Minggu, 01 Juli 2012

Lingkungan dan Peran Media

Birgitta Bestari Puspita*

Manusia membutuhkan lingkungan untuk hidup, demikian pula lingkungan membutuhkan manusia untuk menjaga keseimbangannya. Seharusnya begitulah keseimbangan itu tercipta dan terjaga. Sayangnya, berbagai faktor mengganggu keselarasan yang sapatutnya ada. Bagaimana peran media?
Harimau, hewan yang beratnya bisa mencapai 350 kilogram termasuk pemangsa puncak dan terkenal buas. Benar pula bahwa harimau adalah mamalia yang memiliki tenaga kuat. Namun sayang, keganasan dan kekuatannya itu masih dapat menjadi sasaran empuk manusia, ditembak pemburu-pemburu ilegal yang tak punya hati. Populasi harimau dunia merosot drastis. Dari sembilan subspesies harimau di dunia, hanya enam yang tersisa, dan tiga di antaranya sudah mencapai kepunahan.
Dahulu Indonesia merupakan negara yang cukup kaya subspesies harimau. Dari kesembilan spesies di dunia, tiga di antaranya ada di Indonesia yaitu harimau Bali, harimau Jawa, dan harimau Sumatera. Namun kini hanya tersisa satu spesies saja, harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae)  dan itu pun dengan populasi yang sudah genting, yaitu hanya sekitar 400-an ekor. Pembunuhan kucing besar ini memang tidak hanya terjadi di Indonesia. Dan hampir semua perburuan ilegal dilakukan untuk menyuplai kebutuhan pasar berupa mata, gigi, taring, jeroan, dan kulit cantik the big cat.
Tidak secara langsung keberadaan kucing besar ini berhubungan dengan kehidupan manusia, dan tidak semua dari kita hidup berdampingan dengan mereka. Namun banyak yang kurang menyadari bahwa ketidakseimbangan ekosistem bisa berdampak luas, bahkan sampai pada kehidupan manusia.
Contoh diungkapkan dalam indonesia.mongabay.com tentang hilangnya predator puncak– serigala – yang mengubah ekosistem di Taman Nasional Yellowstone di Amerika Serikat. Ketika serigala lokal punah, rusa tumbuh liar dan melahap vegetasi, terutama pohon aspen dan willow muda. Tidak hanya itu, dengan hilangnya serigala, rusa menghancurkan vegetasi sungai. Dengan kurangnya vegetasi di sepanjang sungai, jumlah hewan seperti burung-burung berkicau dan berang-berang pun ikut menurun, demikian pula dengan populasi ikan di sana. Erosi tanah meningkat karena kurangnya naungan dari pohon di tepi sungai. Coyote juga menjadi lebih berani dan berkembang biak pesat tanpa adanya serigala, sebuah proses yang dikenal para ilmuwan sebagai pelampiasan mesopredator, yaitu hilangnya predator puncak yang memungkinkan predator lebih rendah mengambil alih ekosistem. Jadi, hilangnya satu spesies melukai seluruh ekosistem.
Kejadian di atas selayaknya bisa menjadi satu titik pandang bagi masyarakat kita terutama warga hidup atau bekerja di kawasan teritori harimau untuk dapat mencegah kepunahan harimau. Berbagai kegiatan penyuluhan sudah dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga nonprofit di daerah habitat harimau. Target penyuluhan tersebut umumnya adalah masyarakat di sekitar habitat harimau dan juga pekerja serta pemilik usaha yang beroperasi di sana. Kemudian  bagaimana dengan kita, masyarakat yang hidup tidak berdampingan dengan satwa eksotis itu? Apakah kita cukup  hanya berdiam diri dan tidak peduli sementara keseimbangan alam tempat saudara-saudara kita tengah mengalami krisis?
Contoh tentang harimau dan serigala hanyalah secuil masalah lingkungan. Bagaimana dengan satwa lainya seperti kukang, badak, orang utan yang populasinya belum stabil, atau bagaimana pula dengan berhektar-hektar hutan yang hilang karena bencana maupun ulah manusia? Cepat atau lambat, langsung atau tidak langsung, dampak perubahan ekosistem akan berpengaruh pada seluruh bangsa.

Media dan Jurnalisme Lingkungan

Media adalah jawaban akan pertanyaan di atas. Media cetak maupun elektronik dan bahkan media online, melalui produk jurnalisme lingkungan, dapat menjadi jembatan informasi bagi masyarakat. Ini  berkaitan dengan lingkungan, baik lingkungan tempat mereka tinggal maupun lingkungan yang secara psikologis dekat dengan mereka.
Dari pengamatan terhadap media, masih jarang ditemui liputan  isu lingkungan yang bukan sekedar informatif namun juga edukatif. Liputan yang tidak sekedar memberitakan ada apa (5W1H) namun juga memberikan solusi. Pertanyaannya, jurnalisme lingkungan seperti apa yang ideal untuk menjadi sumber bagi masyarakat? Sangat disayangkan apabila Komisi Penyiaran Indonesia menerima surat terbuka yang dilayangkan Remotivi, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli pada tayangan televisi, memprotes beberapa program televisi yang dianggap bermasalah atau akan mendatangkan masalah bagi masyarakat maupun kelangsungan hewan.
Menurut Anderson (Arief Fajar, 2011), jurnalisme lingkungan merupakan jurnalisme konvensional yang harus taat etika dan menyampaikan fakta tetapi bertitik tekan pada kasus lingkungan hidup. Jurnalisme ini  sadar etika lingkungan yaitu; (1) informasi yang relevan dengan latar belakang kasus lingkungan, (2) materi berita yang sering menjernihkan situasi atau menjadi mediasi (dalam istilah McLuhan sebagai extension of man) dan (3) memperhatikan risiko pemberitaan dari kasus lingkungan hidup.
Melalui jurnalisme lingkungan, masyarakat diharapkan dapat memperoleh informasi dan pengetahuan yang mereka butuhkan dengan liputan media massa. Oleh sebab itu, pemahaman tentang lingkungan sangat penting untuk dihadirkan media. Pemahaman tentang lingkungan dapat terjadi ketika masyarakat tidak hanya sekedar tahu tentang apa yang terjadi di lingkungan,  fisik ataupun budaya, namun  juga dapat menemukan solusi untuk isu-isu lingkungan. Misalnya, ketika ada berita tentang  harimau masuk  pemukiman penduduk. Dengan membaca berita tersebut  masyarakat tidak hanya tahu bahwa ada harimau masuk pemukiman namun tahu mengapa hal itu terjadi, dan tahu apa yang  harus dilakukan.
Sebagai salah satu sumber informasi yang dipercaya media tidak sekedar memberitakan namun juga paham akan efek dari pemberitaanya. Keberlangsungan lingkungan, ekosistem dan masyarakat  sebenarnya tidak lepas pula dari apa yang diinformasikan media.

*Birgitta Bestari Puspita adalah staff pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta

 Bernas Jogja, Selasa 26 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar