Minggu, 04 September 2011

Remisi Koruptor Harus Segera Dihentikan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia diminta segera menghentikan pemberian remisi atau pengurangan masa tahanan untuk para koruptor. Pemberian remisi kepada para koruptor tersebut sama dengan melanggar rasa keadilan masyarakat.
Hal itu disampaikan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho saat dihubungi wartawan, Minggu (4/9/2011). "Ini sama saja tidak memberikan efek jera kepada para koruptor. Selama ini hukuman bagi koruptor itu masih tergolong ringan. Di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) saja paling lama tiga tahun," ujar Emerson.
Dia menerangkan, penghentian remisi untuk koruptor dapat dimulai dengan moratorium atau penghentian sementara. Moratorium, lanjutnya, dilakukan hingga undang-undang yang mengatur soal remisi diperbaiki. Remisi seharusnya hanya dapat diberikan kepada koruptor yang berperan sebagai pelaku pelapor atau pelaku tindak pidana korupsi yang turut membongkar kejahatan.
Emerson juga mengingatkan, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus diatasi dengan cara luar biasa pula. Dengan memberi remisi kepada para koruptor, masyarakat hanya akan menganggap korupsi sebagai kejahatan biasa. Dengan demikian, orang akan cenderung menggampangkan untuk melakukan korupsi karena menilai hukumannya ringan.
Selain itu, kata Emerson, pemberian remisi akan merugikan para penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, dan Kepolisian. "Penegak hukum juga harus berperan, tuntutan dan juga vonis kepada pelaku korupsi tidak boleh ringan dan harus seberat-beratnya. Jadi, walaupun ada remisi maka gak signifikan," ujarnya.
Pada peringatan hari raya Idul Fitri tahun ini, sebanyak 253 koruptor mendapatkan remisi dari pemerintah. Sebanyak delapan koruptor dinyatakan bebas setelah mendapatkan remisi. (Icha Rastika | Laksono Hari W)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar