Rabu, 14 September 2011

Eksistensi Keallahan Yesus

HIDUPKATOLIK.com - Yesus dikenali sebagai Allah setelah kebangkitanNya. Mengapa Yesus tidak memperkenalkan diri langsung sebagai Allah kepada para rasul-Nya?

Gregoria Atiek, Surabaya

Pertama, kita harus menyadari bahwa monoteisme di kalangan Yahudi sangat kuat. Karena itu, pasti Yesus tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dan melemahkan ajaran monoteisme ini. Identitas Yesus sebagai Allah hanya bisa dimengerti ketika Yesus memberikan hidup-Nya dalam ketaatan kepada Bapa dan bangkit dari antara orang mati. Di sini menjadi jelas bahwa Yesus bukan ”allah kedua” atau saingan Yahweh, tetapi adalah Sang Putra yang martabat dan eksistensi Ilahi-Nya justru terdiri dari ”menerima segala sesuatu dari Bapa-Nya”. Setelah melihat hidup-Nya dan merenungkan ajaran-Nya dalam terang wafat dan kebangkitan-Nya, para murid dapat mengenali keallahan Yesus dalam kaitan dengan Yahweh, Allah Israel.

Kedua, kesadaran Yesus akan keilahiannya tampak jelas pada beberapa kejadian. Misalnya, ketika Yesus menyampaikan ajaran-Nya tentang Kerajaan Allah, rumusan yang digunakan Yesus sungguh tidak biasa. Pada umumnya para nabi menggunakan rumusan ”maka Tuhan bersabda” atau ”Inilah kata-kata Allah”. Tetapi, Yesus menggunakan rumusan ”Aku berkata kepadamu” atau ”Sesungguhnya, Aku berkata kepadamu”. Pesan yang disampaikan Yesus bukanlah sesuatu dari luar diri-Nya seperti yang dilakukan oleh para nabi. Demikian pula, Yesus tidak membedakan kata-kata-Nya sendiri dengan kata-kata dari Allah. Keberanian Yesus untuk mengubah Hukum Ilahi yang diberikan melalui Musa menimbulkan tanda tanya tentang identitas-Nya, siapakah Yesus yang mengubah Hukum Ilahi dengan otoritas diri-Nya sendiri. Kata-kata-Nya menunjukkan kesadaran akan keallahan-Nya yang berhak mengubah Hukum Ilahi.

Ketiga, tuntutan Yesus kepada para murid-Nya juga menyiratkan kesadaran Yesus akan keilahiannya. Mereka yang dipanggil Yesus tidak hanya harus menyerahkan seluruh harta milik mereka, tetapi juga harus memilih Dia lebih daripada ikatan keluarga yang terdekat sekalipun, dan bahkan melebihi hidup mereka sendiri.

”Jikalau seseorang datang kepada-Mu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:26; bdk Mat 10:37) Tuntutan Yesus ini pasti mengejutkan murid-murid-Nya, sebab masyarakat Yahudi sangat menyucikan hormat kepada orangtua sesuai dengan perintah keempat dari Sepuluh Perintah Allah. Menguburkan orangtua adalah kewajiban yang paling suci.

Atas keberatan murid yang diungkapkan: ”Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku,” Yesus menjawab: ”Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana” (Luk 9:59-60). Tentu saja tuntutan Yesus menimbulkan pertanyaan: ”Siapakah orang ini yang berani menuntut loyalitas yang sedemikian tinggi untuk diri-Nya, suatu keterikatan mutlak yang mengatasi relasi insani yang paling intim dan keterikatan pada hidup seseorang itu sendiri?” Pertanyaan ini hanya bisa dijawab kalau kita mengandaikan kesadaran Yesus akan keilahian diri-Nya. Keterikatan pada Yesus pada akhirnya merupakan keterikatan pada Allah.

Keempat, dalam doa-doa-Nya Yesus menyebut Allah sebagai Bapa (Abba). Sebutan ini menunjukkan kesadaran akan keintiman yang unik dengan Allah. Yesus membedakan relasi-Nya dengan Bapa dan relasi murid-murid-Nya dengan Bapa yang sama, yaitu tidak menyebut Allah bersama-sama sebagai ”Bapa kami” tetapi ”Bapa-Ku dan Bapamu” (Yoh 20:18). Ungkapan ini menunjukkan kesadaran Yesus sebagai Allah dalam relasi yang unik dengan Allah Bapa-Nya.

Kelima, kesadaran Yesus bahwa Dia mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa juga menyiratkan kesadaran-Nya bahwa Dia adalah Allah, karena hanya Allah yang bisa mengampuni dosa (bdk Mat 9:1-8). Dengan mengampuni dosa atas nama-Nya sendiri, Yesus menunjukkan kesadaran bahwa Dia memiliki otoritas Ilahi (Mat 9:6). Semua ini jelas menunjukkan bahwa Yesus sangat sadar akan keilahian-Nya.

Dr Petrus Maria Handoko CM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar