Minggu, 23 September 2012

Pembukaan Perayaan 100 Tahun Gereja Katolik Manggarai Di Maumere



          Walaupun puncak perayaan 100 tahun Gereja Katolik Manggarai di Ruteng akan dilaksanakan tanggal 29 September 2012 namun gaungnya mulai terasa di keuskupan Maumere. Sekitar 700 an warga Manggarai Timur, Manggarai Tengah dan Manggarai Barat yang berdomisili di kabupaten Sikka terdiri dari sesepuh, bapak, ibu, biarawan/ti, mahasiswa dan pelajar tumpah ruah di Lapangan Katedral Maumere Senin (20/8) untuk menghadiri pembukaan perayaan yang disponsori Alumni STFK Ledalero asal Manggarai. Pembukaan dihadiri Uskup Maumere Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD, Vikjen Keuskupan Maumere, Pater Wilem Djulei, Sekretaris Uskup Romo Richard Buku, Pr, Pastor Paroki Katedral Romo Policarpus Sola, Pr,Sesepuh Manggarai di Maumere, Ketua paguyuban Manggarai Barat Drs. Damianus Adu, Manggarai tengah Paul Bangkor,SPi dan Manggarai Timur Drs. Rofinus Galis. Nampak juga formasi 100 anak sebagai simbol 100 tahun Gereja Katolik Manggarai yang berdiri mengitari obor yubilium.
          Uskup Maumere pada pembukaan menyapa warga yang hadir dengan sapaan kraeng dan enu (sapaan khas orang Manggarai,red). Menurut mantan Uskup Weetabula ini dua hal yang mendasar sehingga beliau diundang untuk membuka acara ini adalah Uskup Kherubim selama 15 tahun berkarya di Manggarai sebagai Frater Top di Kisol, Rektor Seminari Kisol, Direktur APK Ruteng dan Provinsial Ruteng. Sehubungan dengan perayaan 100 tahun Uskup berpesan kepada warga Manggarai harus membuat arus balik dari Barat ke Timur karena dulunya 10 guru asal Maumere yang dibawa Misionaris untuk menjadi misionaris dan berkarya di Manggarai dan kini telah beranak cucu di Manggarai sambil menyebut beberapa nama guru seperti Guru Mandaru, Guru Dare dan lainnya.”Dua alasan ini yang menjadi dasar saya membuka kegiatan ini”, tandas Uskup seraya mengharapkan kiranya perayaan ini menghasilkan buah berlimpah bagi kehidupan anda yang mengais rezeki di kabupaten Sikka.
         Usai Pembukaan Uskup Kherubim menyalakan obor yubilium sebagai tanda dimulainya pelbagai kegiatan di Keuskupan Maumere. Menurut Ketua Pelaksana Adrianus P. Jaya, S.Ag didampingi Ketua Umum Paulus Bangkur, SPi kegiatan yang dilaksanakan tiap hari Sabtu dan Minggu hingga tanggal 22 September 2012 adalah pertandingan bola kaki kategori anak-anak, pelajar, mahasiswa dan orang tua, Bola Volley baik putra maupun putri. Pada tanggal 28 September 2012 akan diadakan seminar tentang Sejarah gereja katolik Manggarai oleh Direktur Puspas Keuskupan Ruteng Romo Dr. Martinus Chen,Pr dan tanggal 29 September 2012 perayaan ekaristi sebagai perayaan puncak. Usai perayaan akan digelar tarian caci oleh warga Manggarai di Maumere.
          Pada pertandingan pembukaan yang ditonton langsung uskup dan undangan adalah pertandingan eksebisi antara sesepuh keuskupan Ruteng yang ada di Maumere versus Para pastor kota Maumere yang dimenangkan para pastor dengan skor 2-0. Selain itu pertandingan bola kaki mini Biara Muda versus Ikatan Mahasiswa Manggarai dan pertandingan Bola Volley Putra Manggarai Timur versus Manggarai. (Yuven Fernandez)

Sekilas Sejarah Gereja Katolik Keuskupan Ruteng



Sejarah Gereja Katolik Keuskupan Ruteng diawali dengan dibaptisnya lima orang Katolik perdana asal Reo di Reo oleh Pastor  Henricus Loojmans SJ pada tanggal 17 Mei 1912. Mereka yang dibaptis: Katarina, Henricus, Agnes Mina, Caecilia Weloe, dan Helena Loekoe. Pempabtisan kelima orang ini menandai berdirinya  Gereja Katolik Keuskupan Ruteng.
Seabad usianya, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng telah memiliki jumlah umat sebanyak  755.208  jiwa  yang  tersebar di 80 paroki, dan  terbagi dalam  2.500 Komunitas Umat Basis (KUB). Umat di atas dilayani oleh 227 imam dari pelbagia ordo dan tarekat. Perkembangan tersebut tidak lepas dari peran para misionaris, para imam projo di bawah empat kepemimpinan Uskup yang pernah menggembalakan umat Katolik Keuskupan Ruteng yakni Masa Episkopat Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD  (1961-1972), masa Episkopat Mgr, Vitalis Jebarus, SVD (1973-1981), masa Episkopat Mgr. Eduardus Sangsun, SVD (1985-2008), dan masa Episkopat Mgr. Hubertus Leteng (2010-sekarang).
Ada beberapa momen penting selama masa Episkopat Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD di antaranya adanya perubahan Vikariat Apostolik Ruteng menjadi Keuskupan tanggal 3 Januari 1961 dengan Uskup Pertama Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD. Pada masa kegembalaan Uskup Van Bekkum, SVD mulai diletakkan dasar  karya inkulturasi dan secara intensif merintis kemandirian di bidang ketenagaan. Uskup van Bekkum, SVD dibebastugaskan dari jabatan Uskup Ruteng pada 31 Januari 1972.
Pada tanggal 31 Januari 1972, Pater Vitalis Jebarus, SVD diangkat menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng. Pada tanggal 5 Mei 1973, Pater Vitalis Jebarus, SVD ditahbiskan menjadi Uskup Ruteng. Pada masa kegembalaan Uskup Vitalis,  mulai dirintis dan ditanamkan kemandirian di bidang karya pastoral untuk segala aspek: ketenagaan, iman, finansial, ide dan visi tentang Gereja mandiri.
Pada tanggal 4 Januari 1981, Mgr. Vitalis Jebarus, SVD dibebaskan dari tugas dan jabatannya sebagai Uskup Ruteng untuk kemudian diangkat menjadi Uskup Denpasar. Sejak kepindahan Uskup Vitalis, Pimpinan Keuskupan Ruteng ditangani Pater Geradus Mezenberg,  SVD sebagai Vikaris Kapitularis. Tanggal 15 Desember 1983, Pimpinan Keuskupan Ruteng dialihkan ke Romo Max  Nambu, Pr sebagai Administrator  Diosesan.
Tahta Suci Vatikan, pada tanggal 3 Desember 1984 mengangkat Pater Eduardus Sangsun, SVD menjadi Uskup Ruteng. Pater Eduardus ditahbiskan menjadi Uskup Ruteng pada tanggal 25 Maret 1985. Pada masa Episkopat Mgr. Edu pogram dan strategi pastoral Gereja terfokus pada upaya pengakaran Gereja dengan penekanan Gereja mandiri, missioner dan memasyarakat. Pada masa ini pula, ditanamkan penyatuan visi dan persepsi tentang kemandirian paroki, restrukturisasi Dewan Pastoral Paroki, penyempurnaan dan pemantapan perangkat-perangkat pastoral mulai dari Keuskupan sampai tingkat Paroki, dan beberapa karya pastoral yang mandiri, missioner, dan terintegrasi secara baik dengan masyarakat.
Pada masa Episkopat Mgr. Edu menggarisbawahi juga perhatian secara khusus kepada para penerima pesan injil,  kepada pengalaman  dan budaya serta persepsi orang Manggarai sendiri melalui usaha para misionaris SVD antara lain usaha di bidang penelitian dari Pater J. Verheijen SVD, Pater Piet de Graaf SVD, Mgr. W. van Bekkum SVD dalam bidang liturgi/inkulturasi, bidang Bahasa Manggarai, dan kebudayaan khususnya tentang perkawinan. Di masa ini pula perhatian kepada masyarakat kecil mendapat tempat khusus dan teristimewa di bidang sosial dan kemasyarakat, pertanian, persawahan, pemasukan bibit-bibit baru pertanian (vanili, cengkeh, dll).
Salah satu karya pastoral nyata yang dijalankan Pater Piet de Graaf mengembangkan tananam cengkeh di Lengko Ajang sekitarnya. Pater de Graaf SVD mendatangkan bibit cengkeh pada tahun 1980-an.Berkat bibit cengkeh yang didatangkan umat setempat beramai-ramai menanan komoditas yang lazim disebut umat setempat emas hijau. Al hasil-ekonomi umat setempat membaik. Beberapa umat di antaranya Arnol Bedo berhasil membangun ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan hidup. Ada umat juga yang bisa membela mobil dari hasil jualan cengkeh.
Masa Episkopat Mgr. Hubertus Leteng (2010-sekarang). Romo Hubertus Leteng Pr pada tanggal 7 November 2009 diangkat oleh Tahta Suci menjadi Uskup Ruteng. Romo Hubert ditahbiskan menjadi Uskup Ruteng ke-4 pada tanggal 14 April 2010.
Di bawah Masa Episkopat Mgr. Hubertus Leteng semakin memantapkan karya pastoral gereja dengan mengusung beberapa misi: memberdayakan kelompok-kelompok basis gerejani, meningkatkan pastoral sosial ekonomi untuk pemberdayaan ekonomi umat, meningkatkan peran profestis gereja dalam membangun politik yang bermoral, serta menegakkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan, meningkatkan pastoral pendidikan dan kaum muda; meningkatkan pastoral keluarga dan perempuan; meningkatkan kerja sama ekumenis dan dialog antaragama, dan meningkatkan kerja sama dengan pemerintah dalam membangun masyarakat Manggarai.
Ada lima isu dominan yang dihadapi dalam perjalanan pastoral gereja pada masa Episkopat Mgr. Hubert ini yakni masalah lingkungan hidup, kemiskinan, keluarga dan perempuan, pendidikan dan orang muda, dan politik.
Gereja Katolik Manggarai semakin optimis menghadapi menyelesaikan isu-isu dominan dan karya pastoral pasca satu abad usia gereja katolik ini, karena Gereja setempat memiliki sejumlah kekuatan dan modal potensial unutk terus maju.
Modal dan kekuatan yang ada di antaranya adanya fakta di mana saat ini-menjelang usia satu abad. Gereja Katolik Manggarai  memiliki  jumlah umat Katolik mencapai 755.208 orang atau 90,99 % dari total penduduk Manggarai Raya.Umat katolik ini tersebar dalam tiga kevikepan (Ruteng, Borong, dan Labuan Bajo), di 80 paroki, dan 2.500 komunitas umat basis (KUB).Umat ini dilayani oleh 228 orang imam dari pelbagai tarekat dan ordo.Rinciannya 155 imam diosesan (terbanyak kedua di Indonesia setelah Keuskupan Semarang), dan sisanya dari tarekat klerikal Biara SVD, OFM, SMM, SC, OSM, CRS, SDV.Selain imam, juga pelaksanaan karya pastoral juga melibatkan 30 orang bruder/frater tarekat, dan 251 suster.
Keuskupan Ruteng di usia satu abad ini juga memiliki dua seminari menengah, 3 novisiat, dan 3 unit postulan/aspiran. Di bidang pendidikan, tercatat ada 266 SDK, 21 TK, 33 unit SLTP, 25 Unit SLTA, 2 unit Pergutuan Tinggi, dan mengelola 13 asrama. Keuskupan Ruteng juga memiliki 4 unit panti asuhan, 2 unit puslat, 2 unit RS,  7 unit BP/BKIA/Poliklinik, 6 unit rumah ret-ret.
Data juga memperlihatkan bahwa saat ini di Keuskupan Ruteng  memiliki 50 ordo atau tarekat hidup bakti yang bekerja atau mempunyai rumah pendidikan bagi calon biarawan/biarawati.
Pelbagai fakta pertumbuhan karya pastoral yang begitu pesat ini mendorong umat Katolik menggelar Yubileum Satu Abad.
Perayaan satu abad ini dimaknai dalam aneka pelayanan sakramen, pelayanan pastoral, aksi kemanusiaan, peletakan batu pertama pembangunan kapela Jengkalang di Wilayah Paroki Reo untuk sebagai wujud syukur atas dibaptisnya 5 umat katolik perdana Keuskaupan Ruteng oleh Uskup Ruteng, Mgr. Hubert Leteng, pada tanggal 17 Mei 2012.  (Yuven Fernandez)

Rakernas Guru SMAK Frateran Maumere “ Smater Merasul, Prestasi Terpatri”



SMAK Frateran Maumere Flores NTT yang didirikan tanggal 22 Juli 2005 kini memasuki usianya yang ke 7. Sekolah yang akrab disapa Smater dan berstatus sekolah “Terakreditasi A” mengadakan Rapat Kerja Nasional dengan Frater Ketua Yayasan Mardiwiyata Frater Dr. M. Monfoort, BHK, SE, M.Pd di Rumah Retret Pasionis Nilo, desa Wuliwutik kecamatan Nita 24-27 Agustus lalu. Raker ini difokuskan pada penyusunan program kerja secara umum yang melibatkan semua komponen guru/karyawan/ti agar mampu membaca peluang untuk menjawabi tantangan global yang bermuara pada pengakuan secara internasional  ISO 9001: 2008.
Raker ini menghasilkan visi “Terwujudnya warga sekolah yang berkualitas secara intelektual, cerdas, terampil, kompetitif, disiplin, berwawasan Iptek dan berkepribadian yang dijiwai oleh semangat hati yang merasul” dan menggagas 9 misi yakni mewujudkan pencapaian nilai ujian nasional dan ujian sekolah yang sesuai dengan standar nasional pendidikan, mewujudkan lulusan yang cerdas, terampil dan berbudi pekerti luhur, mewujudkan sumber daya pendidik dan tenaga pendidikan yang bertanggungjawab, mewujudkan system pembelajaran yang aktif, inovatif,kreatif, efektif, menyenangkan, gembira, berbobot dan produktif (PAIKEM GEMBROT), mewujudkan sarana prasarana yang memadai sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM), mewujudkan prestasi akademik dan non akademik, mewujudkan perangkat dan dokumen kurikulum yang lengkap, mewujudkan system penilaian yang terstandar dan mewujudkan kultur sekolah yang berhati “MERASUL”. Selain itu penyusunan tugas sekolah tahun 2012/2013, 2013-2018, Rencana Kerja Anggaran Sekolah, program strategis, sasaran, indikator dan berhasil menetapkan moto SMAK Frateran Maumere “Smater Merasul, Prestasi Terpatri”.
Ketua Yayasan Mardiwiyata Frater Dr. M. Monfoort BHK, SE, M.Pd mengatakan Januari 2013 SMPK Frater Maumere dan SMAK Frateran Maumere  akan mengikuti Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Dipilihnya dua sekolah Frateran di daratan Flores ini, kata Frater Monfoort karena dinilai layak untuk mengikuti ISO 9001:2008 yang telah diikuti 198 negara. Putra Mauponggo ini lebih jauh menjelaskan 8 sistem managemen Mutu ISO secara operasional. Pertama, Yayasan Mardiwiyata sekolah-sekolah terafiliasi yang lebih memperhatikan pelanggannya (costumer focused organization), kedua, kepemimpinan (leadership). Ketiga, keterlibatan parisipasi SDM dari semua level. Keempat, pendekatan/memperhatikan setiap proses yang ada. Kelima, memberlakukan pendekatan system terhadap manajemen. Keenam, peningkatan mutu di semua bidang secara berkesinambungan. Ketujuh, pengambilan keputusan berlandaskan fakta/data/stastik dan kedelapan, menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan supplier. “Bangun komitmen dan jangan sampai lengah. Diera globalisasi ini siapa yang kuat akan bertahan dan yang tidak kuat akan perlahan-lahan mati. Setiap guru harus memperbaharui  diri sesuai perkembangan zaman.Jadilah yang terbaik untuk NTT umumnya dan kabupaten Sikka hususnya,” tandas Frater Monfoort.
Kepala Sekolah SMAK Frateran Maumere, Frater M. Dominikus,BHK pada penutupan kegiatan merasa senang karena selama 4 hari para guru dan karyawan/ti telah berhasil menyusun program tahun 2012/2013 sekaligus untuk tugas Sekolah 5 tahun kedepan. “Program ini lahir dari kita semua bukan dari Kepala sekolah atau para kaur. Apa yang telah dikerjakan memberi beban dan tugas  untuk kita semua. Perlu konsekuen dengan apa yang telah diprogramkan. Kedisiplinan, bangun kerja sama yang baik, kunci keberhasilan,” ujar Frater Domi. (yuven Fernandez)

Mengelola Konflik Keluarga dengan Komitmen Pada Visi Masa Depan




Semua pasangan yang sudah lama berkeluarga tahu, betapa hidup berkeluarga itu gampang-gampang sulit. Membahagiakan di suatu saat, tapi bisa juga sangat sulit, sedih, stres, merasa menghadapi jalan buntu di saat yang lain. Masalah itu bisa jadi datang dari pasangan sendiri, masalah anak, financial atau tempat tinggal. Tapi kata pakar parenting, dengan menetapkan visi yang jelas dapat meredam munculnya konflik dan stres, sehingga  tanggung  jawab  membangun  kehidupan pernikahan pun tidak dirasakan sebagai beban.

Satu Visi Dalam Segala Hal
                Memiliki   visi   bersama   dalam  mengarungi   bahtera   rumah   tangga   sangat   penting. Umumnya, visi  berkaitan  dengan  apa  saja yang akan dilakukan dalam membangun hidup perkawinan dan keluarga. Tidak hanya soal anak atau tempat tinggal, tetapi juga pekerjaan dan rencana hidup di masa mendatang. Tanpa visi yang jelas, konflik dan stres akan mudah menghinggapi pasangan suami-istri dan keluarga secara umum. Apalagi untuk calon pasangan sekarang, yang umumnya sudah melalui proses pengenalan dan banyak yang sudah terdidik. Sebaiknya sebelum menikah duduklah bersama untuk menetapkan mau dibawa ke mana rumah tangga yang akan dibina. Tujuannya untuk menghindari munculnya ketegangan, merencanakan manusia seperti apa yang ingin dihasilkan. Dengan visi pasangan tahu apa yang akan dihadapinya, sekaligus mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi. Stres biasanya berawal dari hal sepele sering tertunda penyelesaiannya. Misalnya tidak suka dengan prilaku tertentu dari pasangan. Apabila tidak terbiasa melakukan toleransi dan berdiskusi mengatasinya, tentu bisa menjadi sumber konflik.  Dalam menetapkan visi, penting juga membicarakan apa yang kita inginkan dari pasangan. Masalah tempat tinggal  menjadi   faktor  yang  tidak  kalah  penting. Sebaiknya setiap pasangan memiliki cita-cita terkait rumah idaman dan berupaya untuk mewujudkannya.

Memilih Karier atau Anak?
                Khususnya bagi para ibu, karier sering kali tersandung ketika sudah berumah tangga. Meski tidak sedikit pula yang sukses melakukan multiperan, baik sebagai istri, ibu maupun wanita pekerja. Bagi yang sudah biasa, bekerja itu ibarat makanan untuk jiwa. Kerja merupakan kesempatan untuk aktualisasi diri. Namun setelah memiliki anak pandangan tentang pekerjaan  dapat berubah. Patut diapresiasi bagi ibu yang berprestasi cemerlang di kantor, sekaligus mampu  membuat  buah  hatinya menjadi hebat. Sementara jika suami meminta untuk berhenti berkarier dan fokus dalam  mengurus  anak, mau tidak mau ibu harus  meninggalkan kariernya. Oleh karena itu Ibu harus    mengganti  visi    pribadinya  demi   kesejahteraan  keluarga  yang  hendak  dibangun.

Anak Adalah Investasi Terbesar
                Visi yang jelas akan memelihara setiap pasangan dalam membina keutuhan pernikahan. Visi Ibarat “Connecting the present with the future”.  Pekerjaan utama dari suami-istri adalah sebagai Ayah dan Ibu dan yang menjadi investasi terbesar di masa mendatang bukanlah harta melainkan anak. Tentu semua orangtua berharap anaknya kelak akan berbakti dan mampu memberikan kebanggaan.  Sama   seperti  perusahaan, membangun  keluarga juga memerlukan perencanaan  strategis dan matang. Untuk itu, demi menghasilkan anak berkualitas orangtua harus pandai berkomunikasi   dengan  anak,   memberikan   dukungan   dan   konsistensi  agar anak memiliki sikap disiplin, bisa memaksimalkan potensi anak melalui pembentukan karakter, serta mampu memandu anak di masa depan ke arah yang dicita-citakan. “Family vision is about corporate vison. Jadi perlakukan keluarga seprofesional mungkin sesuai dengan kondisi sekarang mencakup aspek sosial, emosional, fisik, intelektual, dan spiritual. Semua ini demi membentuk anak menjadi pribadi yang benar.”

Sesuai Peran
                Setiap anak lahir dengan talenta mereka masing-masing. Orangtua bertanggung jawab terhadap pembentukan otak anak. Jika dibagi dalam peran, wilayah ibu berada dalam hal  menata inti kepribadian, seperti nilai, sikap dan perilaku. Sementara peran ayah terletak pada permukaan yang mudah diubah diantaranya pengetahuan, informasi, dan keterampilan. Dengan kata lain, dalam hal perkembangan anak, ibu membentuk fondasi yakni mental, sedangkan ayah membangun konstruksi yang terkait akademik dan profesi. 
Dalam tatanan pengasuhan menjadikan anak pintar secara akademik itu bukan prioritas tetapi penting bagi pembentukan pengetahuan dan keterampilan. Orangtua dapat mengupayakan hal ini dengan memberi yang terbaik untuk anak misalnya sekolah, les dll. Selanjutnya adalah Attitude, yakni mengarahkan anak dalam bersikap dan bertingkah laku, termasuk dalam hal berdisiplin tata krama dan sopan santun. Hal penting lain adalah Spritual,  artinya orantua harus menumbuhkan pemikiran agar anak memiliki esensi dalam hidupnya. Jika sudah memiliki visi ingin menjadikan anak seperti apa, saatnya membentuk team yamg solid yang terdiri dari Suami-istri dan anak-anak. Semuanya melakukan tugas dan perannya masing-masing. Tidak lupa beradaptasi dengan kebutuhan seiring berjalannya waktu, karena tentu akan ada perubahan yang terjadi. Misalnya perubahan lingkungan, dan perkembangan fisik dan psikologi anak, tapi bukan berarti mengubah visi. Membentuk keluarga yang visioner itu cukup kompleks dan membutuhkan sejumlah keterampilan agar hasil optimal. (Anna Adhyatmi Riantobi/disarikan dari Kartini no. 2330)