Minggu, 23 September 2012

Sekilas Sejarah Gereja Katolik Keuskupan Ruteng



Sejarah Gereja Katolik Keuskupan Ruteng diawali dengan dibaptisnya lima orang Katolik perdana asal Reo di Reo oleh Pastor  Henricus Loojmans SJ pada tanggal 17 Mei 1912. Mereka yang dibaptis: Katarina, Henricus, Agnes Mina, Caecilia Weloe, dan Helena Loekoe. Pempabtisan kelima orang ini menandai berdirinya  Gereja Katolik Keuskupan Ruteng.
Seabad usianya, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng telah memiliki jumlah umat sebanyak  755.208  jiwa  yang  tersebar di 80 paroki, dan  terbagi dalam  2.500 Komunitas Umat Basis (KUB). Umat di atas dilayani oleh 227 imam dari pelbagia ordo dan tarekat. Perkembangan tersebut tidak lepas dari peran para misionaris, para imam projo di bawah empat kepemimpinan Uskup yang pernah menggembalakan umat Katolik Keuskupan Ruteng yakni Masa Episkopat Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD  (1961-1972), masa Episkopat Mgr, Vitalis Jebarus, SVD (1973-1981), masa Episkopat Mgr. Eduardus Sangsun, SVD (1985-2008), dan masa Episkopat Mgr. Hubertus Leteng (2010-sekarang).
Ada beberapa momen penting selama masa Episkopat Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD di antaranya adanya perubahan Vikariat Apostolik Ruteng menjadi Keuskupan tanggal 3 Januari 1961 dengan Uskup Pertama Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD. Pada masa kegembalaan Uskup Van Bekkum, SVD mulai diletakkan dasar  karya inkulturasi dan secara intensif merintis kemandirian di bidang ketenagaan. Uskup van Bekkum, SVD dibebastugaskan dari jabatan Uskup Ruteng pada 31 Januari 1972.
Pada tanggal 31 Januari 1972, Pater Vitalis Jebarus, SVD diangkat menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng. Pada tanggal 5 Mei 1973, Pater Vitalis Jebarus, SVD ditahbiskan menjadi Uskup Ruteng. Pada masa kegembalaan Uskup Vitalis,  mulai dirintis dan ditanamkan kemandirian di bidang karya pastoral untuk segala aspek: ketenagaan, iman, finansial, ide dan visi tentang Gereja mandiri.
Pada tanggal 4 Januari 1981, Mgr. Vitalis Jebarus, SVD dibebaskan dari tugas dan jabatannya sebagai Uskup Ruteng untuk kemudian diangkat menjadi Uskup Denpasar. Sejak kepindahan Uskup Vitalis, Pimpinan Keuskupan Ruteng ditangani Pater Geradus Mezenberg,  SVD sebagai Vikaris Kapitularis. Tanggal 15 Desember 1983, Pimpinan Keuskupan Ruteng dialihkan ke Romo Max  Nambu, Pr sebagai Administrator  Diosesan.
Tahta Suci Vatikan, pada tanggal 3 Desember 1984 mengangkat Pater Eduardus Sangsun, SVD menjadi Uskup Ruteng. Pater Eduardus ditahbiskan menjadi Uskup Ruteng pada tanggal 25 Maret 1985. Pada masa Episkopat Mgr. Edu pogram dan strategi pastoral Gereja terfokus pada upaya pengakaran Gereja dengan penekanan Gereja mandiri, missioner dan memasyarakat. Pada masa ini pula, ditanamkan penyatuan visi dan persepsi tentang kemandirian paroki, restrukturisasi Dewan Pastoral Paroki, penyempurnaan dan pemantapan perangkat-perangkat pastoral mulai dari Keuskupan sampai tingkat Paroki, dan beberapa karya pastoral yang mandiri, missioner, dan terintegrasi secara baik dengan masyarakat.
Pada masa Episkopat Mgr. Edu menggarisbawahi juga perhatian secara khusus kepada para penerima pesan injil,  kepada pengalaman  dan budaya serta persepsi orang Manggarai sendiri melalui usaha para misionaris SVD antara lain usaha di bidang penelitian dari Pater J. Verheijen SVD, Pater Piet de Graaf SVD, Mgr. W. van Bekkum SVD dalam bidang liturgi/inkulturasi, bidang Bahasa Manggarai, dan kebudayaan khususnya tentang perkawinan. Di masa ini pula perhatian kepada masyarakat kecil mendapat tempat khusus dan teristimewa di bidang sosial dan kemasyarakat, pertanian, persawahan, pemasukan bibit-bibit baru pertanian (vanili, cengkeh, dll).
Salah satu karya pastoral nyata yang dijalankan Pater Piet de Graaf mengembangkan tananam cengkeh di Lengko Ajang sekitarnya. Pater de Graaf SVD mendatangkan bibit cengkeh pada tahun 1980-an.Berkat bibit cengkeh yang didatangkan umat setempat beramai-ramai menanan komoditas yang lazim disebut umat setempat emas hijau. Al hasil-ekonomi umat setempat membaik. Beberapa umat di antaranya Arnol Bedo berhasil membangun ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan hidup. Ada umat juga yang bisa membela mobil dari hasil jualan cengkeh.
Masa Episkopat Mgr. Hubertus Leteng (2010-sekarang). Romo Hubertus Leteng Pr pada tanggal 7 November 2009 diangkat oleh Tahta Suci menjadi Uskup Ruteng. Romo Hubert ditahbiskan menjadi Uskup Ruteng ke-4 pada tanggal 14 April 2010.
Di bawah Masa Episkopat Mgr. Hubertus Leteng semakin memantapkan karya pastoral gereja dengan mengusung beberapa misi: memberdayakan kelompok-kelompok basis gerejani, meningkatkan pastoral sosial ekonomi untuk pemberdayaan ekonomi umat, meningkatkan peran profestis gereja dalam membangun politik yang bermoral, serta menegakkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan, meningkatkan pastoral pendidikan dan kaum muda; meningkatkan pastoral keluarga dan perempuan; meningkatkan kerja sama ekumenis dan dialog antaragama, dan meningkatkan kerja sama dengan pemerintah dalam membangun masyarakat Manggarai.
Ada lima isu dominan yang dihadapi dalam perjalanan pastoral gereja pada masa Episkopat Mgr. Hubert ini yakni masalah lingkungan hidup, kemiskinan, keluarga dan perempuan, pendidikan dan orang muda, dan politik.
Gereja Katolik Manggarai semakin optimis menghadapi menyelesaikan isu-isu dominan dan karya pastoral pasca satu abad usia gereja katolik ini, karena Gereja setempat memiliki sejumlah kekuatan dan modal potensial unutk terus maju.
Modal dan kekuatan yang ada di antaranya adanya fakta di mana saat ini-menjelang usia satu abad. Gereja Katolik Manggarai  memiliki  jumlah umat Katolik mencapai 755.208 orang atau 90,99 % dari total penduduk Manggarai Raya.Umat katolik ini tersebar dalam tiga kevikepan (Ruteng, Borong, dan Labuan Bajo), di 80 paroki, dan 2.500 komunitas umat basis (KUB).Umat ini dilayani oleh 228 orang imam dari pelbagai tarekat dan ordo.Rinciannya 155 imam diosesan (terbanyak kedua di Indonesia setelah Keuskupan Semarang), dan sisanya dari tarekat klerikal Biara SVD, OFM, SMM, SC, OSM, CRS, SDV.Selain imam, juga pelaksanaan karya pastoral juga melibatkan 30 orang bruder/frater tarekat, dan 251 suster.
Keuskupan Ruteng di usia satu abad ini juga memiliki dua seminari menengah, 3 novisiat, dan 3 unit postulan/aspiran. Di bidang pendidikan, tercatat ada 266 SDK, 21 TK, 33 unit SLTP, 25 Unit SLTA, 2 unit Pergutuan Tinggi, dan mengelola 13 asrama. Keuskupan Ruteng juga memiliki 4 unit panti asuhan, 2 unit puslat, 2 unit RS,  7 unit BP/BKIA/Poliklinik, 6 unit rumah ret-ret.
Data juga memperlihatkan bahwa saat ini di Keuskupan Ruteng  memiliki 50 ordo atau tarekat hidup bakti yang bekerja atau mempunyai rumah pendidikan bagi calon biarawan/biarawati.
Pelbagai fakta pertumbuhan karya pastoral yang begitu pesat ini mendorong umat Katolik menggelar Yubileum Satu Abad.
Perayaan satu abad ini dimaknai dalam aneka pelayanan sakramen, pelayanan pastoral, aksi kemanusiaan, peletakan batu pertama pembangunan kapela Jengkalang di Wilayah Paroki Reo untuk sebagai wujud syukur atas dibaptisnya 5 umat katolik perdana Keuskaupan Ruteng oleh Uskup Ruteng, Mgr. Hubert Leteng, pada tanggal 17 Mei 2012.  (Yuven Fernandez)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar