Selasa, 19 Juni 2012

Pasutri Yosef Molo, S.Ag-Karolina Kowan: ZIARAH KELUARGA, SEBUAH REFLEKSI IMAN


 
                    Salah satu tradisi katolik yang dipraktekkan oleh gereja katolik sejagat adalah penghormatan kepada Bunda Maria. Maria menjadi sosok sentral dalam sejarah keselamatan manusia. Karena itu umat katolik baik perorangan maupun kelompok melakukan devosi kepada Bunda Maria. Bentuk-bentuk devosi kepada Bunda Maria sangat beragam, mulai dari doa-doa pribadi, doa keluarga, maupun doa-doa di kelompok basis gerejani hingga melakukan ziarah ke gua Maria yang dibangun untuk maksud tersebut. Juga pesta-pesta liturgis dan sebagainya.
Pasutri Yosef Molo-Karolina Kowan
                    Ziarah ke gua-gua Maria menjadi sebuah kebutuhan mendasar bagi umat. Rasanya tidak lengkap, jika devosi kepada Bunda Maria tidak disertai ziarah. Di sana peziarah berdoa, bernyanyi dengan kidung-kidung pujian kepada Bunda Maria. Di bawah kaki Bunda Maria umat meletakkan ujud, niat dan harapan mereka agar hidup kesehariannya aman sentosa.
                    Ziarah di mata pasutri Yosef Molo-Karolina Kowan memiliki makna terdalam bagi hidup iman keseharian keluarga. Di temui  di kediaman jalan Cemara Kelurahan Nangameting Maumere Yos-Lin mengungkapkan ziarah keluarga sebagai sebuah refleksi iman kepada Yesus sang putra sebagai salvator.”Keselamatan dan karya penebusan manusia hanya dapat dimengerti dan dipahami melalui Bunda Maria. Ia menerima Sabda dan mengandung Sabda dalam dirinya. Maria mengandung dan melahirkan sang penebus manusia. Ia adalah Bunda Yesus, sebagai Allah dan manusia,”ungkap pasutri yang selalu mengikuti ziarah ke patung Bunda Segala Bangsa Nilo, Maumere, Watu Soking Waigete, dan Prosesi di Larantuka.
                    Jebolan Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral (STIPAS) Kupang tahun 2004 ini lebih jauh menjelaskan ziarah harus memungkinkan keluarga menghayati dan mengamalkan pola hidup Bunda Maria dalam praksis hidup harian. Maria harus menjadi teladan iman dalam seluruh diri dan kepribadian dalam ungkapan maupun perwujudan iman ditengah hidup keluarga dan masyarakat. Ziarah tambah Yos dapat memungkinkan keluarga yang beriman untuk selalu menempatkan Bunda Maria sebagai mediator antara Yesus dengan gereja-Nya (umat) dan umat dengan Yesus (bdk. Yoh 2:1-11).
                     Dewasa ini ziarah dilaksanakan bukan hanya dalam rangka bulan Maria saja (Mei dan Oktober) melainkan sepanjang tahun. Perkembangan sarana transportasi yang semakin canggih membuat peluang semakin besar. Guru Agama SMPK Frater BHK Maumere ini menilai ziarah zaman ini sudah mulai pudar maknanya. Terjadi pergeseran makna ziarah.Nampaknya yang lebih dominan adalah kegiatan Tour. Orang-orang sederhana, orang desa lebih kuat religiusitasnya tetapi tidak semata-mata mencari spirit Bunda Maria. Melainkan ada sesuatu yang sungguh diharapkan yaitu rahmat sekaligus menyelesaikan masalah. Misalnya saja mendapatkan pengalaman rohani untuk menyembuhkan penyakit, dan sebagainya. Untuk masyarakat perkotaan yang lebih dominan adalah ziarah dipandang sebagai tur wisata. Keluarga berziarah mumpung ada uang, untuk refreshing. Agar tidak terlalu kentara sifat profanisnya maka disatukanlah dengan kegiatan ziarah agar kegiatannya nampak lebih kristiani.
                    Pergeseran makna ziarah menurut mantan frater Ordo Fransiskan ini dapat dilihat dari dua segi. Pertama, pengaruh gejolak teknologi yang kian maju dan sikap konsumeristis. Kesibukan orang zaman ini menyebabkan orang tidak punya waktu lagi untuk memberikan penghormatan secara khusus dalam rutinitas hidupnya sehari-hari. Dengan adanya ziarah berarti “orang-orang sibuk” memiliki kesempatan memberikan penghormatan secara khusus.Kedua, melalui ziarah orang beriman mau mengungkapkan religiusitasnya. Orang beriman ataupun keluarga yang berziarah ingin mencari bentuk penghayatan iman yang asli. Penghayatan dan penghormatan kepada Bunda Maria dapat dipahami secara benar. Maria dihormati karena di dalam dirinya Allah berkarya demi penyelamatan umat manusia.
                    Karena itu tambah Yos keluarga ataupun peziarah yang berziarah menjadi symbol ziarah hidup menuju Allah sebagai “yang awal” dan “yang akhir” dari tujuan hidup manusia. Keluarga katolik yang berziarah ke tempat- tempat suci dan kudus merupakan lambang dari umat yang berada dalam peziarahan hidup secara penuh menuju Allah.
                    Agar ziarah keluarga maupun umat sungguh bermakna rohani putra Warupele Bajawa ini menandaskan yang harus dihindari adalah ziarah yang dilaksanakan sebatas acara seremonial belaka. Tempat-tempat ziarah dipandang sebagai tempat bersenang-senang dan kenikmatan-kenikmatan tertentu. Orang tidak lagi merasa prihatin, menderita dalam ziarah. Karena didukung fasilitas yang mudah diperoleh. Sikap orang katolik yang melakukan ziarah mengharapkan pujian. Sikap Farisiistis dimunculkan agar mendapat pengakuan sebagai orang beriman. Padahal kegiatan ziarah harus menjadi ajang permenungan diri (refleksi) agar orang lebih beriman, entah melalui doa, nyanyian pujian maupun ibadat liturgis lainnya. (Yuven Fernandez- Maumere)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar