Jumat, 05 Agustus 2011

Sheilla Marcia Joseph: “Aku Ingin Punya Keluarga kecil Yang Bahagia”

Seperti kebanyakan keluarga Kristiani, artis cantik Sheilla Marcia tidak ketinggalan untuk menikmati keindahan dan keceriaan Natal 2010 dan Tahun Baru 2011. Artis muda yang telah dianugerahi seorang putri, Leticia, ini begitu antusias menyambut natal dan tahun baru, meskipun di sela-sela persiapan perayaan Natal ia sempat mengalami musibah, kecelakaan yang menyebabkan salah satu kakinya harus digips. Setiap peristiwa hidup, bagi Sheilla Marcia, mengandung nilai tersendiri, terutama sebagai batu loncatan memulai kehidupan baru yang lebih baik. Seperti apakah makna perayaan Natal dan tahun Baru bagi artis yang pernah menjalin hubungan dengan aktor ganteng Roger Danuarta tersebut?
Sheilla Marcia Joseph

Momen Natal merupakan momen yang paling dinantikan oleh setiap keluarga kristiani. Betapa tidak, Natal memiliki makna sebagai peristiwa keluarga di mana seluruh anggota keluarga hadir dan berkumpul bersama. Demikian pun yang dialami oleh artis yang telah berusia 21 tahun, Sheilla Marcia. Wanita yang pernah membintangi film layar lebar “EKSKUL” (2006) bersama DJ Ramon (Ramon Y Tungka) dan Metha Yunatria tersebut, memulai perayaan Natal dengan doa pagi bersama Ibunya, Maria Sicilia Yoseph dan putrinya, Leticia. Perayaan natal kali ini sekaligus menjadi suatu perayaan spesial bagi putri kesayangannya. Kehadiran buah hati yang diberi nama lengkap Leticia Charlotte Agraciana Joseph ini, memiliki makna yang mendalam juga bagi Sheilla Marcia sendiri, terutama berkenaan dengan statusnya sebagai ibu dari Si kecil tersebut. “Natal yang paling berbeda tahun ini adalah pertama kehadiran Leticia, kehadiran buah hatiku. Have first Christmast gitu kan.. walaupun dia belum mengerti tetapi ini sangat bermakna buat aku, mamanya. Yang aku pikirkan ialah apa sih yang lebih berkesan dari Natal kali ini buat memorinya Leticia. Ini Christmast-nya dia gitu…jadi aku pingin buat sesuatu yang lucu…” ungkap darah kelahiran Malang, 3 September 1989 ini ketika diwawancarai oleh salah satu media massa di kediamannya.
Meskipun suasana perayaan Natal tersebut dirayakan dengan sangat sederhana, namun tidak mengurangi rasa bahagia dalam keluarga Sheilla Marcia. Selesai berdoa bersama, diadakan acara tukar-menukar kado yang langsung dibuka pada saat itu juga. Kado pertama diberikan oleh Ibunda Sheilla Marcia kepada cucu tercintanya, Leticia.

Natal kali ini juga sekaligus menjadi momen bersejarah, dimana Sheilla Marcia sungguh-sungguh masuk dalam suatu ziarah hidup yang begitu indah, suatu perjalanan pertobatan atau “kembalinya si anak yang hilang”. Beragam persoalan yang telah dilalui wanita yang berasal dari paroki St. Franciscus Asisi, Menteng Dalam, Jakarta Selatan tersebut; mulai dari pergaulan bebas hingga penggunaan narkoba pernah dilaluinya.
Memiliki sejarah kehidupan yang kelam tidak membuat Sheilla Marcia putus asa. Setiap hari ia terus berusaha untuk membangun kembali kehidupannya yang suram. Dengan pengalaman pahit, ia semakin mengalami cinta Tuhan sehingga ia terdorong untuk lebih waspada dan terus menyadari gerakan batinnya. Sebagaimana yang diungkapkannya suatu ketika di Belleza Mall Permata Hijau, Jakarta, “"Justru lebih terbuka ya. Saya lebih freedom gitu karena orang sudah tahu masa lalu aku gitu. Kalau membatasi sih nggak cuma memang aku jadi terbatas. Lebih jelas apa yang mau dikerjakan, apa yang nggak," katanya suatu saat. Kenangan masa silam itu disadarinya terutama sebagai suatu teguran untuk memperbaiki hidup dan membuka hatinya akan karya Yesus Kristus dalam setiap peristiwa hidupnya. Ini diungkapkannya, ketika mengenang musibah yang dialaminya beberapa waktu yang lalu saat persiapan Natal di Semarang. “walaupun aku sudah melalui yang kemarin-kemarin itu bukan berarti membuat aku manusia sempurna…tidak begitu. mungkin aku punya kesalahan-kesalahan lain dan aku menyadari itu. Buat aku ini mungkin sebuah teguran, di mana aku ingin merayakan Christmast yang begini, bagitu. Tetapi Tuhan bilang, kamu Christmast dan New Year kamu harus diam di rumah…jadi kaki ini harus digips” ujarnya seraya tersenyum.
Lebih lanjut Artis yang dinobatkan menjadi Duta Anti Aborsi, sejak 25 Desember 2009 oleh Rumah Sakit Harapan Bunda Jakarta lalu menceritakan peristiwa cedera yang dialaminya “Ceritanya itu aku lagi nyanyi di semarang, di salah satu persiapan acara Natal. Waktu itu aku habis nyanyi, terus aku ngantuk banget gituaku pingin jalan ke mobil pas lagi hujan. Cuma jalan biasa gitu, ngga lari, kan pake hak tinggi gitu… aku jatuhnya juga berdua sama teman aku. Aku pikirnya sih cuman salah urat. Kata temanku, yah uda deh mendingan kamu segera periksakan ke dokter. Aku pikir apaan sih. Pikirku umurku masih 21 ya tulangnya masih kuat-kuat aja gitu. Ya udah dipaksa ke salah satu rumah sakit. Akhirnya itu di rontgen, terus dibilang retak. Aku nggak percaya. sedihkenangnya dengan wajah sedikit memelas. Kakinya harus selalu diperiksa 4-6 bulan ke depan. Meskipun kakinya dalam keadaan cedera, suasana perayaan natal tetap dirayakan dengan cukup meriah.

“Aku sedih, pinginnya Christmast… Mungkin karena aku lebih berpikir merayakan gitu, dari pada makna di balik Christmast atau Natal itu sendiri. Makanya ini suatu teguran gitu. Walaupun dengan kaki yang retak, aku pun masih bisa merayakan Natal dengan bahagia kok di rumah aja bersama keluarga tetapi itu menjadi satu makna yang sangat indah”. Sheilla Marcia pun mengumandangkan doa dan harapan-harapannya. Dalam doanya ia pertama-tama mengucapkan syukur atas berkat Tuhan yang ia terima hingga hari ini, terutama atas nikmatnya perayaan Natal yang begitu berkesan dalam kehidupannya di tahun ini. Harapan yang diimpikannya antara lain juga kelak ia berharap dapat membangun suatu keluarga yang kecil dan bahagia “Dalam doaku, aku bersyukur. Aku juga ingin punya keluarga kecil yang bahagia. Ke depannya aku berharap mendapatkan seorang suami yang bisa menerima Leticia dan bisa mengerti aku apa adanya”. Menyinggung soal masa depan anaknya, sebelumnya Sheilla Marcia pernah mengungkapkan bahwa putri kecilnya memiliki kebebasan untuk memilih, entah ia ingin mengikuti Sheilla menjadi artis atau pun apa saja yang bisa dilakukan. Yang terpenting ialah ia selalu mengharapkan yang terbaik bagi putrinya. “"Aku gak tega kalau anakku kena panasnya lampu syuting. Makanya kalau di waktu syuting, aku jadi ibu-ibu yang cerewet banget, suruh cepet-cepet. Mungkin nanti kalau dia udah besar dia akan tersenyum, akan jadi kenangan tersendiri lah. Tapi aku gak mau mengarahkan dia ke dunia entertain dulu. Aku sebagai mamanya tahu beratnya di dunia hiburan, kalau gak siap mental atau iman, mending gak dulu. Dan aku gak ingin Leticia terjun ke dunia entertain terlalu dini. Aku ingin dia ngejalani sekolah dulu seperti anak-anak biasa. Aku gak mau maksa, nanti kalau besar terserah dia mau jadi apa. Aku sebagai mama dukung aja kalau itu positif," ujar Sheila saat ditemui di acara launching film LAURA, di Gereja St. Yohanes Bosco, Sunter, Jakarta Utara tahun lalu.
Melihat kehidupan Sheilla Marcia tersebut, banyak hal menakjubkan yang mewarnai kehidupannya, terutama sepanjang tahun 2009-2010 ini. Khususnya ketika ia dinobatkan sebagai Duta Anti Aborsi. Berbagai order pun berdatangan untuknya, sehingga ia kembali bersinar di dunia entertaintment meskipun harus mulai dari awal semenjak ia keluar dari penjara. Salah satu pujian datang dari seorang dokter yang pernah menangani Sheilla selama masa kehamilannya, yakni dr. Arman Djajakusli, SpOG, “Kami dari pihak rumah sakit melihat kalau dia itu adalah wanita yang sangat luar biasa. Di tengah berbagai masalah yang dia hadapi, tapi dia tetap memutuskan untuk mempertahankan kandungannya. Kami salut akan hal itu. Meskipun dia pernah sebagai pemakai narkoba tapi dia nggak meneruskan kesalahan dengan menjadi seorang pembunuh" ujar dokter yang bekerja di Rumah Sakit Harapan Bunda tersebut pada kesempatan penobatan Sheilla Marcia sebagai Duta Anti Aborsi. “Dia seorang yang rela mempertahankan hidup seorang bayi. Bahkan banyak ibu-ibu hamil yang terinspirasi dari ketegaran seorang Sheilla, setelah sebelumnya banyak yang ragu-ragu dan kurang siap untuk mengandung” tambah dokter itu lagi meyakinkan.
Panorama kehidupan Sheilla Marcia Joseph sepertinya mengisyaratkan suatu kesaksian hidup seorang Kristiani sejati yang menakjubkan banyak orang. Pengalaman hidupnya yang begitu inspiratif lantas memberikan kekuatan dan harapan bagi setiap orang yang juga pernah mengalami pengalaman hidup yang serupa. Demikianlah, ia menjadi pewarta kasih Kristus di tengah dunia, terutama di tengah keluarganya.
 “Selamat Natal 2010 dan Tahun Baru 2011, semoga Natal kali ini bisa membawa kasih di hati semua..Tuhan Yesus memberkati……!” Seru Sheilla Marcia dengan wajah berseri-seri. “Jangan lupa doain aku ya supaya kakiku cepat sembuh” harapnya mengakhiri kisahnya. (Primus/KANA)




Biografi Sheilla Marcia

Nama Lengkap           : Sheila Marcia Joseph
Nama Panggilan         : Sheila Marcia
TTL : Malang, Jawa Timur, 3 September 1989
Zodiak : Leo
Profesi : Model, Pemain Film, Pemain Sinetron, Penyanyi
Agama : Katolik
Film :
·         Tina Toon dan Lenong Bocah The Movie (2004)
·         Anda Puas, Saya Loyo (2008)
·         Pijat Atas Tekan Bawah (2009)
·         “Ekskul” (2006)
·         Hantu jeruk Purut (2006)
·         “Tentang Cinta” (2007)
·         Film Horor (2007)
·         Kereta Hantu Manggarai (2008)
·         Love (2008)
·         LAURA

Sinetron: Bunga-Bunga Cinta, Mencari Cinta, Makin Sayang, Legenda, Gara-Gara Cinta.
ACARA KOMEDI : Extravanganza ABG/Sketsa ABG (Trans TV)
Penghargaan:
·         finalis GADIS Sampul pada tahun 2004
·         Duta Anti Aborsi dari Rumah Sakit Harapan Bunda Jakarta
Selain itu, Sheilla Marcia juga menjadi bintang iklan dan model di beberapa majalah dan bintang video Klip beberapa grup band ternama di Indonesia.

Rabu, 03 Agustus 2011

Saat Tasya Beranjak Dewasa


Tasya, Gadis cilik yang semakin dewasa
Tasya bukan anak-anak lagi. Wajahnya memang sama menggemaskannya seperti dulu, suaranya pun masih terdengar sama dengan saat dia menyanyikan lagu 'Aku Anak Gembala'. Tapi Shafa Tasya Kamila dilahirkan di pada 22 November 1992. Artinya, usianya kini sudah hampir 19 tahun. Ia sudah berstatus sebagai mahasiswa semester ketiga di Universitas Indonesia.
Terjun ke dunia hiburan sejak balita, Tasya sadar bahwa inilah dunianya. Maka meski ia sudah tak bisa disebut penyanyi cilik lagi, Tasya tetap ingin eksis sebagai penyanyi. Kali ini dengan imej barunya sebagai penyanyi remaja yang ceria. Singel perdananya yang berjudul 'Say No' baru saja dirilis, dan rencananya akan jadi bagian dari album dewasanya yang pertama.
Ditemani kedua orang tuanya, Tasya berkunjung ke kantor Yahoo! Indonesia untuk berbicara tentang Tasya yang kini sudah beranjak dewasa.

Tasya masih belum bosan jadi penyanyi ya?
Karena aku berkecimpung di dunia entertainment dari usia 4 tahun, aku merasa ini udah dunia aku. Aku nggak mau ninggalin dunia ini, jadi target aku bisa eksis terus di dunia entertainment. However, aku kuliah ngambil akuntansi. Itu memang bukan tujuan aku, karena passion aku di musik. Tapi dunia entertainment itu berputarnya cepat banget, pasti ada saatnya kita di bawah. Aku pengennya punya kemampuan dan pendidikan yang bagus supaya aku nggak kelimpungan. Pendidikannya itu yang bagus, yang dibutuhkan banyak orang, dan yang nggak main-main juga belajarnya.

Kenapa pilih akuntansi?
Tadinya pengen kedokteran tapi jauh di Salemba, sedangkan rumahku di Cinere. Terus nanti aku belajar melulu, kapan nyanyinya? Hehehe.. Papaku sama kakakku kan akuntan, jadi mereka agak "menghasut" aku masuk akuntasi berhubung aku punya interest di bidang ekonomi. Nah, karena aku PMDK dan harus pilih satu, akhirnya aku pilih Akuntansi.

Wah, PMDK? Gimana caranya bisa jadi penyanyi tapi tetap berprestasi di sekolah?
Justru karena sejak kelas 1 SMA aku pengen masuk PMDK, aku ditawarin stripping selalu nolak. Aku targetnya pengen masuk UI dan menjaga ranking selalu di tiga besar. Aku pernah juga stripping, tapi bukan sinetron, sitkom. Jadi syutingnya lebih santai. Muka aku masih muncul di televisi tapi nggak terlalu terekspos.

Jadi selama sekolah dulu selalu rangking tiga besar?
Aku sebenarnya udah maintain ranking dari kelas 3 SD, apalagi pas SMA aku pengen banget PMDK. Dan karena udah terbiasa dari kecil selalu begitu, aku malah bingung kalau nggak sibuk. Kalau nggak sibuk malah keteteran karena jadi terlalu santai. Tapi kalau sibuk aku malah jadi fokus ngerjain semua satu-satu.

Masih ada waktu untuk main?
Main, pasti. Dulu waktu kecil kalau syuting selalu bawa otopet. Sekarang juga kalau syuting sore, malamnya masih bisa main sama teman-teman. Atau kalau lagi day-off, pasti aku pakai untuk kumpul sama teman-teman.

Sekarang di kampus IPK kamu berapa?
IPK 3,7 alhamdulillah, aku juga nggak expect bakal dapat IPK segitu karena aku mikirnya kemarin-kemarin udah serius belajar, sekarang fokus ke karir aja. Tapi alhamdulillah IPK-nya masih bagus.

Waktu memutuskan untuk jadi penyanyi dewasa, kamu ada bayangan ingin jadi seperti siapa?
Aku mengidolakan Jojo tapi sekadar idola aja, bukan berarti aku ter-influence oleh dia. Karena karakter suara aku mirip dengan dia, bright dan lebih cocok ke pop, easy listening, jadi diarahkannya ke pop. Aku nggak pengen kayak Jojo tapi dia jadi motivasi buat aku. Pokoknya aku pengen lagu pop yang seru, yang catchy, dan bisa relate dengan kehidupan remaja. Mirip dengan lagu-lagu waktu aku masih kecil, tapi dulu kan lagunya lagu anak-anak, sekarang lagu remaja yang temanya cinta-cintaan, tapi ceria. Misalnya gimana rasanya dideketin cowok, menolak cowok gombal, kayak gitu lah.

Apa aja yang kamu lakukan di singel dan album baru ini?
Selain nyanyi, aku sempat mengubah beberapa lirik supaya sesuai dengan karakter remaja, karena yang nulis lirik lebih tua dari aku. Target market aku sebenarnya yang di bawah 18 tahun, jadi kata-katanya aku sesuaikan. Aransemennya sih sama mas Tohpati.

Terbebanikah dengan orang-orang yang masih menganggap kamu penyanyi cilik?
Nggak juga, justru itu sebuah challenge untuk membuat orang-orang melihat bahwa aku udah remaja. Aku juga lompatannya nggak terlalu jauh, nggak langsung ke dewasa tapi ke remaja dulu. Aku nggak mau paksain juga, karena orang-orang belum lihat sisi remaja aku seperti apa, kan? Aku juga maklum kalau orang-orang berpikir seperti itu, karena aku memang terjun ke dunia entertainment awalnya sebagai penyanyi cilik.

Tasya itu remaja yang seperti apa sih?
Aku remaja yang ceria. Hahaha... Yang jelas aku happy, usil, suka ngisengin orang-orang, dan kadang-kadang suka jadi korban bully soalnya kata teman-teman aku, muka aku pasrah banget. Hahaha...

Jarang galau dong ya?
Galau, jarang. Karena aku nggak pernah memikirkan masalah sampai gimana banget. Ya paling dipikirin sendiri, nggak usah ditunjukkin. Kalau lagi bad mood aku biasanya main piano. Meskipun nggak jago-jago banget, main piano bikin aku rileks. Nyanyi juga, pastinya. Dan makan. Aku suka banget pasta sama sushi. Sama makanan Indonesia.

Siapa musisi yang kamu suka?
Selain Jojo, aku dengerin Rihanna dan Alicia Keys. Kalau yang lokal aku selalu suka sama tante Rossa, soalnya dia sahabatku.

Gimana rasanya kemarin Tasya mewawancara David Cook, Maher Zain, dan Alexandra Burke di Vietnam?

Nervous pastinya, tapi aku harus profesional. Dan ternyata mereka asyik, kok. Wawancara sama Alexandra Burke menyenangkan sekali, dia orangnya talkative, ceria, dan ujung-ujungnya malah aku yang diwawancara dia. Dia amazed banget aku udah 11 tahun Sony Music dan udah nyanyi dari umur 7 tahun, dan aku masih kuliah, dia takjub banget. Terus aku suruh dia nyanyi lagu aku yang 'Say No' dan dia mau ngikutin. Aku rekam kok.

Waktu masih jadi penyanyi cilik dulu, sempat merasa terkekang atau stres?
Karena aku memang banci tampil, jadi malah senang. Hahaha.. Aku memang senang dan aku terlibat dalam decision making juga. Mama nggak pernah nyuruh-nyuruh, 'Besok kamu syuting di sini,' dan sebagainya, tapi aku selalu ditanya dulu, 'Kamu ditawarin begini-begini-begini, kamu mau nggak?' Terus kalau aku ada acara ulang tahun teman, misalnya, aku bilang sama mama, 'Ma, aku besok nggak bisa syuting', atau aku mau istirahat dulu, terserah aku. Selalu dibikin supaya aku ngejalaninnya fun, supaya aku nggak kena star syndrome juga, biar aku bisa mendapatkan masa kanak-kanakku juga, jadi aku nggak terlalu dikekang.

Tasya kan jadi seleb sejak kecil. Gimana caranya supaya tetap rendah hati?
Akupunya keluarga dan orang-orang terdekat yang nggak menganggap aku seleb. Mereka memperlakukan aku secara fair, jadi aku merasa aku biasa aja, nggak jadi besar kepala. Dan karena aku dari kecil didekatkan dengan agama, jadi aku nggak stress kalau lagi sibuk dan banyak kegiatan. Aku selalu bersyukur masih diberi kesempatan untuk belajar dan terus eksis di dunia entertainment.
Menurut Tasya, kenapa Indonesia sekarang kekurangan penyanyi cilik?
Mungkin media untuk promosinya juga kurang. Dulu kan ada tangga lagu anak-anak. Aku nggak tahu kenapa, sekarang nggak ada. Sejak generasi aku, Joshua, Tina Toon, dan kak Sherina udah beranjak dewasa, media masih memantau kita. Pengennya sih ada regenerasi lah, mungkin musiknya dikemas seperti musik zaman sekarang. Justin Bieber, misalnya. Tapi lirik lagunya bertema anak-anak.

Saat manggung, masih suka diminta nyanyiin lagu 'Aku Anak Gembala' nggak?

Oh, masih. Sering kok, diminta nyanyiin lagu anak-anak. Untungnya audience-nya juga sadar bahwa aku udah gede, jadi aku masih sering diminta tampil untuk menyanyikan lagu anak-anak, tapi sebagai Kak Tasya. Aku jadi sosok kakak yang menyanyikan lagu untuk adik-adiknya. Ya gitu deh, karena nggak ada penyanyi cilik lagi. Dan album-album lama aku juga masih dijual, liriknya juga masih abadi dan masih bisa dinyanyikan.
(

Ignatius Penyami (Vokalis Saykoji): “My Family is My Entertaintment”

Sukses membawakan single ‘So What Gitu Loh’ di album pertama bertajuk Saykoji pada tahun 2004, Ignatius Penyami, yang akrab disapa Saykoji semakin populer dalam balantika musik rap Indonesia. Hingga kini lagunya berjudul ‘on Line’ (2009) di sambut  hangat para pencinta musik. Kepada wartawan KANA, Antonius Primus , penyanyi kelahiran Balikpapan, Kalimantan  Timur,  8 Juni 1983  ini berbagi kisah tentang  berkarya dalam musik dan keluarga.


Inspirasi Musik Rap
    Sejak  kecil tidak pernah terlintas dalam benak Saykoji untuk menjadi penyanyi rap. Igor panggilan kerennya, adalah seorang yang dikenal suka menyendiri. Ketertarikannya pada musik rap baru muncul ketika ia menyaksikan ketenaran penyanyi rap seperti Iwa K, Black Skin, dan Neo yang sering memproklamirkan musik rap  sebagai musik yang paling mengasyikkan.
    Ketertarikan itu membuahkan ketekunan. Seiring perjalanan waktu, musik rap  telah menyulap  seorang  Igor  menjadi  Saykoji.  Berbagai  keterangan  mengungkapkan bahwa awal munculnya nama Saykoji  tidak  lepas  dari  pengalaman masa lalu Igor semenjak di bangku sekolah. Igor dikenal sebagai orang yang nggak gaul dan kerap disebut seorang penyendiri. Bahkan Igor dijuluki sebagai seorang psycho (Gila). Julukan ini diambil menjadi nama panggungnya Saykoji (dari ejaan Inggris-indonesia: Psycho G).
Dalam aksi panggungnya, kelompok musik Saykoji menghadirkan kedua sahabat Igor lain yakni, Guntur Simbolon dan Della MC dari Batik Tribe.
      Selain sukses melantunkan lagu ‘On Line’, Saykoji  mulai dilirik beberapa produsen produk ternama di Indonesia. Ia  mengawali karirnya sebagai bintang iklan produk-produk seperti Indosat dan Honda Genuine Parts. Bukan hanya itu, lagunya yang bertitel ‘On line’ juga turut didendangkan sebagai lagu wajib  iklan produk Indosat. Tanpa terasa, musik rap telah menginspirasi  dalam diri seorang Igor untuk semakin kreatif menghibur para pencinta musik rap di seluruh Indonesia.

Saykoji, tentang Keluarga
    Kesibukan menekuni dunia tarik suara,  tak  membuat pria yang bertubuh ‘subur’  ini lupa akan pentingnya menghabiskan hidup bersama keluarga. Baginya, keluarga menjadi bagian yang tak dapat terpisahkan dari kehidupannya. “Selain  show, seluruh waktu  dihabiskan bersama keluarga. For me, waktu yang dihabiskan dengan orang-orang yang kita sayangi merupakan reward yang lebih besar dibanding kekayaan material dan popularitas,” katanya. “Selesai kerja, pulang dan habiskan waktu sama keluarga. Bisa dibilang saya nggak banyak spend time bergaul dengan dunia entertaintment. my family is my entertaintment,”  sambung Igor.
Bagi seorang Igor, keluarga harus menjadi prioritas dalam  setiap aktivitas. Sebab di dalam  keluarga itulah ia menemukan dirinya, menemukan identitasnya yang hakiki. “Keluarga adalah cerminan saya. sesuatu yang mendefinisikan saya. Bukan profesi yang saya ingin orang ingat tentang saya, tapi diingat sebagai kepala keluarga yang baik,” katanya.
Keluarga pulalah yang  memotivasi untuk bekerja keras dan mengembangkan diri lebih baik. “Supaya bisa menghidupi mereka dan membahagiakan seisi keluarga,” ucap Igor.
    Karena itu, kalau ditanya pendapat sebenarnya  justru prestasi yang paling berkesan adalah berkeluarga dengan dua anak. “Menjadi suami dan ayah itu prestasi terbesar buat saya, soalnya ini merupakan kesempatan untuk  membentuk masa depan  anak dan  mewariskan nilai kehidupan  kita  ke  masa  depan  mereka,”   katanya.
    Meskipun keluarga memiliki tempat khusus dalam hidupnya, dia  juga menyadari bahwa harus berhadapan dengan banyak orang yang merindukan penampilannya. Sehingga terkadang ada  saat harus berpisah dari keluarga untuk sementara waktu. Ini menjadi bagian dari pengalaman suka duka dalam hidupnya. “Pengalaman suka? tentu bisa mencari nafkah untuk keluarga, bisa melihat ada orang yang terinspirasi atas karya saya, dan diakui sebagai orang yang bisa menghibur, pengalaman bisa ke sana-sini, bertemu banyak orang, melihat banyak hal  dan  merasa  sangat   diberkati,”     katanya.
Sedangkan  pengalaman duka yakni,  sadar bahwa menjadi seorang public figure  tentu  ada  banyak tuntutan dari masyarakat. Apalagi dengan adanya teknologi seperti sekarang ini. Banyak orang yang meminta respon dan perhatian  khusus karena mereka merasa  itu hak    mereka sebagai fans. “Padahal saya juga perlu waktu untuk bersama keluarga, tapi ini semua  perlu disikapi dengan hikmat dan kebijaksanaan,” ujarnya.

Saykoji, Tentang Kehidupan Imannya

    Padatnya jadwal nyanyi tidak  menyurutkan semangat iman seorang Igor. Tuhan tetap menjadi nomor satu dalam kehidupan keluarganya. Kenyataan tersebut terungkap dari kegiatannya dalam bidang kerohanian di sela-sela aktivitasnya sebagai artis. Namun, kesulitan mengatur waktu pun diakuinya, terutama ketika ada kegiatan yang harus dilaksanakan di luar kota. “Jujur saja, banyak event yang diadakan saat weekend, dan cukup membuat saya harus mengatur waktu lebih rumit, apalagi kalau dilaksanakan di luar kota. Saya mungkin tidak bisa datang ke ibadah hari Minggu,” katanya.
Namun demikian, Igor tidak mendefiniskan gereja dari jadwal ibadah seminggu sekali. “Ada kelompok sel, yang merupakan perpanjangan lebih intim dari sebuah gereja” sambung dia  penuh keyakinan.
    Bagi Igor sendiri, kehidupan rohani juga perlu untuk selalu diperhatikan, meskipun dirinya bukanlah seorang pelayan di altar. Yang paling utama baginya ialah bagaimana nilai-nilai iman Kristiani disalurkan dalam aktivitas hidup setiap hari. Iman dalam konteks tersebut merupakan suatu ungkapan iman yang ‘membumi’, iman yang nyata dan konkrit. “Aktif itu relatif soalnya. Saya bukan pelayan atau volunteer gereja, tapi sesekali banyak kegiatan gereja yang sering mengajak saya ambil bagian,” katanya. Ia pun  yakin yang terbaik yang bisa dilakukan bukan sekedar mengejar status menjadi pelayan, tapi bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai  kekristenan yang  dipelajari di gereja ke dunia nyata di luar gereja.
    Berkat penghayatan iman Kristiani, Igor pun menjadi semakin tegar dan kuat dalam menghadapi berbagai persoalan, terutama menyikapi gosip-gosip miring yang dewasa ini menghantui kehidupan para artis. Ia menyadari bahwa  dalam  situasi apa  pun,  seorang  kristiani harus hadir sebagai “Garam  dan  Terang  Dunia. “Saya  nggak  pernah  kena gosip apa-apa sih. Karena  bagi  saya,  standar  gaya  hidup  seseorang  yang  percaya  pada  Tuhan  Yesus  berlaku  sama  bahkan  di luar Gereja,”  kata dia.
Karena  sadar akan peran  sebagai “Garam dan Terang dunia” di manapun  berada, kata Igor,  dunia ini pun akan sadar dan tahu bahwa gaya hidup  tidak punya nilai gossip. Bahkan bisa jadi inspirasi untuk banyak orang lain akan nilai kehidupan kita. “Tidak berarti karena berada di dunia entertaintment kita semua harus ikut gaya hidup yang ada. Berdiri sendiri dengan karakter dan nilai yang kita punya itu merupakan kebanggaan tersendiri,” ungkap igor bangga.

Harapan Seorang Igor
    Hingga  saat  ini,  Igor  Penyami  semakin kreatif  merelease single  terbaru  bagi  para penggemarnya.  Ia   begitu  berharap  hasil   karyanya  dapat  menghibur  semua  orang  dan dapat menjadi berkat. “Sejauh ini baru release dua  album. Itu pun beberapa tahun yang lalu. Yang banyak direlease akhir-akhir ini bukan album, tapi single. Release sebuah single lagu, proses kerjanya lebih mudah daripada menunggu satu album dengan full. Kalau singlenya sukses, puji Tuhan. Kalau kurang sukses, tinggal lanjut ke single berikutnya” imbuh pria yang suka humor tersebut. “Harapan ke depan pasti tetap bisa melahirkan karya-karya yang berinovasi dan menghibur banyak orang. bisa tetap jadi inspirasi banyak orang dengan lagu yang dibuat. Menjadi berkat untuk bangsa ini dan bangsa-bangsa lain, amiiinn” harapnya lagi.
    Mengakhiri bincang-bincang bersama Majalah Keluarga Kana, Igor tidak lupa menitipkan pesan bagi keluarga-keluarga Kristiani, “Bukan hanya harta materi yang jadi ukuran kebahagiaan keluarga, tapi harta nilai-nilai kekeluargaan yang lebih penting. Uang bukan warisan keluarga yang penting, tapi nilai-nilai keluarga yang akan membentuk masa depan seorang anak,” ekspresinya mantap menutup kisahnya. (Primus-Kana)


Pastor Markus Solo Kewuta, SVD: Misionaris Lintas Agama

Menjadi bagian dari anggota dewan Kepausan di  vatikan merupakan suatu  pengalaman yang mengejutkan bagi seorang Markus Solo Kewuta. Mengapa tidak?  Hal  ini  mengingat  fakta bahwa bagi seorang Indonesia untuk menduduki salah satu kursi penting di kepausan bukanlah hal yang mudah, Namun Pastor Markus Solo Kewuta, SVD membuktikan ketidakmungkinan tersebut menjadi suatu hal yang sangat mungkin. Imam SVD kelahiran 04 Agustus 1968 dari kampung kecil Lewouran yang berpenduduk sekitar 700-an orang, di wilayah Flores Timur  tersebut   mengisahkan  perjalanan hidupnya menggapai kursi Vatikan ketika dihubungi Primus, Wartawan  Majalah Keluarga Kana di sela-sela kesibukannya membangun dialog lintas agama.

    Di dalam keluarga, Pastor Markus Solo, tergolong anak Yang sederhana. Meskipun orangtuanya hanya berprofesi petani, tidak melemahkan semangatnya untuk terus berjuang menggapai cita-citanya. Putra dari Nikolaus (Alm) dan Gertrud (Almh) ini menceritakan semangat orangtuanya yang  begitu besar akhirnya mampu mengantar Ia dan saudara sulungnya menjadi misionaris, “Ayah saya petani sederhana seperti banyak petani lain di Flores Timur. Berkat kerajinan dan keuletannya dalam membudidaya  dan memasarkan segala   sesuatu, beliau bisa menyekolahkan saya dan saudara sulung saya yang juga seorang Pastor SVD dan berkarya di Paroki Gembala Yang Baik, Surabaya (P. Joseph Bukubala Kewuta SVD). Ibu saya bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Dua saudara sudah meninggal, tiga masih hidup termasuk saya. Saya anak bungsu dari lima bersaudara. Di kampung saya tinggal seorang saudara yang menikah dengan tiga anak” Ungkap Pastor yang sejak kecil sangat tertarik pada dunia Muslim tersebut.

Tertarik oleh Islam
    Menjadi misionaris lintas agama bukanlah suatu panggilan hidup yang mudah, mengingat situasi pergolakan dan pertentangan yang kerap terjadi antara umat beragama dewasa ini. Hal ini mendorong Pastor Markus Solo untuk tekun menggeluti teologi dan filsafat agama-agama, terutama pengetahuan tentang Islam. Pengalaman masa kecil Pastor yang pernah bersekolah di Sekolah Dasar Lewouran ini ternyata sangat membantu ia menggeluti dunia Islam. “Di pulau Flores mayoritas penduduk beragama Katolik. Kebanyakan dari jumlah minoritas Muslim di Flores hidup di kota-kota dan wilayah pesisir pantai karena alasan mata pencaharian sebagai pelaut dan pedagang.
    Kisah kehidupan pluralitas di Indonesia terus menginspirasi dirinya hingga membawanya untuk belajar Islam di Kairo, Mesir. Baginya, Islam itu begitu unik dan aktual untuk dipahami. Fenomena Islam semakin mewabah hingga ke wilayah-wilayah Eropa, menjadi perbincangan di sana sini. “Ketika di Eropa saya mengalami bahwa Islam sudah menjadi pusat perhatian terutama tahun 1990-an ketika pecah perang Balkan dan gelombang pengungsi memadati Eropa Tengah dan Barat. Banyak orang Eropa bertanya kepada saya tentang Islam Indonesia, bagaimana Indonesia yang plural dengan dominasi Islam dan tantangan-tantangannya terhadap harmoni serta perdamaian di Indonesia bisa memberikan kontribusi untuk perdamaian hidup antara orang Eropa yang mayoritas Kristen dan imigran-imigran Muslim dari berbagai Negara. Saya pribadi semakin menganggap pertanyaan itu relevan dan menantang untuk dijawab” paparnya. Pengetahuannya akan islam pun dituangkannya dalam bentuk karya  ilmiahnya, “Untuk menyelesaikan program Magister Teologi di Austria, saya menulis skripsi tentang „Humanisasi Penerapan Hukum Agama Islam Dalam al-Qur’an” (Jerman: Humanisierung der Handhabung des Gesetzes im Koran). Melihat interese saya, pimpinan SVD di Austria menganjurkan saya untuk mendalami studi Islam dan bahasa Arab yang dipikirkan untuk mempromosi Dialog dengan Islam di Austria, yang adalah juga sebuah aspek karya misi serikat SVD. Studi Islam ini didahului oleh sebuah program studi doktoral di kota Innsbruck, Austria, untuk memperkuat landasan iman Kristiani” tambahnya lagi. “Studi Islamologi saya awali dengan studi Bahasa Arab klassik dan Pengantar Islamologi di Kairo, Mesir selama lebih dari satu tahun hingga meraih sertifikat untuk boleh melanjutkannya ke Institut PISAI (Instutut Kepausan untuk Studi Arabistik dan Islamologi) di Roma, Italia. Setelah menyelesaikan studi Islamologi dan Bahasa Arab tahun 2005 di Roma, saya kembali ke Provinsi SVD di Austria karena dari sana saya diutus untuk studi lanjut di atas. Sejak 2005 saya terlibat aktif dalam mempromosi dialog Kristen-Islam di Austria, karena Islam sudah sedang menjadi tema penting sekaligus tantangan serius di Austria pada khususnya dan Eropa pada umumnya” ungkapnya.

Perjalanan Menuju Kursi Vatikan
    “Januari 2007 saya dipanggil dari Vatikan melalui sebuah telpon untuk segera memulai proses pembebasan tugas di Wina dan bergabung dalam Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Agama di Vatikan untuk menangani Desk Dialog Kristen-Islam”. Lantas bagaimana Vatikan mengenal sosok Imam yang telah mengeluarkan beberapa album lagu tersebut? “Ketika studi Islamologi dan Bahasa Arab di Kairo dan di Roma saya sudah berkenalan dengan mantan Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Agama (PCID), Mgr. Michael Fitzgerald yang saat ini bertugas sebagai Nuntius di Mesir. Bulan September 2005, ketika sudah kembali ke Wina, saya diundang oleh Mgr. Fitzgerald untuk mengikuti sebuah Konferensi Internasional Dialog Antar Agama yang diselenggarakan oleh Dewan Kepausan untuk Dialog  antar-Agama  bertempat di  Wina.  Dalam  kesempatan  konferensi  itu saya berkenalan dan bekerja sama dengan Pembantu Sekretaris PCID waktu itu, Mgr. Felix Machado (Saat ini menjabat Uskup Agung di India). Presiden PCID dan Pembantu Sekretaris memperkenalkan saya di dalam Dewan di Vatikan dan memutuskan untuk mengundang saya setelah mewawancarai berbagai pihak yang mengenal saya. Keputusan final kemudian diambil melalui negosiasi beberapa pihak, misalnya Generalat SVD di Roma, Provinsi SVD di Austria tempat saya bekerja dan Dioses Agung Wina, karena saat itu saya bekerja sebagai Rektor sebuah Insititusi internasional di bahwa Keuskupan Agung Wina”.
    Seperti mimpi, saat pertama kali mendengar panggilan untuk menuju Vatikan. Aneka pertanyaan berkecamuk dalam batin, sebab tidak pernah terpikir olehnya untuk bisa mendapat tempat istimewa di Dewan Kepausan. “Ketika menerima telpon dari Vatikan berisi permohonan untuk membebastugaskan diri dari jabatan Rektor Afro-Asia Institut di Wina waktu itu dan segera datang ke Vatikan, rasanya tidak percaya dan seperti mimpi. Itulah telpon pertama yang saya terima dari Vatikan dalam hidup saya. Sebelum mengetahui isi pembicaraan, saya mula-mula merasa agak cemas dan takut kalau-kalau saya dipanggil oleh karena sudah melakukan sebuah kesalahan yang melanggar dogma Katolik. Jantung saya berdebar agak lebih cepat dari biasanya, sekaligus merasa seperti tidak mungkin meninggalkan jabatan Rektor Institut yang barusan saya terima lima bulan sebelumnya dari Kardinal di Dioses Agung Wina. Selain itu saya tidak pernah membayangkan untuk sekali waktu bergabung dalam team Penasihat Sri Paus dalam hal dialog dengan Islam karena ada banyak ahli di kalangan Kristen di dunia ini dan tentu banyak sekali yang menginginkan jabatan itu. Saya menyerahkan keputusan kepada pimpinan Provinsi di  Austria, Generalat  SVD di Roma dan Dioses Agung Wina.  Hasil akhir, saya dimotivasi untuk menerima undangan dari Vatikan. Banyak rekan dan kenalan meneguhkan saya dengan ungkapan, bahwa ini jalan yang dikehendaki Tuhan sendiri karena saya sendiri tidak pernah melamar menduduki tempat ini. Konsekuensi praktis untuk saya pribadi adalah sekali lagi pindah dari Negara yang sudah saya anggap negri sendiri. Barusan 2005 saya pindah dari Roma ke Wina, dua tahun kemudian harus kembali dengan segala perlengkapan hidup dan kerja”.
    Sementara itu, keluarga Pastor Markus Solo sendiri pun merasa gembira bercampur haru mendengar salah satu anggota keluarga mereka terpilih menjadi penasehat Paus bidang hubungan antar agama. Rasa takjub terutama muncul dari sang kakak, Pastor Yoseph Bukubala, SVD. ”Beliau terkejut, tetapi kemudian memberanikan saya untuk menerima tugas itu, karena dia percaya bahwa pihak-pihak yang menganjurkan saya, mengenal saya dengan segala kemampuan dan kekurangan pada diri saya. Beliau sebagai wakil ”orangtua” memberikan dukungan penuh kepada saya”.

Misi Lintas Agama: Tantangan Dan Harapan
    Di Vatikan Pastor Markus Solo disambut gembira oleh Presiden PCID waktu itu, Kardinal Paul Poupard, Sekretaris General Mgr. Pier-Luigi Celata dan segenap pegawai. Kardinal Poupard saat itu sekalian menjabat sebagai Presiden Dialog Kultur. Misi utama Pastor Markus Solo di Vatikan ialah menangani dialog Kristen-Islam. Tugas ini, bukanlah tugas yang mudah, namun disadari Pastor Markus Solo sebagai bagian yang harus dijalani. “Saya pribadi melihat kehadiran dan kerja saya di Vatikan sebagai sebuah tantangan tetapi juga sebuah kans. Tantangan karena pertama, Vatikan bekerja dari Senin sampai Sabtu. Hari Minggu adalah satu-satunya hari untuk beristirahat. Kedua, wilayah tanggung jawab yang luas menuntut kerja keras. Ketiga, konflik antar agama yang berkembang dan meningkat di banyak wilayah dan negara menuntut intensitas dan metode-metode efektif dalam kerjasama yang akrab dengan Gereja-gereja Lokal untuk mencari solusi secara damai dan bertahan lama. Keempat, berbicara tentang dialog dan perdamaian untuk negara-negara lain ketika hubungan Kristen-Islam di negara saya Indonesia kerap terganggu oleh aksi kekerasan para fundamentalis dan anggota-anggota organisasi - organisasi ekstrim”  katanya  membeberkan situasi Kristen-Islam yang harus dihadapinya. Namun ia menambahkan bahwa lingkup kerjanya menjadi suatu harapan mewujudkan mimpi-mimpinya. Juga sekaligus  merupakan sebuah kans: pertama, untuk memperkenalkan bangsa dan Gereja Katolik Indonesia di Vatikan, karena di dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia, saya orang pertama dan masih satu-satunya orang Indonesia yang bekerja di Vatikan. Kedua, mengenal Gereja-gereja Lokal, membuka kesempatan untuk membentuk jaringan kerja dan mengenal berbagai tokoh dan pribadi yang bergerak di bidang dialog antar Agama, Ketiga, oleh karena observasi lapangan merupakan bagian integral dari kerja di dalam Dewan, maka perjalanan mengunjungi Gereja-gereja lokal di negara-negara yang ditangani sambil memberikan ceramah dan konferensi-konferensi merupakan kesempatan untuk memperkaya pengetahuan akan situasi Gereja-gereja Lokal dalam hubungan dengan dialog dengan Islam. Penggunaan bahasa asing yang berbeda-beda juga merupakan sebuah unsur yang memperkaya. Keempat, kesempatan untuk mengenal cara berpikir, cara berekspresi, sistim, metode dan disiplin kerja Vatikan dari dekat. Kelima, kesempatan ini juga merupakan sebuah kans dalam arti bahwa berdasarkan pengalaman-pengalaman ini saya bisa menyumbangkan sesuatu yang positif dan berguna untuk Dialog dengan Islam di Indonesia” lanjutnya.
”Dewan juga menerima kunjungan ad-Limina para Uskup seluruh dunia. Ini merupakan kesempatan untuk saling memberikan informasi tentang  perkembangan terakhir menyangkut dialog Kristen-Islam, memberikan peneguhan dan motivasi kepada para Uskup untuk mempromosi dialog Kristen-Islam sebagai bagian integral dari karya kerasulan Gereja Katolik sesuai semangat Konsili Vatikan II. Selain desk Dialog Kristen-Islam dalam Dewan ini masih ada juga desk Dialog Kristen-Hindu, Kristen-Buddha, Kristen-Konghucu, Kristen-New Religious Movements dan Kristen-Agama Asli” tutur Pastor Markus Solo yang telah mengeluarkan album CD  “Agora”  Volume 1 (2008) berisi lagu-lagu Rohani dalam bahasa Indonesia, Jerman dan Italia. Demikian seorang Pastor Markus Solo Kewuta, SVD, dikenal sebagai ” Misionaris Lintas Agama” yang sangat sederhana dan penuh kreativitas. Perjalanan hidupnya  mengemban  tugas mulia di vatikan,  kiranya  dapat  menginspirasi kaum muda  dan  keluarga-keluarga kristiani untuk terus berkarya dan bekerja bagi kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan sesama. (Antonius Primus-Kana)

Uskup Maumere suarakan anti korupsi

Uskup Maumere Mgr Geruful Kherubim Parera SVD mengatakan kepada anggota Forum Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa para imam yang melayani keuskupannya akan mengambil tindakan terkait masalah korupsi melalui kotbah-kotbah mereka.

“Para pastor telah dihimbau agar setiap hari Minggu bisa berkotbah tentang ketidakadilan yang dilakukan oleh penegak hukum atau pemerintah terhadap masyarakat di wilayah keuskupan Maumere,” kata Uskup Kherubim saat pertemuan di kediamannya di Maumere, 21 Juli.
Uskup meminta Forum HAM itu untuk melibatkan diri secara sungguh-sungguh dalam membela kepentingan umat yang sedang bermasalah.
“Kalau ada umat yang sedang mempunyai persoalan, jangan terburu-buru membawa kasusnya kepengadilan negeri, tetapi sebaiknya berupaya untuk menyelesaikan persoalannya di luar proses hukum, kata Prelatus itu.
Menurut Uskup Kherubim, semua pihak yang sedang bersengketa sebaiknya diadakan upaya damai, daripada menyelesaikan melalui proses hukum, berhubung sistim hukum Indonesia belum memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
Uskup itu mencontohkan, ada sejumlah kasus di wilayah keuskupan Maumere di mana hakim memutuskan perkara tidak memperhatikan bukti-bukti yang terungkap di pengadilan. Hakim lebih berpihak kepada mereka yang memberikan kebaikan-kebaikan kepada penegak hukum. (cathnewsindonesia.com)

Uskup Terlibat Kasus Korupsi?


    Uskup Nereo Odchimar

Kabar aktual dari Filipina mengejutkan Gereja Katolik ketika pemegang ajaran iman terlibat dalam skandal kasus korupsi. Peristiwa ini terjadi ketika beberapa uskup menerima sumbangan dari usaha lotre milik negara dan menjadikan mereka terjerat dalam skandal korupsi. Namun ketujuh uskup yang terlibat hal tersebut mengatakan siap menghadapi jalur hukum jika mereka ditemukan melanggar hukum. Sementara itu bulan lalu Presiden Konferensi Uskup Katolik Filipina, Uskup Nereo Odchimar, mengungkapkan keprihatinan akan situasi yang melanda pemimpin Gereja di Filipina tersebut. "Kami mengungkapkan duka yang mendalam ... dan rasa sedih bahwa peristiwa baru-baru ini melibatkan orang-orang tercinta kami," ungkap Odchimar ketika menyampaikan reaksianya mendengar perkara tersebut. Namun kasus tersebut masih dalam tahap dugaan dan sedang diadakan penyidikan oleh senat Filipina. Persoalan muncul ketika Presiden Gloria Arroyo menyumbangkan kepada ketujuh uskup tersebut dana 8,38 juta peso (196.000 dolar AS) dalam bentuk uang tunai antara tahun 2007 dan 2010. Sumbangan tersebut dinilai sebagai suatu trik seorang Aroyo dalam memenangkan pemilu Presiden Filipina pada 2004 lalu. Sementara itu para uskup yang disebutkan mengakui menerima sumbangan tersebut, tetapi dengan intensi untuk membantu rakyat miskin, bukan untuk manipulasi hak pilih dalam pilpres.
Odchimar mengakui bahwa uskup juga manusia yang memiliki kelemahan sehingga terkadang tidak konsisten dengan apa yang diajarkan. "Kami sangat sedih bahwa banyak dari anda, terutama generasi muda, orang miskin ... telah menjadi bingung karena ketidakkonsistensian nyata dari tindakan kami dengan khotbah-khotbah pastoral kami," kata Odchimar. Walaupun demikian, kasus ini telah memberikan catatan buram terhadap citra otoritas Gereja Filipina yang selama bertahun-tahun memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan pemerintahan Filipina.
Demikianlah konsekuensi ketika Gereja terjun dalam wilayah politik. Namun hal tersebut harus dihadapi, mengingat peran Gereja Filipina selama ini sangat membantu pembangunan suatu pemerintahan yang pro-rakyat. Kasus tersebut merupakan kemungkinan-kemungkinan yang perlu selalu diwaspadai dalam setiap keuskupan di manapun. Terkadang niat baik dimengerti secara berbeda oleh setiap orang, terutama orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu bagi dirinya atau kelompoknya. Ada saja cara untuk menjatuhkan sesama yang dianggap sebagai ancaman dalam hidupnya. Harapan kita, citra Gereja Filipina dapat kembali dipulihkan di kemudian hari. (Anthoni)