Minggu, 23 September 2012

Intan Ledalero

"Ledalero kirim yang terbaik"

Di usianya yang ke-75, Pater Paulus Budi Kleden, SVD, seorang dosen dan teolog muda Ledalero terpilih sebagai anggota Dewan Jenderal di Roma. Dalam sejarah Ledalero, Budi Kleden adalah orang ketiga dari Ledalero yang terpilih sebagai anggota dewan Jenderal. Sebelumnya Pater Hendrick Heekeren, SVD (1978-1988), seorang dosen Kitab Suci Ledalero berkebangsaan Belanda dan menyusul Pater Leo Kleden, SVD (2000).
"Kita memang kehilangan seorang dosen yang terbaik. Para mahasiswa tentu kecewa, tetapi kita selalu mengirimkan yang terbaik untuk kebutuhan serikat," demikian Leo Kleden, Provinsial SVD Ende ketika menyampaikan sambutannya saat resepesi pesta intan Ledalero.
Lebih dari dua ratus imam hadir dalam perayaan puncak intan Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero pada Sabtu (8/9/2012). Ekaristi yang berlangsung di Aula St. Thomas Aquinas Ledalero itu dipimpin oleh Rektor Ledalero, P. Kletus Hekong, SVD didampingi provinsial SVD Ende dan Vikjen keuskupan Maumere.
Dalam kata pengantarnya, ketika membuka perayaan ini, Rektor Ledalero mengatakan bahwa merayakan ulang tahun berarti merayakan kehidupan.
"Dalam nada penuh syukur seminari ini merayakan kehidupan yang telah dimulai sejak 75 tahun silam," demikian kata Pater Kletus Hekong, SVD.
Pater Paul Budi Kleden, SVD
"Sebagai sebuah seminari terbesar dalam SVD bahkan dalam gereja Katolik, Seminari ini telah menjadi rahim yang mengandung dan melahirkan; ibu yang telah menghidupkan para imam dan awam yang tangguh," imbuh Kletus Hekong.
Bertepatan dengan perayaan intan Seminari Tinggi tertua di regio Nusa Tenggara ini, hadir pula ratusan misionaris Serikat Sabda Allah (SVD) yang bekerja baik di dalam maupun luar negeri serta wakil para alumni awam.
Sementara itu, Pater Paul Budi Kleden, SVD dalam khotbahnya mengatakan Ledalero yang dahulunya bukit angker dan dijauhi oleh masyarakat sekitar justru telah memikat hati anak-anak muda.
"Sebagai panti pendidikan, bukit ini membantu agar para frater mampu mengambil keputusan yang tepat, entah diutus sebagai awam yang menggarami dunia dalam beragam bidang karya, atau dikirim sebagai misionaris ke berbagai penjuru dunia yang pantulkan cahaya dan gemakan warta kesetiaan Allah," demikian Budi Kleden.
Perayaan intan Ledalero ini sekaligus menjadi momen untuk menyampaikan rasa bangga bagi yang sukses, mengungkapkan keprihatinan kepada yang salah arah, dan meneguhkan yang kecapaian di medan karya.
"Sebagai almamater, bukit ini selalu memanggil para alumni, awam dan imam, untuk menyegarkan komitmen dan membaharui tekad bersama agar di mana dan kapan saja kita tetap menjadi Ledalero, menjadi bukit yang memancarkan terang dan menggemakan suara Tuhan," imbuh Budi Kleden.
Di akhir perayaan ekaristi Pater provinsial SVD Ende membacakan benuming (penempatan) pertama tujuh belas orang frater yang berkaul kekal dan tiga orang diakon yang sedang berpraktik di Keuskupan Maumere. Dari keduapuluh misionaris muda ini enam belas orang dikirim ke luar negeri dan hanya lima orang yang bekerja di Indonesia.
Hadir pula dalam perayaan ini para pimpinan biara, anggota DPR RI, Bpk. Melkhias Markus Mekeng dan Bpk. Yosef Nai Soi, anggota DPR Provinsi, Bpk. Kristo Blasin, Bupati dan Wakil Bupati Sikka serta para alumni dan anggota komunitas Seminari Tinggi Ledalero. Perayaan ekaristi menampilkan juga nuansa inkulturatif dengan menghadirkan tarian-tarian daerah dan doa umat dalam beberapa bahasa daerah di NTT. ( Yuven Fernandez)

 ________________________________________________________________________________
Umat merasa memiliki Ledalero

Dalam sejarahnya Ledalero pernah melewati masa-masa krisis yang berat. Tahun 1942, baru lima tahun sesudah Seminari ini berdiri Seminari ini dijarah tentara Jepang dan para pastor Belanda ditawan. Tahun 1978 pemerintah Indonesia membatasi masuknya misionaris asing. Tahun 1992 Ledalero diguncang gempa. Namun, Ledalero terbukti berhasil melewati masa-masa sulit ini.
“Ketika misionaris dibatasi pada tahun 1978 reaksi umat sangat positif. Umat ambil tanggung jawab dan  panggilan imam bertumbuh subur. Tahun 1992 gempa bumi hancurkan Ledalero, tetapi itu menjadi saat membaharui sistem formasi dari sistem sentral ke sistem unit-unit," terang Leo Kleden dalam sambutannya.
Saat ini Ledalero tengah mengalami krisis keuangan tetapi reaksi umat sangat positif. "Bukan hanya di Flores tapi sampai di Jawa umat merasa sangat memiliki Ledalero," demikian Leo Kleden.
"Dalam sejarah gereja tidak ada satu biara pun yang ditutup karena krisis finansial. Biara itu mati karena para anggota tidak menghayati kharisma dan panggilan dasar tarekatnya secara konsekuen,” tegas Pater Leo Kleden, SVD, Provinsial SVD Ende saat resepsi perayaan intan 75 Tahun Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero.
Seminari tinggi Ledalero merekam jejak sejarah pendidikan yang penting di bumi Flores. Flores yang jauh tidak diperhitungkan oleh bangsa kolonial dalam peta kekuasaan Belanda waktu itu, namun Flores yang saat itu termasuk dalam kepulauan Sunda Kecil diperhitungkan oleh para misionaris Belanda. "Jawa penting karena tanahnya subur dan menjadi pusat kolonialisme, demikian pun Sumatra dan Kalimantan, tetapi Flores? Sebetulnya tidak ada harapan sama sekali," demikian Leo Kleden.
"Coba bayangkan, sudah sejak tahun 1926, para misionaris mulai berpikir untuk memulai sebuah seminari di Sikka-Lela. Itu artinya, mereka mau supaya orang-orang kita menjadi sama dengan mereka. Dan ini adalah suatu tanda sejarah yang luar biasa," kata Leo Kleden.
"Konon, ketika dua seminaris angkatan pertama, Pater Karel Kale Bale, SVD dan Pater Gabriel Manek, SVD ditahbiskan imam Pater Frans Cornelissen, SVD, guru mereka, berteriak seperti orang gila karena rasa tidak percaya."
Menurut Leo Kleden, dengan adanya pendidikan calon imam dan tahbisan imam pribumi ini menjadi satu tanda sejarah yang mebangkitkan rasa percaya diri masyarakat kita.
 _________________________________________________________________________________

Frater pesantren bawa grup kasidah

Resepsi bersama di aula Seminari Tinggi Ledalero diisi beragam acara. Tampil pula pada kesempatan ini grup kasidah dari pesantren Wali Songo Ende.
Kehadiran siswa-siswi pesantren ini sudah menarik perhatian para tamu dan undangan sejak awal perayaan ekaristi. Yosef Nai Soi, anggota DPR RI ketika memberikan sambutannya mengapresiasi kehadiran para siswa pesantren ini. "Ledalero sudah menunjukkan keterbukaan dan toleransi dalam hidup bermasyarakat bagi agamaku, bagimu agamamu," demikian Nai Soi mengutip ayat-ayat Alquran.
Grup kasidah ini dibawa oleh frater Baltasar Asa, SVD yang sedang berpraktik di pesantren tersebut. Sejak tahun 1997 hingga kini Ledalero masih terus mengirim fraternya untuk berpraktik pada pesantren tersebut.
Hal tersebut bisa dilihat sebagai salah satu bentuk penerapan dari ilmu yang telah diperoleh di ruang kuliah. Sebab dalam perkuliahan di Ledalero, para frater juga dibekali dengan mata kuliah ilmu perbandingan agama dan Islamologi yang diasuh oleh P. Dr. Philipus Tule, SVD.    
Tampil pula pada kesempatan tersebut tarian tradisional Hegong dari siswa-siswi SDI Gere. Perayan syukur ini ditutup dengan penyerahan hadiah bagi para pemenang lomba kuis Kitab Suci antar Sekolah dasar dan Sepak Bola Mini. Kuis Kitab Suci dimenangkan oleh SDI Gere sedangkan Sepak Bola mini dimenangkan oleh SDK Wairpelit. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar