HIDUPKATOLIK.com - Kerinduan Michiela Mirah Krisna Tjandra untuk berkumpul dan berdoa bersama sesama umat Katolik tak tergerus kentalnya nuansa individualisme di sekitar apartemen tempatnya tinggal.
Tahun 2008, ketika pindah dari kediamannya di Sunter, Jakarta Utara ke Apartemen The Villas, Kelapa Gading Square, Kelapa Gading, Jakarta Utara, ibu tiga anak ini mulai menggerakkan umat Katolik yang tinggal di apartemen ini. Hasilnya, tercipta keeratan jalinan hubungan di antara mereka.
Menurutnya, latar belakang mengapa ia bersemangat melakukan hal ini sebenarnya sederhana sekali. Pertama, ia merasakan kendala jarak yang cukup jauh saat mengikuti kegiatan lingkungan. Ia harus keluar dari apartemen dan bergabung dengan kompleks lain untuk ikut kegiatan Gereja. Kedua, waktu ia tinggal di Sunter Agung, ia sudah terbiasa aktif di lingkungan dan wilayah. “Ketiga, saya yakin setiap warga Katolik rindu untuk berkumpul, berdoa, dan bernyanyi bersama,” ungkapnya.
Anda Katolik?
Mirah, yang ketika remaja aktif menjadi organis Gereja, mendatangi pengelola apartemen dan menanyakan daftar nama warga. Nama orang yang, menurutnya, berbau Katolik ia catat dan ia hubungi. “Ada yang langsung saya datangi, ada yang saya hubungi melalui handphone,” jelasnya.
Selain itu, ia juga pernah melakukan cara yang cukup unik. Saat ada pameran di sekitar apartemen, ia memasang papan di depan pintu masuk apartemen, dengan tulisan “Anda Katolik?”. “Bagi yang mendekat, saya pastikan dia beragama Katolik. Kemudian saya memintanya untuk mengisi biodata berupa nama, alamat, dan nomor telepon,” ceritanya.
Selain upaya tersebut, Mirah juga berinisiatif mendatangi kediaman umat Katolik yang tinggal di apartemen yang berada di wilayah Paroki Santo Yakobus Kelapa Gading, Jakarta Utara ini. Tak jarang berbagai kendala dialaminya. Pengajar katekumen di Paroki Santo Yakobus Kelapa Gading ini pernah ditolak saat mengetuk pintu salah satu penghuni apartemen untuk mengkonfirmasi kesediaannya mengikuti kegiatan Gereja. Ia dianggap mengganggu.
“Itu saya anggap hal biasa. Saya tidak malu melakukan hal itu, karena semua ini saya lakukan untuk kepentingan bersama,” akunya.
Ketika umat Katolik mulai terkumpul, Mirah mulai mengupayakan terbentuknya lingkungan di apartemennya. Saat itu, tercatat 34 Kepala Keluarga (KK) yang sudah dihimpunnya. Mirah menghadap pastor Paroki Kelapa Gading untuk minta izin mendirikan lingkungan. Namun, Pastor menyarankan, untuk sementara umat Katolik di apartemen tempat ia tinggal bergabung dengan lingkungan lain dalam mengadakan satu kegiatan.
Hal ini justru membuat Mirah semakin bersemangat mengadakan kegiatan. “Puncaknya, pada pertengahan 2009, saya bersama umat Katolik yang lain menyelenggarakan Misa di apartemen ini. Sesudah Misa, dibentuklah pengurus lingkungan dan saya ditunjuk sebagai sekretaris,” demikian Mirah.
Umat Katolik di Apartemen The Villas akhirnya bergabung dengan apartemen lain, termasuk dalam lingkungan Anastasia V Paroki Kelapa Gading.
Umat di apartemen ini juga mengadakan kegiatan kerohanian layaknya kegiatan lingkungan pada umumnya, seperti pendalaman Kitab Suci, pendalaman iman, doa rosario bersama, doa lingkungan, bakti sosial, ziarah, dan latihan paduan suara. “Kami juga ikut serta menyumbangkan peran dalam tugas Misa di paroki,” jelasnya.
Mengenai penyebaran informasi kegiatan, umat Katolik di apartemen ini membuat pengumuman melalui kertas undangan yang dimasukkan ke dalam kotak surat pada unit tempat tinggal masing-masing umat. Jumlah umat yang berkumpul semakin bertambah, hingga akhirnya dibentuk koordinator blok. “Kami juga terbiasa menyebarkan informasi menggunakan Blackberry karena praktis dan cepat,” ungkap Mirah.
Kendala tempat
Dengan semua pencapaian itu, bukan berarti tidak ada kendala. Tempat tinggal di apartemen yang tidak terlalu luas dan mengedepankan privasi penghuninya menjadi kendala tersendiri. Pada Bulan Rosario, ada umat yang tidak mendapatkan giliran sebagai tuan rumah karena tidak dapat menampung jumlah umat yang hadir.
Mirah bersyukur, ada tempat tinggal umat yang luas, lebih dari seratus meter persegi, dan merelakan diri sebagai tuan rumah untuk kegiatan lingkungan. Untuk unit tempat tinggal yang luas, ruang tamu biasanya dapat menampung lebih dari 25 orang. “Jika untuk event yang besar, kami menyewa aula yang tersedia di apartemen,” katanya.
Agar acara berkumpul menjadi lebih leluasa, rileks, dan menghindari kesan formal, umat Katolik di apartemen ini biasa membuat janji berkumpul di kafe. Di tempat ini ada banyak kafe. Rapat lingkungan pun kadang diadakan di kafe, karena di tempat ini mereka lebih leluasa dan bebas bercanda. Tetapi, di lingkungan apartemen ini, juga ada beberapa umat yang tidak aktif lagi dengan alasan merasa tersinggung karena harus meninggalkan kartu identas di ruang satpam.
Dalam kondisi seperti ini, Mirah mengajak ketua lingkungan setempat untuk tetap menyapa dan mengajak umat yang tersinggung ini ikut kembali setiap ada kegiatan. Ibu yang mempunyai usaha pusat kebugaran di Sunter ini pun memberi penjelasan bahwa hal itu memang prosedur standar pengamanan. Satpam tidak salah melakukan hal tersebut, karena merupakan kewajiban tugas yang harus mereka laksanakan.
Menyikapi hal ini, Mirah berkoordinasi dengan pihak pengelola apartemen. “Saya sampaikan isi kegiatan dan rencana waktu pelaksanaannya, sehingga satpam lebih lunak menyambut kehadiran umat,” tuturnya.
Mirah masih menyimpan keinginan untuk menghimpun dan menggerakkan kaum muda di apartemen tempat ia tinggal. Menurutnya, kaum muda juga harus aktif ikut kegiatan di lingkungan. Ia punya gagasan untuk mengawalinya dengan camping rohani atau kumpul-kumpul di kafe dan nonton bareng. Setelah mereka saling kenal dan akrab, selanjutnya akan diarahkan untuk kegiatan di lingkungan.
Mirah bukan satu-satunya aktivis apartemen. Di sekitar Paroki Kelapa Gading, ada beberapa apartemen yang ditinggali beberapa umat Katolik. Salah satunya, Apartemen Wisma Gading Permai (WGP) di Boulevard Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Di WGP, terbentuk satu lingkungan dengan nama Lingkungan Andreas IV. Yohana Fransiska Erliani Johan didapuk menjadi ketua lingkungan dengan wakil Agus Satoto. Umat Katolik di WGP mulai berkumpul setelah saling kenal dan bertegur sapa di taman apartemen. Taman tersebut terletak persis di tengah WGP dan menjadi sarana bagi para penghuni untuk bercengkerama bersama keluarga sembari melepas lelah setelah seharian bekerja.
Sangat akrab
Erliani menceritakan, mereka saling mengetahui sesama umat Katolik setelah tanpa sengaja bertemu di taman ini. Waktu itu, kira-kira tahun 1998, dan mayoritas umat yang ada di sini adalah pasangan muda yang baru menikah. “Setelah itu, kami sepakat untuk berkumpul dan mengadakan kegiatan rohani bersama seperti doa rosario dan lainnya.”
Seiring dimulainya kegiatan rohani, pendataan umat Katolik pun dirintis. Suasana para penghuni di apartemen ini rupanya cukup mendukung. Nuansa acuh tak acuh tidak terasa di sini. “Beda dengan anggapan orang tentang apartemen pada umumnya. Warga di sini saling menolong,” demikian Erliani.
Untuk menyebarkan informasi kegiatan lingkungan, Erliani memasang pengumuman pada majalah dinding (mading) di masing-masing tower apartemen. “Namun, kami juga menyebarkan undangan kegiatan lewat pesan singkat (sms), karena lebih efektif dan pasti dibaca,” tambahnya.
Meskipun undangan telah disebar, tidak semua umat bisa mengikuti kegiatan rohani tersebut. “Itu biasa. Mereka punya cukup banyak kegiatan, sehingga kadang bisa hadir kadang tidak. Untuk aktif tidaknya umat tergantung pada pribadi masing-masing,” ujar Agus Satoto.
Namun, hal itu tidak membuat kegiatan rohani di apartemen tersendat. Kegiatan bakti sosial, kepedulian lingkungan, dan kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan berlangsung lancar. Biasanya mereka bikin janji dulu, ketika akan bertemu untuk bakti sosial. Agus menempel dulu pengumuman di mading. Setelah sepakat, mereka menentukan tempat berkumpul, misalnya di taman. “Dari taman kami bersama-sama naik mobil menuju tempat bakti sosial,” jelasnya.
Lain halnya dengan pengalaman Stephanus Danny. Ia adalah Ketua Lingkungan Laurensius, sebuah lingkungan yang berada di Apartemen Mediterania, Tanjung Duren, Jakarta Barat. Apartemen ini masuk dalam wilayah Paroki Maria Bunda Karmel (MBK) Tomang, Jakarta Barat. “Dari 100 persen umat Katolik penghuni apartemen ini, hanya 30 persen saja yang aktif dan terdaftar sebagai umat Lingkungan Laurensius,” jelasnya.
Kebanyakan penghuni apartemen memang tidak tinggal menetap di apartemen. Sebagian hanya mengontrak, dan sebagian lain hanya tinggal di apartemen saat hari kerja. “Ada umat yang tidak mau didata, karena selain hari Senin hingga Jumat, ia pulang ke paroki asalnya,” ungkap Danny.
Di sekitar Apartemen Mediterania, tumbuh apartemen-apartemen baru. Menurut Danny, ada juga umat Katolik yang tinggal di apartemen ini Danny ingin mengajak mereka mengikuti kegiatan lingkungan. Ia menegaskan, “Jika tidak ada yang menyapa dan mengajak mereka, akan semakin banyak umat yang pindah ke gereja lain.”
R.B. Yoga Kuswandono,
Laporan Hubertus Hapsoro
Laporan Hubertus Hapsoro