Senin, 13 Februari 2012

Soal „Moral Bayi Tabung“ Menurut Pandangan Gereja Katolik


RD. Alfonsus Sutarno, Pr. Lic.Th.
Fenomena “Bayi Tabung” telah mencuat dan memberikan aneka pertanyaan seputar hakikat dan makna kehidupan manusia.  Makna kisah penciptaan manusia, mengalami pergeseran oleh hadirnya teknologi mutakir yang diciptakan oleh manusia. Salah satu fenomena aktual dewasa ini ialah hadirnya program “Bayi Tabung” sebagai jawaban kerinduan keluarga akan hadirnya “buah hati”. Fenomena “Bayi Tabung” kini menjadi perhatian dari berbagai kalangan, khususnya Gereja Katolik sendiri. Untuk itu, bagaimana sikap Gereja Katolik menghadapi kenyataan tersebut? Berikut wawancara eksklusif Antonius Primus dari Majalah Keluarga Kana/Suara Maumere bersama RD. Alfonsus Sutarno, Pr. Lic.Th. salah seorang Teolog Moral Katolik dari Universitas Urbaniana, Roma.

  1. Bagaimana pemahaman Gereja tentang „Bayi Tabung“?
Bayi tabung dipahami sebagai teknik pembuahan ekstra korporal. Sebuah metode yang mempertemukan sel telur dan sel sperma di luar tubuh seorang wanita. Pembuahan ini dilakukan dalam sebuah piring petri atau tabung di laboratorium  dengan cara menaburkan (inseminasi) sel benih pria (spermatozoa) pada sel telur (oosit) wanita. Hasil pembuahan ini akan dibiarkan 3-4 hari. Kemudian hasil pembuahan yang sudah terbentuk akan ditanamkan kembali ke dalam rahim (uterus) wanita. Proses penanaman embrio ini disebut tandur-alih embrio (TAE) atau embryo transfer (ET). Usai melakukan tandur alih embrio ke dalam rahim wanita, diharapkan bisa terjadi kehamilan pada wanita yang bersangkutan dan akhirnya ia melahirkan anak. 
Pemakaian istilah bayi tabung (test-tube baby) sebenarnya kurang tepat. Dikatakan kurang tepat karena proses perkembangan embrio tidak selamanya berlangsung di dalam tabung (piring petri). Hanya berlangsung antara 3-4 hari saja. Selebihnya, perkembangan embrio terjadi dalam rahim wanita. Istilah yang lebih tepat adalah fertilisasi ekstra korporal atau pembuahan di luar tubuh (extracorporal fertilization). Akan tetapi, karena fertilisasi dilakukan di dalam tabung, maka disebut juga pembuahan dalam tabung atau fertilisasi in vitro (in vitro fertilization).

  1. Bagaimana posisi Gereja terhadap program „Bayi Tabung“? mendukung atau menolak? Mengapa?
Kemunculan bayi bukan tanpa polemik. Kehadirannya  telah memunculkan pro dan kontra. Para pendukung datang dari pasangan suami-istri infertil yang berharap memiliki momongan, para lesbian, pasangan sejenis, dan para janda. Gereja Katolik tidak menerima begitu saja keberadaan bayi tabung. Sikap kritis Gereja akan bayi tabung itu dilatarbelakangi oleh alasan kemanusiaan, penghargaan atas nilai dan martabat manusia.
Bayi tabung telah  menuntun Gereja untuk bersikap kontra karena beberapa soal substansial yang muncul dan tidak terjawab. Persoalan substansial yang muncul itu misalnya, apakah sebenarnya yang menjadi hakikat hidup manusia? Kapankah awal kehidupan manusia dimulai? Bagaimana hakikat keluarga bisa dimengerti? Bagaimana teknologi bayi tabung bisa menjelaskan soal kriteria “pasien” bayi tabung, asal-muasal sel telur dan sel sperma, nasib embrio cacat dan embrio sisa yang dibekukan, keberadaan ibu pengganti (surrogate mother) dan hakikat lembaga keluarga?

  1. Salah satu tahap bayi tabung ialah pemilihan kualitas embrio yang kemudian dibuahi dalam tabung, yang memiliki resiko besar terhadap hasil yang ingin dicapai. Bagaimana  posisi argumentasi Gereja soal kehidupan Embrio dan penggunaan teknologi medis dalam pembuahan?
Gereja memandang embrio sebagai makhluk insani. Harkat dan martabatnya atas hidup harus dihargai. Akan tetapi, dalam bayi tabung, siapakah yang bertanggung jawab terhadap embrio sisa? Secara medis, mormalnya, embrio sisa harus disimpan (dibekukan), tidak boleh dimusnahkan, dan hanya boleh dimanfaatkan oleh pasangan yang bersangkutan. Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan nasib embrio sisa apabila dalam periode tertentu pemilik embrio sisa itu meninggal dunia? Bolehkah embrio sisa itu dimusnahkan atau diberikan kepada pasangan suami-istri lain yang membutuhkan?
Selain itu, bagaimana dengan sejumlah embrio yang dihancurkan atau dibuang karena kelihatan abnormal atau dimanfaatkan demi kepentingan riset? Bagaimana dengan banyak orang yang menentang pemusnahan embrio sisa karena hal itu mirip dengan masalah aborsi dan dianggap sebagai pembunuhan bakal calon manusia? Demi tipe individu tertentu, apakah dibenarkan pengrusakan “janin-janin muda” tersebut? Bagaimana pula dengan janin-janin yang dibekukan dan tidak ditanamkan kembali, yang tidak punya peluang untuk kehidupan masa depan?
Pertanyaan-pertanyaan mendasar yang tidak terjawab itulah yang makin mengukuhkan pandangan Gereja untuk berkata “tidak” pada bayi tabung.

  1. Bagaimana  penilaian moral katolik terhadap inseminasi artifisial?
Ibu menerima suntikan hormon  penyubur sel telur
Kemajuan teknik memungkinkan prokreasi tanpa hubungan seksual. Namun, apa yang dapat terjadi secara teknis seperti inseminasi buatan, tidak dengan sendirinya dapat dibenarkan secara moral. Penalaran akal-budi dan refleksi mendalam mengenai nilai-nilai mendasar kehidupan dan prokreasi adalah syarat mutlak.
Dewasa ini inseminasi artifisial menuntut pembuahan dan penghancuran embrio insani. Budi daya embrio menuntut hiperovulasi pada perempuan: sejumlah sel telur diambil dan dibuahi. Akan tetapi, tidak semua akan ditanam dalam rahim wanita. Ada embrio yang dikurbankan karena alasan eugenis (mengambil embrio terbaik saja),  ekonomis, dan psikologis. Penghancuran dengan sengaja makhluk manusia semacam itu atau pemakaiannya untuk berbagai tujuan, dengan merugikan keutuhannya dan kehidupannya sangat bertentangan dengan ajaran kristiani.

  1. Dokumen Gereja apa saja yang berbicara tentang moral bayi tabung? Kira-kira Pater bisa ceritakan isi ringkas dokumen tersebut, kapan dan siapa pencetusnya?
-     Donum Vitae (1987), Instruksi Kongregasi untuk Ajaran Iman, tentang hormat terhadap hidup manusia tahap dini dan perlindungan martabat prokreasi. Jawaban atas beberapa soal aktual dewasa ini.
-    Evangelium Vitae, Injil Kehidupan (25 Maret 1995). Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang nilai-nilai hidup manusia yang tidak bisa diganggu gugat.
-   Veritatis Splendor, Cahaya Kebenaran. Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang pertanyaan pertanyaan fundamental ajaran moral Gereja.
-       Piagam Bagi Pelayan Kesehatan (1995). Piagam panitia kepausan untuk reksa pastoral kesehatan, tentang masalah-masalah bioetika, etika kesehatan, dan pendampingan orang sakit.
-    Martabat Prokreasi Insani dan Teknologi Produktif. Aspek-aspek antropologis dan etis, dari Akademi Kepausan untuk hidup (2004).

  1. Argumentasi  Gereja soal moral “Bayi Tabung” tentu tidak lepas dari peran para tokoh/teolog  Gereja.  Siapakah tokoh/teolog  Gereja  terkenal yang argumentasinya menjadi dasar pertimbangan moral Gereja menyikapi fenomena “Bayi Tabung”?
Dengan melihat beberapa dokumen Gereja di atas, Paus Yohanes Paulus II adalah Paus yang sangat gigih membela kehidupan. Berikutnya adalah Kardinal Joseph Ratzinger (kini Paus Benedictus XVI) yang menjadi “orang kedua” dari Paus Yohanes Paulus II. Selanjutnya adalah para Uskup dan teolog yang tergabung dalam kongregasi profaganda iman (Congregatio pro Doctrina Fidei) atau akademi kepausan untuk hidup (Fontifical Academy for Life).

  1. Dalam kaitannya dengan efek program “Bayi Tabung”, apa saja pengaruhnya bagi kehidupan keluarga. Terutama soal dampak psikologis bagi ibu dan bayi dalam konteks pandangan Gereja?
Bayi tabung bersifat terbuka untuk “umum”, teknologinya membuka peluang bagi para janda, para wanita yang tidak pernah menikah, kelompok lesbian atau pasangan sejenis untuk memiliki anak.
Apabila para wanita tanpa suami bisa mengandung dan memiliki anak, bagaimana dengan nasib anak-anak tanpa bapak ini? Siapakah yang menjadi bapak dari anak-anak ini? Apabila dikemudian hari para wanita tak bersuami ini melakukan FIV untuk kedua atau ketiga kalinya, bagaimana relasi kekeluargaan di antara anak-anak hasil bayi tabung ini? Bagaimana pula nasib lembaga keluarga?  Semuanya menjadi kacau, berantakan.
Dalam kaitannya dengan ibu, dalam bayi tabung dikenal ibu pengganti (surrogate mother), yakni wanita yang merelakan rahimnya ditanami embrio hasil pembuahan dari sperma seorang pria yang bukan suaminya dengan sel telur yang tidak berasal darinya. Ia akan mengandung dan melahirkan bayi. Namun setelah melahirkan ia tidak akan memiliki dan memeliharanya, sebaliknya akan menyerahkan bayi yang dilahirkannya dan hak-hak keorangtuannya kepada pasangan suami-istri yang memintanya sebagai ibu pengganti.
Adanya ibu pengganti ini berdampak negatif pada ibu pengganti itu sendiri, pada suami-istri dan anak yang dilahirkan, dan pada masyarakat. Ada yang menilai bahwa ibu pengganti seharusnya merasa rugi. Ada ketidaklayakan meminta seorang ibu pengganti untuk menjalani risiko fisik kehamilan untuk menguntungkan orang lain. Secara psikologis ibu pengganti juga telah dirugikan dengan menyerahkan anak genetiknya, bahkan ada beberapa ibu pengganti yang mengalami masa kedukaan setelah memberikan anaknya.
Seleksi embrio
Apabila ibu pengganti merupakan sahabat atau kerabat dekat, keterlibatan yang berkelanjutan dari ibu pengganti bisa menciptakan ketegangan perkawinan. Keterlibatan ibu pengganti bisa melemahkan ikatan perkawinan dan merusak integritas keluarga. Apabila ibu pengganti ternyata dibayar untuk pelayanan mereka, maka reproduksi manusia menjadi bersifat komersil, dan mungkin anak-anak akan dilihat sebagai barang konsumen.

  1. Kehadiran program bayi tabung seolah-olah telah menjadi pemecah persoalan infertil yang dialami keluarga, khususnya keluarga-keluarga kristiani. Apa pertimbangan moral yang ingin Pater sampaikan kepada para keluarga, khususnya keluarga Kristiani agar mereka dapat mempertimbangkan untuk mengikuti  program bayi tabung?
Keluarga kristiani hendaknya menyadari bahwa keberadaan anak-anak itu mulia dan bermartabat. Namun demikian, anak-anak bukanlah segala-galanya dalam keluarga. Ketiadaan anak-anak dalam rumah tangga bukanlah prahara bagi keluarga dan tidak berarti bahwa cinta suami-istri tidak berbuah. Oleh karena itu, apabila Tuhan belum atau tidak menitipkan anak-anak kepada keluarga kristiani, sebaiknya suami istri tidak mengambil cara-cara yang tidak bernilai kristiani sebagaimana nampak dalam teknik bayi tabung. Dalam ketiadaan momongan, pupuklah keutuhan, kesetiaan, dan cinta sebagai suami-istri. Selain itu, karena perkawinan merupakan kehendak Tuhan, terbukalah juga pada rencana Tuhan dalam keluarga. Jangan-jangan dengan tidak terlahirnya anak-anak dari rahim sendiri, Tuhan memanggil Anda supaya makin mengasihi anak-anak Allah yang terlantar, yang membutuhkan cinta seorang bapak dan ibu.  (Anthoni Primus)

PERATURAN PANTANG DAN PUASA KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA UNTUK TAHUN 2012


TEMA: “DIPERSATUKAN DALAM EKARISTI, DIUTUS UNTUK BERBAGI

Masa Prapaskah/Waktu Puasa Tahun 2012 dimulai pada hari Rabu Abu, 22 Februari sampai dengan hari Sabtu, 7 April  2012
            “Semua orang beriman kristiani menurut cara masing-masing wajib melakukan tobat demi hukum ilahi’ (KHK k.1249).  Dalam masa tobat ini Gereja mengajak umatnya “secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan ibadat dan karya amalkasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang” (ibid).   Semua umat beriman diajak untuk memelihara suasana tobat dan mengisi masa tobat ini dengan berbagai keutamaan hidup beriman dan tidak mudah terpengaruh atau mengikuti suasana lain di luar suasana khusus gerejani ini.
            Di samping itu sebagai tanda pertobatan dan syukur, Gereja minta supaya kita semua memberi perhatian dan mengarahkan hidup kita dengan bantuan beberapa hal beriktu ini:
Dalam Masa Prapaskah kita diwajibkan:                      
-          Berpantang dan berpuasa pada hari Rabu, 22 Februari dan hari Jumat Suci, 6 April 2012.  Pada hari Jumat lain-lainnya dalam Masa Prapaskah hanya berpantang saja.
-          Yang diwajibkan berpuasa menurut Hukum Gereja yang baru adalah semua yang sudah dewasa sampai awal tahun ke enam puluh (KHK k.1252).  Yang disebut dewasa adalah orang yang genap berumur delapanbelas tahun (KHK k.97 §1).
-          Puasa artinya: makan kenyang satu kali sehari.
-          Yang diwajibkan berpantang: semua yang sudah berumur 14 tahun ke atas (KHK k.1252).
-          Pantang yang dimaksud di sini:  tiap keluarga atau kelompok atau perorangan memilih dan menentukan sendiri, misalnya: pantang daging, pantang garam, pantang jajan, pantang rokok.
 Kita semua diajak untuk terus memberi perhatian kepada saudara-saudara kita yang berkekurangan dengan cara berbagi untuk mereka. Saat ini kita sedang hidup dalam keprihatinan rusaknya lingkungan hidup.  Oleh sebab itu dalam masa Prapaskah ini kita diajak untuk membangun pertobatan ekologis dengan cara peduli terhadap sampah dan berusaha keras membangun lingkungan hidup yang semakin bersih, hijau dan sehat. Kita berharap bisa merayakan Paskah dalam wujud lingkungan hidup yang semakin sehat untuk dihuni banyak orang.  Selama masa prapaskah kita merefleksikan dan mendalami sikap iman ini.  Maka kita masing-masing diajak untuk mewujudkan keutamaan ini dalam hidup setiap hari sebagai syukur atas kasih Tuhan dan wujud pertobatan kita.  Semoga dengan demikian gerakan pertobatan kita semakin mempererat persaudaraan kita dan mendorong kita untuk terus berbagi untuk sesama.  Kita percaya dalam suasana kasih dan semakin baiknya lingkungan hidup, kebaikan Tuhan semakin dialami oleh banyak orang.
Baiklah jika kita semua saling mendukung dengan memelihara masa tobat ini. Maka sangat dianjurkan agar perkawinan-perkawinan sedapat mungkin tidak dilaksanakan dalam masa Prapaskah (juga Adven), kecuali ada alasan yang berat.  Pastor paroki dimohon secara bijaksana mencermati dan mengambil kebijakan sebaik mungkin dalam situasi dan kebutuhan pelayanan umat ini.
-          Bila ada perkawinan yang karena alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dilangsungkan dalam masa Prapaskah atau Adven, atau pada hari lain yang diliputi suasana tobat, pastor paroki hendaknya memperingatkan para mempelai agar mengindahkan suasana tobat itu, misalnya jangan mengadakan pesta besar (Upacara Perkawinan, Komisi Liturgi 1976, hal.14), untuk mengurangi kemungkinan menimbulkan batu sandungan.
Mari kita mensyukuri belaskasih Tuhan dan berusaha untuk membagikannya kepada sesama kita, terutama mereka yang sangat membutuhkan.



                                                                                                            Jakarta, 18 Februari 2012
                                                                                   
 Mgr. Ignatius Suharyo
                                                                                                            Uskup Keuskupan Agung Jakarta


KONSER "Music cross the borders,"

Sound of Heaven Choir

"Music cross the borders," inilah tema yang diangkat pada Konser Natal “Cantique de Noël” yang diadakan oleh Orang Muda Katolik (OMK) wilayah III Paroki Regina Caeli Jakarta, tanggal 28 Januari 2012 lalu.
Duta Besar menghadiri konser Cantique de Noël

Ini adalah konser Natal pertama yang diadakan oleh Paroki Regina Caeli di area Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, yang baru berusia 4 tahun, dengan pastor paroki adalah Rm. Bonifasius Payong, SSCC dan pastor moderator OMK paroki adalah Rm. Stefanus Tommy Octora, pr.

Selain bertujuan untuk  mempererat tali persaudaraan antar generasi muda Katolik, konser yang diketuai oleh  Adrian  Purwadihardja ini juga bertujuan untuk mencari dana dalam rangka persiapan bakti sosial di Serang – Banten, Jawa Barat, pada bulan April mendatang,  dengan dibagikan amplop sumbangan sukarela kepada 300 penonton.

Hadir  dalam konser tersebut, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, H.E. Antonio Guido Filipazzi dan perwakilan dari institut kebudayaan Italia Mr. Francesco.  Mereka sangat antusias melihat generasi muda yang berusaha  mengembangkan diri ke arah yang positif, khususnya dalam hal seni.
The Baritones, dari kiri ke kanan: Adrian Purwadihardja, Jodi Visnu, Nikolaus Tallo.

Beberapa lagu yang dibawakan telah dikenal umum. Namun dengan mengusung tema, “Music cross the borders,” konser ini lebih bersifat  lintas batas seperti batas bahasa dan budaya. Konser yang dipersiapkan selama 2 bulan ini, menyuguhkan 16 lagu dengan 8 bahasa. Yakni Bahasa Indonesia, Inggris, Italia, Spanyol, Jerman, Perancis, Tagalog, dan Latin.  Konser yang berdurasi 90 menit ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, kaum muda hingga orang tua.  
    Paduan suara OMK Regina Caeli.

Konser Natal “Cantique de Noël” ini dimeriahkan oleh The Baritones, Sound of Heaven Orchestra and Choir, Koor OMK Paroki, dan pengisi acara lainnya. Yang tampil  memukau dalam kesempatan ini adalah The Baritones yang beranggotakan para dokter yakni, Adrian Purwadihardja, Jodi Visnu, dan Nikolaus Tallo, diiringi oleh sang pianist handal Anthony Evans. Adrian dan Jodi adalah dokter misi Keuskupan Agats (Papua) yang akan kembali ke pedalaman Agats bulan Februari ini. (Jodi Visnu/Jakarta)

Mengenang Gus Dur


Berbicara mengenai pluralisme di Indonesia tidak lepas dari peran sosok yang paling membanggakan bangsa Indonesia, yakni Abdurrahman Wahid atau populer dengan nama Gus Dur. Semangat pria yang pernah memimpin Indonesia selama kurang lebih 2 tahun tersebut hingga saat ini terus menjiwai generasi pencinta kebhinekaan di Indonesia. Bukan tidak mungkin, hal tersebut dibuktikan oleh sekelompok pemuda yang menamakan dirinya Gerakan Muda Nahdlatul Ulama (GMNU).
                Demi mengenang kiprah tokoh Gus Dur, Minggu, 12 Februari 2012 siang, GMNU mengadakan konvoi Tour of Holy Glory 2012 mengelilingi kota Sidoarjo. Konvoi yang bertemakan Gus Dur Always in My Heart tersebut berjalan begitu tertib tanpa dikawal oleh petugas kepolisian. Ini menjadi suatu contoh yang sangat baik bagi generasi muda Negara ini dalam mengadakan suatu demonstrasi, penting mengedepankan keamanan, kedamaian,  dan ketertiban. 

Cuma mengenang, Cuma ziarah, Cuma rindu pada sosoknya…
Jangan dianggap ada niatan yang lain lho!!
Kami Cuma berusaha untuk selalu mengenang jasanya. Membaca lagi perjuangannya dalam bentuk pengabdian tanpa pamrih terhadap Negara ini.
Kalau ada yang sepakat dan mengakui, kalau Gus Dur seorang kyai, monggo...
Kalau ada yang sepakat dan mengakui kalo Gus Dur seorang presiden, monggo...
Kalau ada yang sepakat dan mengakui, kalo Gus Dur adalah seorang Bapak Pluralis, ya monggo...
Kalo ada yang sepakat dan mengakui kalo Gus Dur adalah seorang demokrat dan agak edan, ya monggo...
Kalo ada yang sepakat dan mengakui kalo Gus Dur bukan siapa-siapa, ya sah-sah saja.
Bagi kami, Gus Dur adalah sebuah tangan yang mampu meraih, merangkai, dan menggandeng tangan-tangan lainnya untuk menyatu dalam keanekaragaman perbedaan.

Demikian penggalan pesan yang diwartakan generasi GMNU ketika dihubungi Anthoni Primus dari Suara Maumere siang itu. Suatu semangat nasionalisme yang patut mendapatkan antusias yang tinggi, terutama di zaman sekarang di mana perbedaan sering menjadi pemicu pertikaian antar sesama manusia. Indonesia sungguh membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki jiwa seperti seorang Gus Dur.(Antoni Primus/Sidoarjo)


Kamis, 09 Februari 2012

Hukuman Mati Bagi Koruptor?

Semakin mencuatnya kasus korupsi di Indonesia mengundang sejumlah tokoh pemerintahan menyerukan adanya tindakan tegas bagi para koruptor. Kerugian Negara, saat ini tidak lagi dibebankan pada hutang yang dipanen pada zaman orde baru, melainkan dibebankan pada para koruptor. Kenyataan ini mengancam masa depan dan kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk itu pada kesempatan beberapa hari lalu, Adi Andojo mengemukakan perlunya hukuman mati bagi koruptor. “Sudah saatnya menerapkan hukuman matibagi koruptor. Hal ini cukup layak bagi mereka” ujar mantan ketua muda MA tersebut.
                Adi Andojo menyampaikan pemberlakuan hukuman mati tersebut perlu terkoordinir kepada setiap hakim, dalam hal ini melalui surat edaran mengenai mekanisme hukuman mati yang patut diberlakukan bagi koruptor. “Namun saya dapat info karena belum ada patokan, hingga kini hakim agung belum berani terapkan langkah ini” tambahnya lagi.  
                Adi Andojo prihatin akan tindakan Ketua MA saat ini yang belum tegas memberikan keputusan yang jelas mengenai nasib para koruptor. Hal ini pasalnya masih ada banyak kasus korupsi yang terbengkalai atau belum bisa dituntaskan. Diperkirakan ada sekitar ribuan kasus korupsi yang tidak jelas penyelesaiannya. Himbauan yang disampaikan Adi Andojo tersebut mengingat akan diadakannya pemilihan Ketua MA yang baru akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Pemilihan ini dilaksanakan karena Ketua MA Harifin A. Tumpa akan menjalani masa pensiunannya mulai 1 Maret 2012. Diperkirakan ada sekitar 11 calon yang akan bertarung memperebutkan kursi Ketua MA yang akan datang. Apakah Ketua MA yang akan dating dapat diharapkan? Aspirasi akan selalu mengalir, namun keputusan final ada pada kebijakan MA. Semoga Indonesia ini semakin terbuka untuk melihat lebih dalam apa yang menjadi urgensi dalam mencapai masyarakat yang sejahtera. (Anthoni Primus)