kehangatan kasih orangtua. Wanita kelahiran Surabaya, 19 Agustus 1975 ini menyarankan agar ketika anak usia 3 tahun pertama jangan dibiasakan dengan televisi. Tanamkan kasih sayang selalu dan latih ia mandiri, seperti makan sendiri.

Orangtua Ideal
Pada kesempatan yang berbeda, sarjana Diploma in Business Studies dari The London School of Public Relations, Jakarta ini mengungkapkan bagaimana menjadi orangtua ideal. “Setidaknya kita berusaha yang terbaik untuk anak kita. Memberikan cinta sejak awal hidupnya, agar dapat tumbuh menjadi manusia dewasa yang sehat, beriman, mandiri, cerdas dan berkarakter baik. Semua karakter yang kita miliki sebagian besar karena pengaruh lingkungan sekitar misalnya pengaruh teman-teman dan pengalaman hidup. Tapi sebagian besar karena pembentukan sejak dini. Oleh karena itu saya mengajak masyarakat sekarang untuk mengubah pola pikir bahwa bila anak itu tumbuh bermasalah, jangan tuding anak. Tapi mari berkaca pada diri sendiri, karena pasti ada yang salah dengan cara kita mendidik dan membesarkannya. Cara orangtua yang selalu mencaci-maki anak sebagai anak nakal, anak tidak tahu berbalas budi, anak kurang ajar, harus dihilangkan. Anak yang tidak tahu balas budi terhadap orangtua, karena anak itu tidak ada kedekatan emosional terhadap orangtua sejak muda. Mungkin ketika muda, pengasuhan anak lebih banyak diserahkan ke baby sitter” aku Suzie.
            Lebih lanjut, wanita yang menikah di Gereja Katolik St. Yakobus Surabaya pada 10 Desember 2009 lalu ini membeberkan kelemahan orangtua umumnya yang cenderung menyibukkan diri dengan berbagai urusannya. Banyak orangtua sekarang yang tidak mau repot, sehingga mudah mengambil pilihan-pilihan yang mudah dan instant. Seperti misalnya memberi makanan padat untuk bayi dengan bubur bayi yang banyak beredar dipasaran. Padahal seharusnya menurut para pediatrics di Amerika makanan untuk bayi yang baru disapih seharusnya dibuat sendiri dari bahan-bahan alami tanpa tambahan gula, garam dan bahan pengawet lainnya. Negara kita ini kaya akan sumber daya alamnya, mengapa generasi muda kita harus mengkonsumsi bahan-bahan sintetis? Kedua, banyak orangtua di sini yang bermaksud menyayangi anak. Tapi sebenarnya itu memanjakan anak dan merusak mentalnya. Misalnya dengan menyuap makanan sepanjang jalan. Tidak terpikir apakah debu jalanan menjadikan makanan untuk bayi tidak higienis? Sudah saatnya membiasakan bayi selama dia bisa duduk, untuk duduk sendiri pada saat makan bersama keluarga. Tanpa TV. Agar anak mempunyai kesempatan untuk belajar menyuapi makan bagi dirinya sendiri. Dengan demikian diharapkan anak tumbuh dengan sikap mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri” kata Suzie ketika dihubungi Majalah Keluarga Kana.
            Seminar yang dihadiri sebagian besar dari kalangan wanita ini diakhiri dengan makan siang bersama. Semua peserta begitu antusiasme menyambut sajian seminar yang begitu bermanfaat bagi keluarga. Antusiasme ditunjukan terutama dalam sesion tanya jawab bersama. Harapan Maria Veronica Suzie Sugijokanto sendiri  agar orangtua lebih jeli dan kritis memilih sarana yang dibutuhkan untuk perkembangan anak. “Agar orang tua senantiasa selalu berpikir kritis, apakah banyaknya fasilitas dan berbagai tawaran kemudahan saat ini sesuai dengan kebutuhan bayi anda, dan apakah berguna. Daripada membuang uang, mengapa tidak dilakukan sendiri. Memang ini merepotkan, tapi hasil kedepannya akan jauh lebih baik”. Beliau berpesan agar orangtua harus sudah mempersiapkan kebutuhan anak-anak sejak dini. “Sejak awal mungkin, persiapkan semuanya. Mulai persiapan batin, bahwa saat ini perhatian dan waktu bakal lebih tersita untuk anak. Usahakan agar nutrisi bayi dari bahan-bahan alami. Mulai dari persiapan gizi yang baik untuk kebutuhan menyusui sejak hamil, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), sampai kepada proses penyapihan yang penuh dengan kesabaran karena harus menghadapi penolakan dan adaptasi bayi terhadap makanan baru serta kreatifitas orangtua dalam menyajikan rasa makanan bertekstur lembut. Baru kemudian bertekstur agak sedikit kasar sampai benar-benar mampu makan makanan padat. Kedua, ini yang penting. Jangan pernah memberikan tontonan TV atau layar komputer pada anak pada usia 3 tahun pertama. Karena akan membuat kecenderungan anak nantinya akan duduk mematung berjam-jam di depan TV dan komputer. Biasanya orangtua mengeluh kalau anaknya sudah tergila-gila dengan game online dan internet. Tanpa disadari bukankah ini hasil dari memberikan tayangan TV terlalu dini pada anak? Biarkan usia 3 tahun pertama ini menjadikan kesempatan untuknya berinteraksi dengan orangtua dan keluarga” pungkas Suzie menutupi bincang-bincang dengan Majalah keluarga Kana. (Primus-Kana)

Sabtu, 22 Oktober 2011

Seorang wanita meninggal akibat aborsi paksa

Women’s Rights Without Frontiers and China Aid telah mendapat informasi bahwa pada 12 Oktober 2011, seorang wanita meninggal saat aborsi paksa. Dia sedang hamil enam bulan, lapor Independent Catholic News.
Jihong Ma dari daerah Lijing di Provinsi Shandong ditangkap oleh Petugas Keluarga Berencana untuk melakukan aborsi paksa. Ia  melanggar Kebijakan Satu Anak. Ia dipasang oksigen.
Menurut seorang anggota keluarga: “Lebih dari sepuluh orang dari Biro Keluarga Bencana datang, melepaskan masker oksigen dari wanita itu dan membujuknya untuk melakukan induksi persalinan. Ketika dia dimasukkan ke ruang operasi pada pukul 16:00, tidak ada berita tentang dia. . . Pada malam hari sekitar 10:00, seseorang datang, membuka pintu ruang tersebut dan menyelinap pergi.
Kami berlari ke ruang operasi dan para dokter dan perawat semua menghilang sementara tubuh Jihong Ma sudah benar-benar dingin dan kaku dengan bibir berwarna ungu dan hidung berdarah, sambil berbaring di meja operasi tanpa gerakan apapun. . .
Putri Jihong Ma belum tahu bahwa ibunya sudah meninggal. Dia menangis mencari ibunya setiap hari. ”
Reggie Littlejohn, ketua Women’s Rights Without Frontiers, menyatakan: “Hati kami sedih dengan keluarga Jihong Ma, yang adalah istri, ibu atau putri mereka.
Kebijakan aborsi yang memaksa kejam dan barbar di Cina menyebabkan banyak kekerasan terhadap perempuan dan gadis daripada kebijakan resmi lainnya di negeri itu. Ini merupakan bentuk perang Cina terhadap perempuan dan gadis.
Wanita secara paksa melakukan aborsi hingga kehamilan sembilan bulan. Aborsi paksa bukanlah suatu pilihan. Ini adalah perkosaan resmi pemerintah. ”
Sumber: Woman reportedly dies during forced abortion

Senin, 10 Oktober 2011

Fenomena Menarik! Penampakan 'Yesus' di Solo Setelah Bom Bunuh Diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton

SOLO (JATENG) - Sebuah fenomena penampakan yang dianggap sebagai Tuhan Yesus ramai diperbincangkan dalam group Blackberry Messenger beberapa hari ini. Penampakan tersebut terjadi di kota Solo, Jawa Tengah dan berhasil diabadikan oleh salah seorang warga Solo yang tidak sengaja melihat peristiwa itu.

Dilansir dari Suara Pembaruan, foto yang diambil oleh warga Solo pada Rabu, (05/10/2011) ini. adalah sebuah gambar unik yaitu cahaya matahari yang menerobos awan.

Hasilnya dari cahaya tersebut tampak seperti gambar Yesus Kristus berkilau cahaya, persis seperti gambar 'Yesus yang naik ke Surga', seperti yang lazim digambarkan pada hari Paskah.

Dalam teksnya, gambar tersebut diambil di Solo Jawa Tengah pada Selasa, (04/10/2011) siang dan diambil melalui Blackberry. Gambarnya memang tidak terlalu besar karena resolusinya kecil. Tetapi "Yesus yang Naik ke Surga itu" tampak jelas di belakang tiang-tiang listrik. Foto ini ramai dikomentari di grup BBM. Komentar itu antara lain, "Puji Tuhan, Solo diberkati."

Peristiwa ini terjadi hanya beberapa hari setelah aksi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton Solo yang menewaskan dua orang yaitu pelaku bom bunuh diri itu sendiri dan melukai sejumlah orang lainnya (SuaraPembaruan).

Sabtu, 08 Oktober 2011

Grand Final Pemilihan Puteri Indonesia XVI/2011


Jakarta, 7 October 2011 – Yayasan Puteri Indonesia (YPI) kembali menggelar Malam Grand Final Pemilihan Puteri Indonesia (PPI) XVI/2011, bertema “Wujudkan Cintamu pada Negeri Melalui Apresiasimu dan Penggunaan Produk Indonesia " di Plenary Hall, Jakarta Convention Center. Setelah melalui 10 hari masa karantina di hotel Ritz Carlton Jakarta, 38 finalis dari 33 propinsi akan segera mengetahui siapa yang berhasil meraih mahkota berlapis Emas Putih PLG serta bertaburkan batu-batuan alam dan mutiara Indonesia. Malam Grand Final PPI 2011 ini akan dihadiri tamu istimewa, yaitu Miss Universe 2011, Leila Lopes dari Angola.


Gelar yang diperebutkan oleh kontestan dari seluruh penjuru tanah air, antara lain : Puteri Indonesia 2011, Runner Up 1 (Puteri Indonesia Lingkungan 2011), Runner Up 2 (Puteri Indonesia Pariwisata 2011), Puteri Indonesia Persahabatan, Puteri Indonesia Berbakat, Puteri Indonesia Favorit, Puteri Indonesia Favorit Kepulauan (Sumatera ; Jawa ; Kalimantan; Sulawesi; Bali, NTT, NTB ; Indonesia Timur), dan Puteri Indonesia Intelegensia (I, II, III) yang akan mendapatkan beasiswa pendidikan Strata (S1) dan Pascasarjana (S2) dari Universitas Indonesia. Pemilihan berdasarkan polling sms terbanyak dilakukan untuk Puteri Indonesia Favorit (ketik PPI(spasi)NAMA PROPINSI) dan Puteri Indonesia Kepulauan Favorit (ketik PPIK(spasi) NAMA PROPINSI) kemudian kirim ke 7288 (tarif 2000/sms).

Juri yang akan memberikan penilaian antara lain : Bernada Sukma Harahap (Ketua Umum DPP ASITA), Fira Basuki, MA (Editor in Chief Cosmopolitan Indonesia Magazine), Artika Sari Devi (Puteri Indonesia 2004), Dr. Triyadi (Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dirjen Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Sosial), Drg. Ida Suselo Wulan, MM (Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bid. Politik, Sosial, Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Achirina Soetjitro (Direktur Strategi Pengembangan Bisnis Dan Manajemen Risiko PT. Garuda Indonesia), Amir Husein (General Manager PT. Mustika Ratu), Nurul Arifin (Anggota DPR RI), Rusian Prijadi Ph.D (Ketua Departemen Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), dan Erwin Aksa (Ketua Umum BPP HIPMI).

Para finalis Puteri Indonesia 2011 malam ini tampil cantik dengan cocktail dress dari cocktail dress dari Parang kencana saat opening, Gaun malam cantik dari Hian Tjen, Imelda Kartini, dan Albert Yanuar, untuk finalis yang masuk 10 besar akan mengunakan rancangan gaun malam dari Barly Asmara, kebaya anggun dari Intan Avantie untuk finalis yang masuk 5 besar dan Anne Avantie untuk finalis yang masuk ke 3 besar.  Selain itu, busana para finalis didukung oleh sepatu dari Bellagio, aksesoris dari Emas Putih PLG dari PT. Hartono Wiratanik, Elizabeth Wahyu, dan Jewel of Eden juga dipercantik oleh tata rias wajah dan rambut dari tim artistik Moor’s Professional Make Up Mustika Ratu.

Terwujudnya kegiatan ini tidak lepas dari dukungan para sponsor, di antaranya Mustika Ratu, Mustika Puteri, Indosiar, Yamaha, Garuda Indonesia, Proton, Ritz Carlton Mega Kuningan, Nexian, Bigen Prominous Color, Tikma Photography, Hard Rock Cafe, Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta, Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Mooryati Soedibyo (LPPMS) dan Taman Sari Royal Heritage Spa, serta official Media Partners yaitu Indosiar, Suara Pembaruan, Kompas, Koran Jakarta, Media Indonesia, Indopos, Cosmopolitan, Spice, Kartini, Grazia, Cleo, Elshinta, Wanita Indonesia, Kapanlagi.com, Kaskus, kompas.com, detik.com, 101.4 Trax FM.

Pemenang Puteri Indonesia 2011, Runner Up 1, Runner Up 2 akan meraih kesempatan untuk berprestasi di ajang internasional, yaitu Miss Universe, Miss International, dan Miss Asia Pacific International Pageant. Acara turut dimeriahkan oleh penampilan Bunga Citra Lestari, Eka Deli, Yovie Nuno, Christopher Abimanyu dan diiringi oleh Dian Hp Orchestra serta MC Melanie Putria, Nadya Mulya dan Choki Sitohang.

Public Relations
Yayasan Puteri Indonesia
Tel/ Fax : 021-8306754 / 021-830-6603
www.puteri-indonesia.com

Minggu, 25 September 2011

PEMERINTAH KABUPATEN BELU MENGGANDENG KEUSKUPAN ATAMBUA MEMBERANTAS KEMISKINAN


Hampir genap empat tahun sudah Pemerintah Kabupaten Belu menggandeng Keuskupan Atambua untuk menggalang kerja sama kemitraan lintas sektor memerangi kemiskinan melalui budaya kerja keras, cerdas, tuntas dan ikhlas. Kerja sama itu terutama untuk merubah pola pikir (mind-set) masyarakat dan umat bahwa untuk mencapai masyarakat yang sejahtera lahir batin tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan bekerja sendiri. Menurut Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez, “kita tidak bisa terus-menerus hidup dalam ego-sectoral, seolah-olah hanya kita sendiri yang bisa membangun masyarakat. Pada hal kita tahu bahwa Gereja dalam hal ini, Keuskupan memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat. Mengapa kita tidak mau bermitra? Apakah dengan bermitra wibawa kita sebagai pemerintah turun? Maka sudah saatnya kita bertobat dan memulai kerja sama yang baik untuk membawa masyarakat yang adalah umat agar semakin lebih baik hidupnya”.
            Hal tersebut diungkapkan Bupati Kabupaten Belu pada acara Rekoleksi Bersama para Pejabat Pemerintah Eselon II yang dipimpin langsung oleh Uskup Atambua, Mgr. Dr. Dominikus Saku Pr, di Emaus Pastoral Center, belum lama ini.
Menanggapi pernyataan Bupati Belu tersebut, Uskup Atambua, Mgr. Dr. Dominikus Saku Pr, mengatakan “Sejak awal setelah saya ditahbiskan sebagai Uskup Atambua, Saya telah berkomitmen untuk menjalin kerja sama dengan pemerintah kedua kabupaten ini (Kabupaten Belu dan Kabupaten TTU, kontributor). Sebab hanya melalui kerja sama dan bekerja bersama-sama kita bisa membangun masyarakarat dan umat Keuskupan Atambua ini lebih baik dan lebih bermutu hidupnya”.
            Kerja sama yang telah berlangsung hampir empat tahun itu konkritnya  tampak dalam pembentukan Tim Gabungan Keuskupan Atambua dan Pemkab Belu yang lebih dikenal dengan “Tim Ekonomi Keuskupan”. Tim yang diangkat oleh Uskup Atambua ini beranggotakan enam orang Imam dan Awam yang bertugas menghadiri rapat-rapat di Bappeda dan memantau pelaksanaan pembangunan di desa-desa yang menjadi Desa Fokus Program dalam bidang Pertanian, Peternakan dan Perikanan. Peran tim ekonomi Keuskupan ini adalah bersama tim Bappeda mendampingi para petani mensukseskan program unggulan Kabupaten Belu sebagai Kabupaten Jagung dan Kabupaten Ternak di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Melalui program kerja sama ini pihak Keuskupan Atambua hendak mewujudkan mimpinya memberdayakan ekonomi umat berbasis iman.
            Bapak Uskup Atambua pada kesempatan pembinaan iman ini mengangkat tema: “Kekuatan Salib, Cawan Tuhan dan Pengosongan diri”. Menurut Mgr. Domi, orang Kristen mesti menjadikan salib sebagai kekuatan revolusioner yang mengubah. Karena itu setiap orang Kristen mesti mampu membawakan kekuatan Tuhan sebagai semangat untuk memenangkan dunia bagi Tuhan. Perwujudan iman itu mesti dikonkritkan melalui berbagai upaya positif dengan semangat kerja keras, cerdas, tuntas dan ikhlas. Sebab, demikian kata Bapak Uskup, “Hanya dengan itu kita mampu menjadikan hidup kita lebih bermakna bagi orang lain“.
            Bupati Belu pada akhir pembekalan iman ini memberi kesan bahwa nilai positif rekoleksi kategorial ini dari tahun ke tahun semakin nyata sebagai ajang pencerahan moral dan penyadaran iman yang baik bagi umat Katolik yang sedang terpanggil sebagai pelayan di birokrasi pemerintahan. Lebih konkrit Joachim menyoroti hasil kegiatan evaluasi dan perencanaan pastoral yang dilaporkan Sekretaris Umum Pusat Pastoral Keuskupan Atambua yang secara khusus membicarakan tentang perkembangan dan kemajuan karya pastoral di Keuskupan Atambua, termasuk juga di dalamnya kerja sama yang baik dengan pemerintah Kabupaten Belu.
            Oleh karena itu, menurut Tokoh Umat Katolik ini, agen pastoral mulai dari Komunitas Umat Basis sudah saatnya dijadikan sebagai agen pembangunan masyarakat. Beliau menyarankan ke depannya  para agen pastoral itu diberdayakan dengan memberikan ketrampilan-ketrampilan kepada mereka sehingga mereka semakin terlibat dan peduli dengan lingkungannya. Lebih lanjut, Bupati yang telah memasuki periode kedua pemerintahannya itu, mengatakan salah satu agen pastoral yang perlu diberdayakan adalah Orang Muda Katolik atau OMK. “OMK jangan dipandang sebelah mata. Mereka itu penting. Mak perlu persiapan jauh sebelum mereka memasuki ajang hidup berkeluarga”, kata Bupati. “Untuk itu, saya mengusulkan supaya pemberdayaan OMK kita buat sebagaimana pemberdayaan terhadap Karang Taruna”, tandasnya.
Usul konkrit beliau adalah supaya dalam penanganan OMK kita jadikan OMK Paroki Santo Aloysius Gonzaga Haekesak sebagai pilot program bersama antara pemerintah dan Gereja.*** (Yosef M.L. Hello).

Bom bunuh diri meledak di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Kepunton, Solo.

Solo - Minggu 25 September, Indonesia digemparkan oleh sebuah ledakan Bom bunuh diri di sebuah rumah ibadat Bom bunuh diri tersebut meledak di Gereja Bethel Injil Sepenuh, kawasan Kepunton, Solo, Jawa Tengah. Bom yang meledak usai Misa pukul 11.00 WIB. tersebut menewaskan dua orang, seorang di antaranya diduga pelaku  bom bunuh diri dan melukai sekitar 8-15 orang di sekitarnya. Bom tersebut tidak sampai menghancurkan Gereja, karena memiliki daya ledak yang tidak begitu besar.
Menyikapi situasi tersebut muncul banyak kecaman dari berbagai pihak. "Lagi-lagi, tindakan model seperti ini terjadi. Sungguh biadab dan tidak bisa ditolerir. Selain tidak beradab, tindakan ini secara nyata merusak martabat, integrasi dan makna kebhinnekaan Indonesia," kata Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid. Nusron bahkan menambahkan bahwa untuk mengantisipasi serangan bom bunuh diri selanjutnya ia berupaya mengerahkan tanaga bantuan dari kelompok GP Ansor untuk turut mengamankan setiap rumah ibadah. Pendeta di Gereja Nusukan Solo, Bambang Sriwijadi, yang  sempat tiba di tempat kejadian menuturkan bahwa wajah korban tewas yang diduga pelaku masih utuh dan dapat dikenali bukan jemaat Gereja setempat. Para korban telah dievakuasi ke Rumah Sakit Panti Waluyo. namun  karena keterbatasan peralatan, para korban dipindahkan ke RS Dr. Oen Solo.
sementara itu pemerintah pun mulai mengambil sikap mengusut peristiwa tersebut. "Presiden telah memerintahkan Kapolri dan jajaran kepolisian segera menyelidi tempat kejadian," kata juru bicara Istana Julian Aldrin Pasha. bahkan hingga saat ini  sebagai langkah antisipasi polisi telah  mengerahkan personilnya untuk melakukan pengamanan  ketat di setiap rumah ibadat.
 Bom bunuh diri yang terjadi menunjukan bahwa tingkat pengamanan di Indonesia terutama di tempat ibadah masih belum maksimal. untuk itu perlunya kerja sama dengan masyarakat untuk memantau setiap orang di sekitarnya terutama yang menunjukan gejala-gejala tindakan yang mencurigakan. Sangat disayangkan bahwa pelaku berhasil membaur bersama umat, bahkan selama ibadat berjalan pelaku sulit dikenali membawa detonator bom di balik pakaiannya..  Korban tewas telah diidentifikasi  di Rumah Sakit Polri Semarang. Hingga saat ini polisi masih mengadakan pnyelidikan terhadap motif pelaku melakukan bom bunuh diri. Dugaan sementara pelaku terkait pengaruh jaringan alqaedah, sebab pelaku diduga sebelum melakukan aksinya sempat mendatangi sebuah warnet untuk menyaksikan laman alqaedah. (Anthoni Primus)