Rabu, 27 Juni 2012

Petualangan Nadine Candrawinata


                “Hidup adalah sebuah petualangan”, demikian ungkapan yang mewarnai hidup dan semangat  seorang Nadine Chandrawinata. Selebriti kelahiran Hannover, Jerman, 08 Mei 1984 ini memiliki segudang pengalaman petualangan yang menakjubkan. Petualangan itu berawal dari kiprahnya di dunia entertaintment. Awal mula meniti karir entertaint, Nadine kesulitan mendapat izin orangtua, namun ia tidak putus asa sebab kemauannya untuk mengikuti casting sangat besar. “Sebelum mencoba ke dunia entertaint, saya sempat ga diizinkan. Sampe 2 minggu saya kabur dari rumah. Sebenarnya bukan kabur sih tapi nginap di rumah saudara juga. Namanya juga masa lalu, tetapi ngga melakukan hal yang aneh-aneh. Orangtua tahu saya pergi ke mana, saya butuh sendiri dulu dan orangtua memang lihat, oh anak ini emang serius mau ke dunia entertain. Saya datang dengan sandal jepit, celana pendek dengan rambut acak-acakan. Akhirnya sama Puput dibenarin pake lipstik tapi ga menor, tetap dengan gaya saya gitu. Saya ga mau berubah gitu” Kisah Nadine dalam suatu wawancara dengan sebuah media. “Jadi pertama kali datang Cuma pake celana jeans, baju kaos, sendalnya kayak sepatu sandal gitu. Sama sekali ga make up. Cuma pake bedak doang. Orang mikir ni anak sebenarnya niat ga sih datang ke sini gitu kan?” jelas wanita yang memiliki hobby renang tersebut. Nadine seolah-olah tidak jauh dari karakternya yang tomboy. Sejak SMA, Nadine tidak terlihat feminin bahkan penampilannya terkesan bandel, sehingga ia kerap ditegur oleh gurunya. Nadine sering mengenakan rok super ketat, sehingga beberapa kali ia diperingati oleh gurunya, hingga akhirnya Nadine pun membeli rok panjang ukuran besar. Tanpa disadari, ternyata rok panjang yang ia kenakan hanyalah monopoli belaka.
                “Saya sih cerita aja ke orangtua, karena kita pake rok yang super ketat dan segala macam ya. Kita diskors, yah udah, nikmatin aja kamu. Distrap dari sekolah, pas masuk lagi ke sekolah yah ngga mungkinlah kita beli rok besar semua; akhirnya mama yang panik, ‘kamu jangan sampai diskors lagi di sekolah yah’. Yah biasalah orangtua, akhirnya aku mikir juga nih, ‘yah udah deh aku beli aja rok yang sebesar karung’, extra size…hahahaha…. Jadi setiap kali ada guru penjaga, biasanya ada kontrol. Nah, setiap kali udah lihat itu, ‘ha..ni bentar lagi guru itu mau lewat, pasti teman-teman yang ngasi: ‘wah sebentar lagi ibu ni mau datang’, namanya Ibu Flora. Akhirnya aku keluarin rok yang segede karung, benar-benar gede, mungkin dua orang bisa masuk. Itu aku dobelin, jadi setiap kali dia lewat itu aku dobelin aja. Setelah dia dah lewat yah aku lepasin lagi… saat itu saya selalu lolos karena selalu dobelin rok itu. Teman-teman lain yah kena skors lagi. Maka itu, kita mau berbuat sesuatu yang menantang diri kita… tetapi kita juga harus smart, bagaimana kita harus rajin cari solusinya. Itu keseruannya. Keseruan dalam arti, walaupun badung-badung, nilai tetap kita perhatikan. Lulus semua satu angkatanku. Itu menjadi cerita tersendiri sih… hehe…jadi ga enak hati nih, sorry yah pak guru, bu guru, ga bermaksud…hehehe” sharing Nadine sembari tersipu malu mengisahkan kenangan masa lalunya.
Kejutan dari Sang Ayah
                Popularitas Nadine Chandrawinata, tidak terlepas dari kejutan yang luar biasa dari Sang Ayah, Andi Chandrawinata yang mendaftarkan putri kesayangannya itu secara diam-diam. Ini bermula ketika mahasiswi di London School ini hendak mengikuti kontes kecantikan Putri indonesia. “Waktu itu saya ingin go international untuk modeling. Saya ingin ke Hongkong. Sambil menunggu, ternyata ada formulir Putri Indonesia. Ini juga bisa go international juga, karena menjadi miss universe. Tetapi saya mikir yah kayaknya bukan saya deh… Aku ngga terlalu feminim juga yah. Bukan aku deh gitu!  Akhirnya aku ngga peduliin sebenarnya. Aku tetap fokus ke dunia modeling aja gitu. Sekarang lagi nunggu, tetapi tidak tahu bagaimana, formulir itu terisi oleh ayah saya tanpa sepengetahuan saya. Jadi, ayah saya yang menyuruh saya untuk ke sana ikut putri indonesia gitu. Ayah saya bilang, ‘sambil menunggu ya kamu coba aja ngisi waktu, ikut pembekalan putri Indonesia kan lumayan kalau kamu pingin jalan-jalan ke luar negeri, jalan-jalan ke seluruh daerah yang ada di Indonesia, kamu kan punya teman gitu. Nanti kalau kamu ke Aceh, kamu punya teman, ke Papua ada teman, ke mana-mana kamu aman gitu’” cerita Nadine menirukan pesan Ayahnya sebelum ia mengikuti kontes Putri Indonesia. Niat Nadine tersebut mendapat antusias yang besar dari kedua saudara kembarnya, Marcel dan Mischa Chandrawinata, terutama ketika Nadine menuju kontes dunia,  Miss Universe tahun 2006.
Banyak pengalaman dan kesan menarik yang diperoleh Nadine selama menjadi Putri indonesia. “Selama menjadi putri Indonesia banyak sekali pengalaman. Yang pertama yang saya rasakan adalah saya belajar menjadi lebih feminin..hahaha…. kayaknya ada udang di balik batu deh tujuan dari ayah, saya belajar untuk lebih jadi perempuan dalam arti seperti duduknya lebih rapi,  table manner belajar” ujar  pemeran film Cinta dan Rock’n Roll ini. Prestasinya makin meningkat dengan adanya berbagai kesempatan untuk membintangi film layar lebar. Meskipun banyak tawaran membintangi film, Nadine tetap ingin hidup menurut karakternya sendiri yang sangat menyukai tantangan dengan segala kreativitasnya. Baginya, tantangan itu membuka wawasannya untuk menjadi lebih kreatif mengatasi berbagai persoalan hidup. “Syutingnya itu selalu malam hari dan tantangannya adalah kalau malam hari itu dingin dan selama syuting saya harus mengenakan celana pendek dan baju sobek-sobek, jadi selalu masuk angin. Supaya ga masuk angin saya selalu minum jahe. Itu tantanganku, saya selalu kedinginan. Saya ngga kuat dingin. Di rumahku juga ngga pake AC tidurnya. Tidur pun juga pake kaus kaki” aku Nadine.
Kecantikan dari Alam
Alam semesta begitu menggoda bagi Nadine, dia sangat menyukai berkelana menyambangi nusantara. “Saya senang traveling, saya tidak perlu pura-pura untuk tampil cantik atau, tampil elegan atau apa, dalam traveling, karena dalam traveling pun kita bisa  menemukan kecantikan di alam dan itu mempercantik diri kita sendiri dari dalam. Kita bersyukur dan air muka kita berubah. Kita akan menjadi diri sendiri. Saya bisa menunjukkan bahwa saya bisa menjadi diri sendiri saat traveling, karena inilah saya saat traveling, berpakaian seperti ini. Setiap perempuan memiliki sosok sebagai “putri”, princes yang disayang orangtuanya, sisi keibuannya itu ada. Jadi yang saya cari dari traveling ialah sisi spiritualitas saya” ungkap mantan Putri Indonesia 2005 ini mantap. Nadine pernah hampir mengalami musibah dalam travelingnya, peristiwa yang mengancam maut itu membuka pikirannya untuk memahami alam dan mencintai alam.
“Ada hambatan yang menurut saya cukup ekstrim, namun saya mencoba untuk berpikir positif. Waktu saya ke Wakatobi. Di mana saya terdampar di situ. Memang sih berangkatnya rada sore. Tidak diharuskan untuk berangkat karena ombaknya cukup tinggi, tetapi kita sudah ditunggu, jadi dari Kendari, kita berangkat. Pas di tengah laut karena ombak tinggi, GPS kita kehilangan sinyal dan kita kehilangan arah. Kita semua panik gitu. Tetapi dari situ saya malah berpikir saya bisa banyak belajar karena kita di tengah laut, kapal ngga bisa jalan, nyangkut di karang karena udah bergeser sedikit. Kita hanya berharap ada kapal yang lewat, kita bisa numpang untuk tidur dan menunggu, dan menahan diri dari kelaparan. Tidak ada stok makanan, karena berpikir jalannya hanya 2-3 jam. Ternyata kita terdampar. Cuma ada biskuit saat itu” kisah Nadine. Alam seolah – olah telah menghipnotis Nadine untuk menjadi “Gadis Petualang”. “Kenapa mau terjun di alam bebas. Lebih fokus ke penyu, terumbu karang di bawah laut. Karena aku punya pengalaman, pada saat menyelam  bukan menikmati keindahan karangnya, tetapi mungutin sampah di bawah, terus pada saat di atas juga bukan melihat bukit dan gunung yang indah, tetapi malah terkecoh dengan sampah di permukaan air, itu menjadi gangguan tersendiri buat saya. Jadi fokus saya ingin mengkampanyekan itu, jadi pada saat saya melakukan hobi saya diving, saya mencoba untuk penyuluhan pada daerah itu dan thanks God, pemda dan bupatinya juga mendukung setiap kali Nadine datang ke tempat itu, belajar bersama, sekolah dan pengenalan akan daerahnya, mengusahakan peningkatan daerahnya. Itu tidak gampang kita menyisihkan waktu sehari untuk menggali, mengeksplore daerah itu, mengeluarkan tenaga untuk penyuluhan, diving dari satu titik ke titik yang lain” kisah pemeran film horor Mati Suri, garapan sutradara Rizal Mantovani. Seluruh petualangan hidup Nadine dituangkan dalam bukunya berjudul “Nadrenalin”, mengungkapkan pengalamannya mengambangi berbagai lokasi di beberapa tempat yang dikunjunginya. Nadine ingin menyampaikan pesan bahwa traveling adalah hal yang menyenangkan sekaligus penuh tantangan. Inilah salah satu cita-cita yang telah ia tuntaskan. “saya banyak menulis lagi gitu, ya makanya kemarin, ada buku “Nadrenalin” keluar tentang tulisan saya traveling, itu karena perjalanan saya sekarang ini tentang traveling terus”. “Dari Nadrenalin, saya mencoba men-support anak muda untuk menyadari semangat. Semangat dalam arti bahwa kita bisa mencapai titik itu selama masih di bawah langit. Kita bisa kalau kita mau. Di situ juga saya berpesan bahwa jangan pernah takut untuk keluar rumah dan mencari pengalaman di luar sana, karena di sana banyak sekali ilmu yang kita dapat” ungkap presenter acara musik Mantap ini. Selain menulis, Nadine juga melirik bisnis lain, seperti bisnis Salon Kecantikan. Tujuan utamanya memberi karya dan membuka lapangan kerja bagi orang-orang di sekitarnya. “Sekarang ini saya sedang mencoba bisnis, salon, kemudian saya juga punya majalah gratis, tentang diving sendiri bersama Riani, kemudian di gudang galeri Lantai 2 untuk pameran gratis, di situ juga ada sekolah belajar gratis dengan Anton Ismail dan di sana juga bisa nongkrong dan menggali ilmu tentang dunia fotografi. Saya juga mencoba untuk membuat usaha research bersama adik saya, di Raja Ampat. Susah lho, itu jauh” pungkas Nadine. 
Nadine dan Impian
Ada banyak impian Nadine dalam memaknai hidup dan karyanya. Salah satunya ialah impiannya  untuk membangun sebuah lembaga pendidikan. “Yang belum kesampaian adalah sekolah, belajar. Sekarang ini saya sudah memiliki sekolah alam di beberapa daerah, dengan LSM. Dulunya saya berpikir ingin punya sekolah di mana siapa pun bisa belajar, terutama untuk anak-anak yang kurang mampu. Tetapi tidak segampang itu, jadi saya mengerucutkan itu semua, sekolah alam dan sekolah belajar. Mungkin butuh fokus dulu. Saya masih traveling dulu. Saya menyampingkan itu tetapi tidak menghilangkannya” Ungkap Nadine. Bagi Nadine, selama hidup di dunia, ia tidak akan pernah berhenti berkarya karena rasa puas. “Kalau merasa puas yah, manusia tidak pernah merasa puas. Tetapi kita harus bilang pada diri kita sendiri bahwa kita puas akan kerja keras kita. Karena kalau kita berharap ada orang lain yang bilang: ‘wah kamu hebat ya, kamu sempurna, kamu dah dapat segalanya’, kita ngga pernah puas, kita menunggu itu, ga akan datang. Jadi kita harus berbicara pada diri kita sendiri, kita hargai apa yang sudah kita lakukan: ‘saya puas dengan apa yang saya lakukan’, walaupun hasilnya belum sesuai target tetapi saya puas dengan usaha yang sudah saya keluarkan sebanyak-banyaknya itu. Itulah orang yang produktif” Jelas Nadin yakin. (Anthoni Primus)


Senin, 25 Juni 2012

Mengapa Paus Yohanes Paulus II Mau Dibunuh Tahun 1981?


 Latar belakang sejarah
 Perang Dunia II fase akhir, Jerman Hitler kalah. Guna mengatur Eropa pasca perang, para pemimpin sekutu anti Hitler – Roosevelt, Churchil dan Stalin – bertemu 4 – 11 Februari 1945 di Yalta, Krimea, Uni Soviet.
Menurut keputusan di Yalta antara lain adalah:
•           Jerman akan dibagi dan diawasi oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Uni Soviet.
•          Atas tekanan Stalin batas timur Polandia tergeser sampai sungai Bug. Dengan demikian sepertiga dari teritori bagian timur Polandia diambil alih Uni Soviet dan batas barat Polandia tergeser sampai sungai Oder dan Nysa, berarti mendapat sebagian timur teritori Jerman.
•        Lagi atas desakan Stalin Eropa dibagi atas “sphere of interest”. Dengan demikian Uni Soviet akan menjajahi seluruh Eropa Timur. Pemerintah di negara-negara satelit ini ditentukan oleh Uni Soviet. Maksudnya ekspansi komunisme di Eropa. Lambat-laun Eropa dibagi atas bagian timur dan barat dengan Tirai Besi di antaranya. Tirai Besi berarti bahwa batas barat Sfir Uni Soviet dijaga ketat.
Sara Bartoli yang meluputkan nyawa JP II (GN)
Penyebaran komunisme berarti ateisasi dan penghapusan agama, yang dianggap “obat bius bagi masyarakat”. Di Uni Soviet ribuan rohaniwan terbunuh, gedung gereja dihancurkan atau diganti fungsinya. Hal serupa diusahakan di negara-negara satelit. Hanya Polandia merupakan batu sandungan bagi komunis. Ideologi ateisme diimpor dari Rusia, yang menjadi musuh bebuyutan orang Polandia, maka oleh mayoritas orang Polandia komunisme ditolak. Selain itu hampir 90% orang Polandia beragama Katolik dan para uskup kompak, di bawah pimpinan kardinal Stefan Wyszynski, melawan segala aksi ateisasi. Akibatnya ada pastor dan uskup diusir dari diosesnya, ada yang dipenjarakan, termasuk kardinal Wyszynski. Namun pemberontakan masyarakat berulang kali memaksa pemerintah untuk membebaskan mereka kembali.
Tujuan lain komunis adalah kolektivisasi pertanian. Diusahakan tanah para petani diambil oleh pemerintah dan dijadikan perusahaan kolektif, di mana petani menjadi buruh saja. Di Uni Soviet proses ini dilaksanakan secara paksaan. Akibatnya produktivitas sector pertanian sangat memburuk, menyebabkan kekurangan bahan makanan dan kelaparan. Di Polandia kolektivisasi praktis tidak berhasil. Namun Polandia wajib mengekspor gandum dan ternak ke Uni Soviet. Akibatnya ada kekurangan pangan di negeri sendiri. Contohnya, toko dibuka jam 8, namun orang antri mulai jam 4 pagi, agar dapat membeli roti atau daging, yang selalu tidak cukup. Ini pun membuat masyarakat tidak tahan diri, hinga menyebabkan pemberontakan, walau pengawasan polisi ketat sekali. Pemberontak selalu menuntut pangan dan kebebasan agama.
Churchil, Roosevelt dan Stalin pada pertemuan di Yalta.
Pada tahun 1966 peringatan seribu tahun Gereja di Polandia. Sebagai persiapan para uskup mengadakan novena besar sembilan tahun pembaharuan rohani bangsa. Gambar Bunda Maria dari Czestochowa (Black Madonna) diarak berziara dari paroki ke paroki. Hasil rohaninya luar biasa! Namun ini justru membuat komunis makin membenci dan Untuk menghentikan aksi ini pemerintah memblokir gambar ini. Namun ini pun tidak menghentikan aksi pembaharuan rohani bangsa. 

Kardinal Polandia menjadi Paus 
Tahun 1958 pastor Karol Wojtyla diangkat menjadi uskup pembantu di Krakow. Enam tahun kemudian Paus Paulus VI mengangkatnya menjadi uskup agung keuskupan ini. Tahun 1967 menjadi kardinal.
                Adanya dua kardinal di Polandia oleh pemerintah sering dipergunakan untuk menunjukan seolah-olah antara keduanya ada antagonisme. Akan tetapi aksi ini sama sekali tidak berhasil. Contohnya, suatu ketika kardinal Wyszynski tidak diberikan paspor untuk menghadiri konsili Vatikan II, sebagai tanda protes kardinal Wojtyla juga tidak berangkat, walau sudah punya paspor. Pada semua upacara gerejawi mereka selalu hadir bersama. Pemerintah menilai kardinal Wyszynski sebagai seorang pemberontak, sedangkan kardinal Wojtyla lebih lunak. Namun pemerintah pun kecewa, karena dalam banyak hal kardinal Wojtyla jauh lebih berani melawan pengaruh politik pemerintah terhadap agama.
                Suatu sore tanggal 16 Oktober 1978 diumumkan bahwa kardinal Wojtyla dipilih menjadi paus, rakyat Polandia bergembira keluar ke jalan-jalan dengan menyanyikan lagu nasional „Polandia belum punah, selama kita hidup”, khususnya di depan kedutaan dan konsulat-konsulat Uni Soviet. Sedangkan pemerintah dan pemimpin partai komunis panik. Mereka tidak tahu mengambil sikap apa. Salah seorang anggota komite sentral partai mengatakan spontan: “Habis kita!” Reaksi di Moskow sama. Nyata bahwa kesadaran dan kebanggaan nasional orang Polandia bertambah dan ini dapat menggoncangkan monopoli partai komunis.
                Pada Juni 1979 Johanes Paulus II ingin mengunjungi tanah airnya, Brezhniew, ketua partai komunis Uni Soviet mendesak Gierek, ketua partai komunis Polandia, melarang paus datang ke Polandia. Gierek menjawab: “Andaikata saya membuat itu, seluruh masyarakat Polandia akan memberontak.”
                Akhirnya 2 Juni 1979 Johannes Paulus II mendarat di Warsawa. Ratusan ribu orang berdiri di pingir jalan dan seluruh kota dihiasi dengan bendera Vatikan. Hari berikutnya, Minggu Pentekosta,  Paus memimpin misa di lapangan kota. Dalam khotbahnya Johanes Paulus II menyerukan: “Semoga Roh Kudus turun dan membaharui muka bumi. Bumi ini!” Maksudnya bumi Polandia. Rupanya doa serius Paus terkabulkan, karena pada bulan-bulan berikut terjadi perubahan besar. Antara lain para buruh di hampir seluruh Polandia mogok kerja dan menuntut serikat buruh bebas Solidarnosc. Ini mengoncangkan seluruh sistem politis bukan hanya di Polandia, tetapi juga di negara-negara satelit lainnya.
                Pemimpin komunis sadar, bahwa kekuatan moral gerakan ini adalah Johannes Paulus II dan kardinal Wyszynski. Awal tahun 1981 kardinal Wyszynski jatuh sakit kanker, maka pasti tidak lama lagi akan mati. Tinggal menghilangkan Johannes Paulus II.

Komplotan
                Keputusan untuk membunuh Johanes Paulus II dibuat di Kremlin. Pelaksanaannya diserahkan kepada KGB (polisi rahasia Uni Soviet). Ditentukan mencari agen beragama Islam. Maka agen KGB di Timur Tengah dan di Bulgaria mencari orang Islam, yang rela menembak Paus. Waktu itu di Turki ada seorang bernama M. Ali Agca, yang ingin membunuh Paus, waktu beliau berkunjung ke negara ini. Ali Agca, seorang penembak jitu, setuju menembak Paus dengan imbalan pembayaran 3000 Euro. Dua pembantunya berasal dari organisasi ekstrimis Turki Bozkurtlar, yang bekerja sama dengan polisi rahasia Bulgaria.
Johannes Paulus II mengunjungi Ali Agca di penjara (GN)
Kesempatan paling baik adalah audiensi umum pada hari Rabu, yang pada musim panas diadakan di Lapangan St. Petrus. Bapa Suci biasanya keliling dengan mengendarai mobil. Agca harus menembak Paus di kepala. Agca sudah siap, namun terjadi sesuatu yang menghalanginya. Mendadak Johanes Paulus II mengangkat dan mencium seorang bayi perempuan. Maka kepala dan dada Paus terlindung. Akhirnya Agca menembak Paus di perut. Namun satu peluru mengenai jari Johanes Paulus II, maka mengubah uratnya. Sesudah menembak, Agca membuang pistolnya dan berusaha melarikan diri, tetapi seorang suster menangkapnya dan berteriak minta bantuan. Segera polisi mengamankan Agca.
                Kita tahu, bahwa Johanes Paulus II tidak mati. Para dokter meluputkan nyawanya. Penembakan terjadi pada tanggal 13 Mei, hari ulang tahun penampakan Bunda Maria di Fatima. Bapa Suci yakin bahwa Maria melindunginya. Maka tanggal 13 Mei 1982 Johanes Paulus II berziarah ke Fatima untuk berterima kasih kepada Bunda Maria. Peluru, yang menembusi badannya, ditempatkan dalam mahkota gambar Maria. Pepatah Polandia mengatakan: Manusia menembak, tetapi Tuhan mengarahkan peluru.
                Stalin pernah bertanya ironis: “Berapa divisi tentara yang dimiliki Vatikan?” Dewasa ini Stallin sudah dilupakan, adikuasa Uni Soviet hilang dari peta dunia, sedangkan ribuan orang setiap hari berziarah ke kubur Beato Johanes Paulus II. “Inilah orang, yang dengan kekuatan imannya menghancurkan komunisme” – kata pemimpin bangsa Tartar, seorang muslim. (Prof. Dr. Josef Glinka, SVD)

Selasa, 19 Juni 2012

Kenal Lebih Dekat Konsili Vatikan II


 
Talk Show Memperingati 50 Tahun Pembukaan Konsili Vatikan II

Paus Yohanes XXIII pada 11 Oktober 1962 membuka Konsili Vatikan II yang dihadiri 2450 Uskup Gereja Katolik Roma (atau disebut juga Bapa Konsili), 29 pengamat dari 17 Gereja lain, dan para undangan non-Katolik. Konsili Vatikan II merupakan sidang agung yang dihadiri oleh para uskup Gereja Katolik Roma dari seluruh dunia, Konsili ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan iman Katolik dan Pembaharuan Gereja. Tanggal 8 Desember 1965, Paus Paulus VI secara resmi menutup Konsili tersebut. Pada saat penutupannya, Konsili Vatikan II telah menghasilkan 16 (enam belas) dokumen resmi yang secara teologis dan pastoral mengisyaratkan semangat pembaharuan dalam Gereja Katolik.

Pastor Armada Riyanto CM yang tampil bicara pada talk show
Dalam Konsili suci ini dibahas langkah baru Gereja Katolik untuk merenungkan hakikat dan fungsinya di tengah dunia dewasa ini dengan semangat Kristiani sejati. Melalui Konsili suci ini, Gereja Katolik ingin menyatakan perlunya pembaharuan diri agar Gereja dapat melaksanakan panggilan Allah sesuai dengan tuntutan keadaan zaman. Dengan demikian, Konsili ini menggarisbawahi perlunya Gereja menaruh kepedulian kepada seluruh situasi dan semua persoalan yang dihadapi oleh manusia yang hendak diselamatkan Allah dewasa ini.

Kini, 50 (lima puluh) tahun sesudah pembukaan Konsili suci ini, dipertanyakan mengenai perwujudan semangat pembaharuan (aggiomamento) tersebut di dalam Gereja Katolik Indonesia. Sudahkah semangat pembaharuan itu dihayati di dalam paroki-paroki, komunitas-komunitas religius, kelompok-kelompok kategorial dan keuskupan? Lalu manakah hambatan dan peluang untuk mewujudnyatakan semangat pembaharuan tersebut dewasa ini?

Dengan mempelajari amanat beberapa dokumen resmi yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II (KV II) ini, umat Katolik dapat terus menerus mewujudkan semangat pertobatan dan pembaharuan Konsili Vatikan II dalam penghayatan iman mereka setiap hari. Maka Gereja Katolik Paroki Santo Vincentius A Paulo Widodaren, Surabaya memprakarsai peringatan 50 tahun Pembukaan Konsili Vatikan II ini dengan menyelenggarakan Talk Show Konsili Vatikan II bertemakan besar: “Pembaharuan dan Penerapannya” bertempat di Empire Palace, Surabaya, mulai Juni hingga Nopember 2012. Pembukaan talk show ini berlangsung pada Minggu, 10 Juni 2012.

Mengenai Konsili Vatikan

Pastor Prof. Eddy Kristiyanto OFM
Sekitar 500 orang mengikuti kegiatan talk show pembukaan ini yang menampilkan 2 (dua) pembicara utama, yakni: Prof Dr Eddy Kristiyanto OFM (dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta) dan Prof Dr Armada Riyanto CM (Rektor STFT Widya Sasana Malang). Pembicara pertama Pastor Eddy Kristiyanto dalam makalahnya mengenai “Konsili Vatikan II: Latar Belakang Historis, Kultural, Teologisnya, dan Pokok-pokok Pembaruannya” hendak diperlihatkan sejumlah pemandangan yang menyingkapkan sejumlah hal sekitar Konsili Vatikan II, dalam sejumlah kajian mengenai KV II ini, ternyata tuntutan perubahan di dalam Gereja Katolik berasal baik dari dalam maupun dari luar komunitas gerejawi.

Paus Yohanes XXIII dalam masa kepemimpinannya ketika sebagai Uskup Vinetia sangat menekankan (pelayanan) pastoral ini merasakan kesumpekan dalam hidup menggereja. Pada waktu penutupan Doa Persatuan Umat Kristen, secara mengejutkan beliau mengemukakan tiga rencana dasariah selama masa kepemimpinannya, yaitu: memanggil sinode keuskupan Roma, memperbarui Hukum Gereja, dan memanggil konsili ekumenis (hal terakhir inilah yang paling mengejutkan). “Konsili ekumenis terakhir yang tidak pernah ditutup secara formal adalah Konsili Vatikan I (1869-1780), karena serangan pasukan Giuseppe Garibaldi ke jantung kota Roma,” ucap Pastor Eddy. Sudah pasti, pernyataan Yohanes XXIII untuk menyelenggarakan KV II oleh sebagian Uskup dan Teolog dianggap sebagai kesempatan bagus untuk memperbarui Gereja. Sekaligus, melalui KVII ini kiranya akan diperlihatkan relevansi warta kekristenan pada dunia di tengah pergumulan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tidak semua orang mendukung gagasan menyelenggarakan KV II oleh sebagian Uskup dan Teolog dianggap sebagai kesempatan bagus untuk memperbarui Gereja. Sekaligus, melalui KV II ini kiranya akan diperlihatkan relevansi warta kekristenan pada dunia di tengah pergumulan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tidak semua orang mendukung gagasan Yohanes XXIII, hal itu terlihat pada orang-orang yang mau mempertahankan status quo, pelibatan tokoh-tokoh (dari lingkungan teolog) yang “safe”. Namun sejumlah pihak justru mengangkat peran tokoh-tokoh. Keberhasilan KV II ditandai beberapa hal, yaitu: Pertama, Bapa Suci Yohanes XXIII pad Ekaristi pembukaan KV2 menandaskan dengan sangat jelas maksud KV2 yang ditaruh di bawah istilah aggiornamento, yakni kewajiban dan tugas untuk membawa Gereja up to date (njamani). Yohanes XXIII mengundang Gereja untuk melakukan terobosan lebih dalam ke dunia supaya menghadirkan kebijaksanaannya dalam cara-cara yang dimengerti oleh manusia zaman ini. Beliau juga berbicara tentang perlunya mengganti obat-obat (pengecaman) yang keras dengan obat belahkasih. “Orang-orang Katolik harus belajar untuk menyakinkan sesama mengenai kebenaran iman Katolik,” kata Pastor Eddy. Kedua, di hari pertama KV II ketika dipilih 16 Uskup untuk memimpin setiap komisi konsiliar. Terjadi tekanan (dengan pelbagai cara) untuk memilih uskup-uskup yang telah memimpin komisi-komisi yang mempersiapkan draf. Meski ada manuver-manuver pengendalian konsili, namun akhirnya berhasil membuat jeda untuk masuk dalam kelompok berdasarkan lima bahasa untuk mengajukan kandidat-kandidat mereka. Hasilnya sungguh luar biasa, yakni terwakili secara seimbang dari segi ideologi dan geografis tentang komisi-komisi tersebut. ketiga, bagi banyak Uskup, KV II ini menyediakan suatu kesempatan istimewa bagi mereka untuk melakukan bina lanjut (ongoing formation). Hal itu bisa dipahami karena banyak uskup tidak lagi belajar (buku-buku teks) setelah ditahbiskan menjadi imam. “Banyak faktor lain yang menyumbangkan bagi reorientasi dramatis dari KV II yang mengejutkan dan sering menimbulkan rasa kecewa pada kelompok minoritas Uskup, yang melakukan perlawanan terhadap upaya pembaruan Gereja,” ujar Pastor Eddy.

Sebagai data sampingan, ke-21 konsili menghasilkan 37.727 baris teks. Dari jumlah itu, KV II sendiri menghasilkan 12.179 (sekitar 32%), Konsili Trento menghasilkan 5.637 baris teks. Dengan kata-kata lain, kata Pastor Eddy, KV II menghasilkan dokumen yang paling masif di antara semua dokumen konsili ekumenis. Selain itu, dibandingkan dengan dua Konsili sebelum KV II, diperoleh kesan yang sangat kuat bahwa kedua konsili Ekumenis (Trento dan Vatikan I) memperlihatkan suatu ketepatan konseptual, batasan tentang pendirian dan kesatuan yang tidak mendua. Ini semua tidak dapat ditemukan dalam KV II. Jadi, ada semacam kekurangan dasar filosofis dan teologis yang umum pada dokumen-dokumen KV II. Sedangkan dua konsili sebelumnya mendasarkan diri pada skolastisisme teologis yang memberikan pada setiap konsili suatu kesatuan konkret dan konseptual (kendati terbatas). Sebaliknya, dalam KV II didapatkan sejumlah kutipan Kitab Suci, eksposisi historis, analisis isu-isu kontemporer, kutipan-kutipan konsili-konsili sebelumnya, dan rujukan-rujukan pada teks-teks para Bapa Suci, seperti Pius XII.

Para pembicara talk show dari kiri: Pastor Emmanuel Prasetyono CM (moderator), Pastor Armada Riyanto CM (tengah), dan Pastor Eddy Kristiyanto OFM (kanan), Minggu, 10/6.
Meskipun para konsiliaris memperlihatkan keragaman asal-usul, namun secara objektif persoalan yang dicoba didekati KVII  masih memperilhatkan dominasi Eropa. Kultur Eropa dan terutama masalah-masalah yang disoroti berlatarbelakang Eropa. Selain itu, kultur patriakat masih sangat kental. Hal itu terlihat dalam pemberian peran dan keterbukaan pada partisipasi perempuan dalam muktamar agung ini. Konsili Vatikan II tidak memberikan tanda-tanda adanya breakthrough berkenaan dengan perempuan. Meskipun demikian ada peristiwa-peristiwa yang signifikan, yakni mulai ada perubahan tentang bagimana perempuan-perempuan diterima dan diizinkan untuk berperanserta dalam KV II. Sumbangan KV II yang sangat besar adalah keterbukaan baru dan resmi pada perubahan-perubahan yang diciptakan oleh masyarakat Barat modern dengan prinsip-prinsip demokratik-liberal, termasuk perubahan-perubahan dalam status dan peran perempuan.

Kegembiraan dan pengharapan bagi gereja

Pembicara kedua Pastor Armada Riyanto CM menampilkan materi makalahnya: “Panorama Sejarah Konsili Vatikan II: Kronik, Dokumen, Beriman Dialogal” mengatakan Konsili Vatikan II merupakan Konsili ekumenis ke-21 dalam sejarah Gereja Katolik. Konsili ini telah berlangsung tiga tahun tiga bulan. Sebuah Konsili yang menguras tenaga dan waktu luar biasa. dalam sejarah Gereja, Konsili ekumenis terlama adalah Konsili Trente, yang berlangsung delapan belas tahun (1545-1563). Tetapi, Konsili Vatikan II termasuk konsili di zaman modern yang cukup lama.

Kegembiraan dan Harapan (Gaudium et Spes) adalah nama dokumen yang paling akhir dikerjakan dalam KVII. Dokumen ini memberikan pesona dan tantangan “wajah baru” Gereja Katolik, Gereja Pembaruan Konsili Vatikan II. Setiap pembaharuan hidup Gereja menyiratkan dua karakter: menggembirakan dan memberikan pengharapan. Menggembirakan, sebab hidup tidak lagi seperti yang lama. Memberi harapan, karena langkah baru sekaligus mengandaikan keberanian untuk menghadapi banyak tantangan, dan yang terakhir membutuhkan keberanian, cinta, dan kecerdasan. Sepanjang KVII (1962-1965), terdapat 987 proposed constituting sessions (rangkaian sesi yang membahas proposal aneka dokumen).

Gereja Kegembiraan dan Pengharapan adalah karya Roh Kudus. Roh itu telah menghimpun dan menyatukan putera-puteri Gereja. Tidak disangkal bahwa kesatuan Gereja KV II pun dalam peziarahannya menjumpai luka-luka keterpecahan dan deraan skandal dan kelemahan dari para anggotanya. “Namun, Gereja tetap kukuh memberikan kesaksian tentang pengharapan,” kata Pastor Armada. KV II sempat terhenti karena Paus Yohanes XXIII wafat tanggal 3 Juni 1963. Kardinal Montini (Paulus VI0 terpilih menjadi penerusnya tanggal 21 Juni 1963 dan segera mengumumkan KV II segera dilanjutkan. Tanggal 29 September 1963 Paulus VI dalam pidato pembukaan KV II (sebutlah “tahap” kedua Konsili) mengingatkan para Bapa konsili (Uskup) mengenai natura atau kodrat pastoral dari KV II. Ada empat hal penting yang diingatkan oleh Paulus VI: Kodrat Gereja dan peranan Uskup agar lebih didefinisikan lebih jelas, Pembaharuan hidup Gereja, Pemulihan kesatuan seluruh Gereja, dan Dialog dengan dunia modern.

Menurut Pastor Armada, Kegembiraan dan harapan (Gaudium et Spes) membimbing Gereja Katolik dalam pembaharuan peziarahannya di dunia modern. Tidak sepeerti dokumen-dokumen lainnya, Gaudium et Spes (GS) merupakan dokumen KV II yang ditujukan kepada semua orang, siapa pun. “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia-manusia zaman ini, khususnya mereka yang miskin dan menderita, adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus.” Itulah kalimat pertama sekaligus menjadi dasar pembaharuan Gereja Katolik. Gereja mendeklarasikan diri sebagai Gereja yang solider, empati, sehati, setiakawan dengan mereka yang menderita dan tertindas. GS mengukir perkara-perkara keluhuran martabat manusia, relasi individu dengan societas, perkara ekonomi, kemiskinan, keadilan sosial, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan teknologi dan dialog dan ekumenis. GS menjadi salah satu dokumen dengan rujukan isi yang merangkum banyak perkara dunia modern, dan bagaimana Gereja “memasuki” dunia modern, berdialog dan bekerjasama dengan siapa pun yang berkehendak baik.

Pembinaan iman dan katekese bagi umat

Ketua panitia penyelenggara Pastor Rafael Ishariyanto CM menuturkan bahwa tahun 2012 ini adalah 50 tahun pembukaan Konsili Vatikan II, karena disadari banyak umat terutama bagi generasi muda yang tidak mengenal KV II ini, maka Paroki St. Vincentius A Paulo ini berinisiatif memperkenalkan kembali upaya-upaya pembaharuan KV II ini. Selain memperingati 50 tahun pembukaan KV II ini juga memperkenalkan beberapa dokumen penting dari KV II, diantaranya: Dei Verbum, Kitab Suci, kerasulan awam, lalu apa gereja itu. Panitia telah mempersiapkan kegiatan memperingati 50 tahun Pembukaan Konsili Vatikan II dengan para pembicara yang ahli dibidangnya dan tema-tema (1 tema setiap bulannya) dari bulan Juni hingga Nopember 2012. Tema-tema itu, adalah: Panorama Sejarah Konsili Vatikan II (10 Juni), Kitab Suci dan Wahyu (1 Juli), Umat Allah di Tengah Dunia (5 Agustus), Pembaharuan Liturgi (2 September), Gereja Sebagai Terang Dunia (7 Oktober), dan Kerasulan Awam (4 Nopember).
Pembicara lain yang tampil setelah Prof DR Armada Riyanto CM dan Prof DR Eddy Kristiyanto OFM, yakni: Prof DR H Pidyarto O.Carm (1 Juli), DR L Sutadi Pr (5 Agustus), DR E Martasudjita Pr (2 September), DR Deshi Ramadhani SJ (7 Oktober) dan Prof DR Piet Go O.Carm (4 Nopember).

Sebenarnya Pembukaan Konsili Vatikan II ini pada tanggal 11 Oktober 1962, lalu baru mulai terlaksana pada 8 Desember 1962 dan berakhir pada 8 Desember 1965. Awalnya kegiatan ini, kata Pastor Rafael, diperkirakan tidak mendapat respon dari umat paroki yang ada di kota Surabaya, akan tetapi umat menyambutnya dengan antusias untuk ikut kegiatan ini sehingga panitia sedikit kewalahan mengatasi animo dari umat yang cukup besar ini, yang aman tiket yang disediakan hanya untuk 350 orang saja malah melebihi 500 orang. Tidak ada perhitungan dan target dari panitia untuk kegiatan ini, tetapi bagaimana memberikan pembinaan iman dan katekese yang baik bagi umat.

Konsili Vatikan II, menurut Pastor Rafael, masih relevan diangkat kembali ke permukaan untuk dibahas. Di mana upaya pembaharuan itu tidak bisa otomatis langsung diterapkan, hal ini berhubungan dengan mental orang siap atau tidak siap, misalnya: dialog lintas agama. Di sinilah KV II mengatakan kita harus terbuka dengan semua orang dari berbagai latar belakang dan keyakinan. Panitia berharap bagi umat ikut serta dalam kegiatan ini bisa menangkap pesan dari pembaharuan Konsili Vatikan II ini dan menerapkannya dalam lingkup mereka masing-masing. Diharapkan juga hasil-hasil dari KV II ini bisa diterapkan dan diwujudnyatakan oleh umat/peserta talk show sesuai kapasitas dan lingkupnya masing-masing. (Parulian Tinambunan – Surabaya)