Salah satu tradisi katolik yang dipraktekkan oleh gereja katolik sejagat
adalah penghormatan kepada Bunda Maria. Maria menjadi sosok sentral dalam
sejarah keselamatan manusia. Karena itu umat katolik baik perorangan maupun
kelompok melakukan devosi kepada Bunda Maria. Bentuk-bentuk devosi kepada Bunda
Maria sangat beragam, mulai dari doa-doa pribadi, doa keluarga, maupun doa-doa
di kelompok basis gerejani hingga melakukan ziarah ke gua Maria yang dibangun
untuk maksud tersebut. Juga pesta-pesta liturgis dan sebagainya.
Pasutri Yosef Molo-Karolina Kowan |
Ziarah ke gua-gua Maria menjadi sebuah kebutuhan mendasar bagi umat.
Rasanya tidak lengkap, jika devosi kepada Bunda Maria tidak disertai ziarah. Di
sana peziarah berdoa, bernyanyi dengan kidung-kidung pujian kepada Bunda Maria.
Di bawah kaki Bunda Maria umat meletakkan ujud, niat dan harapan mereka agar
hidup kesehariannya aman sentosa.
Ziarah di mata pasutri Yosef Molo-Karolina Kowan memiliki makna terdalam
bagi hidup iman keseharian keluarga. Di temui di kediaman jalan Cemara
Kelurahan Nangameting Maumere Yos-Lin mengungkapkan ziarah keluarga sebagai
sebuah refleksi iman kepada Yesus sang putra sebagai salvator.”Keselamatan dan
karya penebusan manusia hanya dapat dimengerti dan dipahami melalui Bunda
Maria. Ia menerima Sabda dan mengandung Sabda dalam dirinya. Maria mengandung
dan melahirkan sang penebus manusia. Ia adalah Bunda Yesus, sebagai Allah dan
manusia,”ungkap pasutri yang selalu mengikuti ziarah ke patung Bunda Segala
Bangsa Nilo, Maumere, Watu Soking Waigete, dan Prosesi di Larantuka.
Jebolan Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral (STIPAS) Kupang tahun 2004 ini
lebih jauh menjelaskan ziarah harus memungkinkan keluarga menghayati dan
mengamalkan pola hidup Bunda Maria dalam praksis hidup harian. Maria harus
menjadi teladan iman dalam seluruh diri dan kepribadian dalam ungkapan maupun
perwujudan iman ditengah hidup keluarga dan masyarakat. Ziarah tambah Yos dapat
memungkinkan keluarga yang beriman untuk selalu menempatkan Bunda Maria sebagai
mediator antara Yesus dengan gereja-Nya (umat) dan umat dengan Yesus (bdk. Yoh
2:1-11).
Dewasa ini ziarah
dilaksanakan bukan hanya dalam rangka bulan Maria saja (Mei dan Oktober)
melainkan sepanjang tahun. Perkembangan sarana transportasi yang semakin
canggih membuat peluang semakin besar. Guru Agama SMPK Frater BHK Maumere ini
menilai ziarah zaman ini sudah mulai pudar maknanya. Terjadi pergeseran makna
ziarah.Nampaknya yang lebih dominan adalah kegiatan Tour. Orang-orang
sederhana, orang desa lebih kuat religiusitasnya tetapi tidak semata-mata
mencari spirit Bunda Maria. Melainkan ada sesuatu yang sungguh diharapkan yaitu
rahmat sekaligus menyelesaikan masalah. Misalnya saja mendapatkan pengalaman
rohani untuk menyembuhkan penyakit, dan sebagainya. Untuk masyarakat perkotaan
yang lebih dominan adalah ziarah dipandang sebagai tur wisata. Keluarga
berziarah mumpung ada uang, untuk refreshing. Agar tidak terlalu kentara sifat
profanisnya maka disatukanlah dengan kegiatan ziarah agar kegiatannya nampak
lebih kristiani.
Pergeseran makna ziarah menurut mantan frater Ordo Fransiskan ini dapat
dilihat dari dua segi. Pertama, pengaruh gejolak teknologi yang kian maju dan
sikap konsumeristis. Kesibukan orang zaman ini menyebabkan orang tidak punya
waktu lagi untuk memberikan penghormatan secara khusus dalam rutinitas hidupnya
sehari-hari. Dengan adanya ziarah berarti “orang-orang sibuk” memiliki
kesempatan memberikan penghormatan secara khusus.Kedua, melalui ziarah orang
beriman mau mengungkapkan religiusitasnya. Orang beriman ataupun keluarga yang
berziarah ingin mencari bentuk penghayatan iman yang asli. Penghayatan dan
penghormatan kepada Bunda Maria dapat dipahami secara benar. Maria dihormati
karena di dalam dirinya Allah berkarya demi penyelamatan umat manusia.
Karena itu tambah Yos keluarga ataupun peziarah yang berziarah menjadi
symbol ziarah hidup menuju Allah sebagai “yang awal” dan “yang akhir” dari
tujuan hidup manusia. Keluarga katolik yang berziarah ke tempat- tempat suci
dan kudus merupakan lambang dari umat yang berada dalam peziarahan hidup secara
penuh menuju Allah.
Agar ziarah keluarga maupun umat sungguh
bermakna rohani putra Warupele Bajawa ini menandaskan yang harus dihindari
adalah ziarah yang dilaksanakan sebatas acara seremonial belaka. Tempat-tempat
ziarah dipandang sebagai tempat bersenang-senang dan kenikmatan-kenikmatan
tertentu. Orang tidak lagi merasa prihatin, menderita dalam ziarah. Karena
didukung fasilitas yang mudah diperoleh. Sikap orang katolik yang melakukan
ziarah mengharapkan pujian. Sikap Farisiistis dimunculkan agar mendapat
pengakuan sebagai orang beriman. Padahal kegiatan ziarah harus menjadi ajang
permenungan diri (refleksi) agar orang lebih beriman, entah melalui doa,
nyanyian pujian maupun ibadat liturgis lainnya. (Yuven Fernandez- Maumere)