Minggu, 23 September 2012

Mengelola Konflik Keluarga dengan Komitmen Pada Visi Masa Depan




Semua pasangan yang sudah lama berkeluarga tahu, betapa hidup berkeluarga itu gampang-gampang sulit. Membahagiakan di suatu saat, tapi bisa juga sangat sulit, sedih, stres, merasa menghadapi jalan buntu di saat yang lain. Masalah itu bisa jadi datang dari pasangan sendiri, masalah anak, financial atau tempat tinggal. Tapi kata pakar parenting, dengan menetapkan visi yang jelas dapat meredam munculnya konflik dan stres, sehingga  tanggung  jawab  membangun  kehidupan pernikahan pun tidak dirasakan sebagai beban.

Satu Visi Dalam Segala Hal
                Memiliki   visi   bersama   dalam  mengarungi   bahtera   rumah   tangga   sangat   penting. Umumnya, visi  berkaitan  dengan  apa  saja yang akan dilakukan dalam membangun hidup perkawinan dan keluarga. Tidak hanya soal anak atau tempat tinggal, tetapi juga pekerjaan dan rencana hidup di masa mendatang. Tanpa visi yang jelas, konflik dan stres akan mudah menghinggapi pasangan suami-istri dan keluarga secara umum. Apalagi untuk calon pasangan sekarang, yang umumnya sudah melalui proses pengenalan dan banyak yang sudah terdidik. Sebaiknya sebelum menikah duduklah bersama untuk menetapkan mau dibawa ke mana rumah tangga yang akan dibina. Tujuannya untuk menghindari munculnya ketegangan, merencanakan manusia seperti apa yang ingin dihasilkan. Dengan visi pasangan tahu apa yang akan dihadapinya, sekaligus mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi. Stres biasanya berawal dari hal sepele sering tertunda penyelesaiannya. Misalnya tidak suka dengan prilaku tertentu dari pasangan. Apabila tidak terbiasa melakukan toleransi dan berdiskusi mengatasinya, tentu bisa menjadi sumber konflik.  Dalam menetapkan visi, penting juga membicarakan apa yang kita inginkan dari pasangan. Masalah tempat tinggal  menjadi   faktor  yang  tidak  kalah  penting. Sebaiknya setiap pasangan memiliki cita-cita terkait rumah idaman dan berupaya untuk mewujudkannya.

Memilih Karier atau Anak?
                Khususnya bagi para ibu, karier sering kali tersandung ketika sudah berumah tangga. Meski tidak sedikit pula yang sukses melakukan multiperan, baik sebagai istri, ibu maupun wanita pekerja. Bagi yang sudah biasa, bekerja itu ibarat makanan untuk jiwa. Kerja merupakan kesempatan untuk aktualisasi diri. Namun setelah memiliki anak pandangan tentang pekerjaan  dapat berubah. Patut diapresiasi bagi ibu yang berprestasi cemerlang di kantor, sekaligus mampu  membuat  buah  hatinya menjadi hebat. Sementara jika suami meminta untuk berhenti berkarier dan fokus dalam  mengurus  anak, mau tidak mau ibu harus  meninggalkan kariernya. Oleh karena itu Ibu harus    mengganti  visi    pribadinya  demi   kesejahteraan  keluarga  yang  hendak  dibangun.

Anak Adalah Investasi Terbesar
                Visi yang jelas akan memelihara setiap pasangan dalam membina keutuhan pernikahan. Visi Ibarat “Connecting the present with the future”.  Pekerjaan utama dari suami-istri adalah sebagai Ayah dan Ibu dan yang menjadi investasi terbesar di masa mendatang bukanlah harta melainkan anak. Tentu semua orangtua berharap anaknya kelak akan berbakti dan mampu memberikan kebanggaan.  Sama   seperti  perusahaan, membangun  keluarga juga memerlukan perencanaan  strategis dan matang. Untuk itu, demi menghasilkan anak berkualitas orangtua harus pandai berkomunikasi   dengan  anak,   memberikan   dukungan   dan   konsistensi  agar anak memiliki sikap disiplin, bisa memaksimalkan potensi anak melalui pembentukan karakter, serta mampu memandu anak di masa depan ke arah yang dicita-citakan. “Family vision is about corporate vison. Jadi perlakukan keluarga seprofesional mungkin sesuai dengan kondisi sekarang mencakup aspek sosial, emosional, fisik, intelektual, dan spiritual. Semua ini demi membentuk anak menjadi pribadi yang benar.”

Sesuai Peran
                Setiap anak lahir dengan talenta mereka masing-masing. Orangtua bertanggung jawab terhadap pembentukan otak anak. Jika dibagi dalam peran, wilayah ibu berada dalam hal  menata inti kepribadian, seperti nilai, sikap dan perilaku. Sementara peran ayah terletak pada permukaan yang mudah diubah diantaranya pengetahuan, informasi, dan keterampilan. Dengan kata lain, dalam hal perkembangan anak, ibu membentuk fondasi yakni mental, sedangkan ayah membangun konstruksi yang terkait akademik dan profesi. 
Dalam tatanan pengasuhan menjadikan anak pintar secara akademik itu bukan prioritas tetapi penting bagi pembentukan pengetahuan dan keterampilan. Orangtua dapat mengupayakan hal ini dengan memberi yang terbaik untuk anak misalnya sekolah, les dll. Selanjutnya adalah Attitude, yakni mengarahkan anak dalam bersikap dan bertingkah laku, termasuk dalam hal berdisiplin tata krama dan sopan santun. Hal penting lain adalah Spritual,  artinya orantua harus menumbuhkan pemikiran agar anak memiliki esensi dalam hidupnya. Jika sudah memiliki visi ingin menjadikan anak seperti apa, saatnya membentuk team yamg solid yang terdiri dari Suami-istri dan anak-anak. Semuanya melakukan tugas dan perannya masing-masing. Tidak lupa beradaptasi dengan kebutuhan seiring berjalannya waktu, karena tentu akan ada perubahan yang terjadi. Misalnya perubahan lingkungan, dan perkembangan fisik dan psikologi anak, tapi bukan berarti mengubah visi. Membentuk keluarga yang visioner itu cukup kompleks dan membutuhkan sejumlah keterampilan agar hasil optimal. (Anna Adhyatmi Riantobi/disarikan dari Kartini no. 2330)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar